Review KUMCER Pasungan Wulandari
Judul : Pasungan Wulandari
Penulis : Kaka Clearny
Penerbit : Goresan Pena
Cetakan : 1, November 2016
ISBN : 978-602-364-128-4
Kaka Clearny adalah nama pena dari Nila Noviana. Salah satu penulis dari kalangan TKI. Gadis asli Blitar ini mengabadikan pengalaman selama menjadi TKI melalui tulisan. Bukti bahwa seorang TKI bisa punya karya, menggeser citra negatif yang selama ini dianggap masyarakt luas.
Diawal kumcer ini pembaca diajak bertemu dengan dua sosok yang sedang bercengkerama di dalam rumah sederhana. Mereka adalah tokoh Aku dan Ayahnya. Ayah si 'Aku' yang mempunyai watak keras terhadap adat setempat. Cerita semakin menarik ketika terdapat konflik, Sang Ayah melarang pernikahan ngalor ngulon.
Pernikahan ngalor ngulon?
Iya, begini ceritanya.
Tokoh 'aku' sedang menjalin hubungan dengan seorang pria. Sebut saja Mas Teguh. Kebetulan arah rumah keduanya ngalor ngulon. Itu penyebab tokoh aku terkena sindrom galau.
Pasalnya posisi rumah ngalor ngulon adalah posisi orang meninggal dunia, terutama bagi muslim diposisikan ke arah utara (kepala di utara, kaki di selatan) dengan menghadap ke arah kiblat atau wajah menghadap kiblat, yang di sini bertepatan kiblat mengarah ke arah sendiri. Sehingga, mitos ngalor ngulon ini identik dengan sebuah kematian.
(Halaman 7)
Pada malam itu setelah tokoh aku dan ayah selesai ngobrol, tiba-tiba saja ibu dan adiknya pulang. Dan memeberitahukan kabar, bahwa si Mirna meninggal karena kecelakaan.
Konon, Mirna dan suami adalah pengantin baru tetangga mereka, posisi rumah Mirna dan suami ngalor ngulon. Padahal Ayahnya menentang, tapi Mirna memaksa untuk melangsungkan pernikahannya.
Dalam cerpen ini yang paling menonjol keunggulannya, penulis menjelaskan lewat tokoh Ayah tentang adat istiadat suatu daerah, khususnya desa tempat tinggal si aku.
"Pak, bukankah segala sesuatu di alam raya ini sudg diatur oleh Allah SWT?"
"Untuk sesuatu suci seperti pernikahan, ketika kita mesti takut pada hal yang berbau syirik itu? Aku mencoba membuat pembelaan.
"Ini bukan tentang syirik atau meragukan kuasanya, Nduk! Bukankah kita telah dianugrahi akal agar bisa memperhitungkan hal baik dan buruk!" (Halaman 8)
"Aturan ngalor ngulon termasuk dalam ilmu titen."
"Percaya terhadap ilmu titen tidak bisa dikatakan musyrik dan mendahului takdir."
"Karena ilmu titen merupakan metode berpikir secara teliti dan hati-hati yang diterapkan sejak zaman nenek moyang," tambah bapak.
"Karena tidak ada bukti otentik secara tertulis, hanya dari mulut ke mulut, orang di zaman ini menganggapnya sebagai mitos," terangnya kemudian. (Halaman 10-11)
Secara keseluruhan cerpen dengan judul pasungan wulandari sangat bagus. Apalagi penulis menuliskan dengan diksi halus, membuat pembaca tidak bosan.
Tidak jauh beda dari cerpen pertama, cerpen kedua masih tentang konflik terhalangnya pernikahan karena suatu adat tertentu.
Selanjutnya pembaca akan dipertemukan dengan tokoh pengalaman TKI ketika berhadapan dengan majikan. Tentu saja butuh kesabaran dan mental harus kuat. Judul cerpenya pun unik, cerita tidak bisa ditebak. Ada Silk is Toekwobndo athlete, Es pleret alun-alun kota, dan kursi di Atas Kursi. Penulis mengangkat konflik yang seru, ini hal/pelajaran baru bagi pembaca yang tidak banyak tahu tentang TKI.
Hampa rasanya jika bicara cinta tidak berakhir bahagia seperti cerpen di awal. Setelah ini kita diajak penulis untuk menyaksikan kisah cinta antara anak Kyai dengan anak seorang tukang kebun pesantren. Ada keunikan dalam perjalanan cintanya.
Cinta dungu si Lugu, judul cerpen yang mengisahkan seorang TKI yang jatuh hati sama seorang pria pendatang dari negeri lain (di sini tidak disebutkan nama negaranya). Tapi, cinta itu ternoda. Karena ada benih didalamnya. Heuheu
Dua cerpen terakhir, 'Tiga Semester dalam Gerilya dan The Dream and The Winter in Formosa' menyuguhkan kembali warna-warni kehidupan TKI. Ada air mata ketika menyelaminya lalu berakhir dengan sebuah renungan, "Betapa bersyukurnya hidup ini ketika hidup di negeri sendiri bersama keluarga."
Demikian review dari saya. Masih banyak kekurangan, karena masih tahap belajar.
Sekian
Makin sukses, Mbak Nila.
Sukra, 7 Ramadhan 1438 H.
Nur Musabikah.