Jumat, 16 Desember 2016

Harum kampung

Tiga puluh menit sekali mobil itu datang. Aku dan nenek sudah menunggu lima menit lebih awal.

Jarak dari rumah ke terminal tidak jauh. Hari itu, tepat sayyidul ayyam. Ya, hari jum'at. Ada jadwal ke rumah yiko ( panggilan untuk anaknya nenek, laki-laki kedua dari beberapa saudara. Yi itu dua Ko sama aja dengan koko artinya abang ).

Untuk menuju kesana butuh waktu setengah jam. Biasanya, aku bawa buku bacaan atau alquran untuk mengisi waktu kosong selama perjalanan.
Kala itu, ada sesuatu yang beda.
Berhubung hari jum'at, aku mengaji Alkahfi. Karena hawatir jika nyampe rumah, tidak ada waktu. Karena banyak kerjaan.

Saat itu. Di sebuah salah satu terminal, bis yang kutumpangi berhenti. Para penumpang ada yang naik dan turun. Kulihat  segerombolan ibu-ibu muslimah, masuk bis. Kalau aku liat mereka orang pakistan. Lihat warna kulitnya dan pakaiannya yang cenderung seperti orang india. Jumlah mereka banyak. Lebih dari tiga. Sebelum mereka duduk di tempat, ada salah satu yang menatapku, lalu menyapa, "Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalaam." Aku tersenyum, menanggapnya. Sengaja aku berhenti mengaji ketika mereka naik bis lalu memperhatikan mereka.

Harum minyak wanginya khas. Aku sempet berfikir, "Apa mereka habis marhabanan?"aku tersenyum terkekeh sendiri. Masih sibuk melirik mereka yang mulai duduk, ingatanku merambat sampai ke suatu masa. Dimana, aku masih bocah. Tiap hari jum'at pulang sekolah, bantu menyetrika baju koko bapak. Dipakai untuk sholat jum'at. Minyak yg dikenakannya khas.

Begitupun dijalan, selesai para bapak2 sholat jumat. Berseliweran para ibu mendatangi masjid, merhabanan. Dengan minyak wangi khas juga.

Ah... Segorombolan ibu ibu pakistan itu mengingatkan aku suasana hari jum'at di Kampung. Heuheuheuuu

HK , 21-12-2016.

Rabu, 14 Desember 2016

Siapa Kau?

Kau mengetuk pintuku, diam. Lagi lagi... Berkali-kali kau mengetuk. Tapi kau berdiri terus di tempat. Tak bergerak. Masuk, enggan. Pulang, tak mau.

Mau apa kau?

Di dalam, aku tahu. Kau di depan.
Tahukah? Aku tak karuan atas kehadiran kau.

Kau masih saja diam.
Ah, kau memang suka php-in.

*penghuni hati

HK, 14-12-2016

^Onedayonepost

Jumat, 09 Desember 2016

Kedua

    Pangeran Kecilku
  
    Aku mengenalnya di istana hati. Tempat mengaji dan memperbaiki diri. Ya, sebuah madrasah yang konon dulu banyak santrinya. Setelah berubahnya zaman, semakin sedikit jumlahnya.

  Assalam, namanya. Gedungnya berbentuk L. Deretan depan terdapat tiga ruangan. Semuanya digunakan untuk sekolah madrasah di siang hari. Kelas empat, lima dan enam. Malamnya digunakan untuk mengaji. Ada tingkat iqro, baca Alquran dan hafalan. Oh iya, ruangan tersebut juga biasa digunakan untuk sholat berjamaah. Bagian tengah untuk jamaah putra, putrinya di ruangan pinggir.

    Tiap akhir tahun pembelajaran, mengadakan musabaqoh ( Lomba ) antar santri. Diantaranya; Lomba kaligrafi, hafalan nadhzoman, mewarnai kaligrafi, sholawat, ceramah dan lomba fashion muslim. Khusus lomba busana, pesertanya harus dari anak tingkat akhir, enam ibtidaiyah.

   Mbak Maya, sepupupuku kebetulan tahun tersebut kelas tingkat akhir, dia memaksaku untuk jadi modelnya. Sontak, aku menolaknya.

"Kalau bukan kamu siapa lagi?"
"Pokoknya, saya ga mau!"
"Kenapa?"
"Saya ga mau mukanya nanti di polas pales, jalannya berlenggak-lenggok."

Mbak Maya tertawa keras.
Kemudian, dia menarik tubuhku. Mengelus-elus kepalaku.

"Ga sampe gitu kali dek. Temanya kan lomba busana muslim. Tidak ada acara polas-poles. Pokoknya sederhana, asal menampilkan pakaian muslimah," jelasnya.
Aku mendengus kesal. Berlalu meninggalkan Mbak Maya.
***
Hari itupun tiba...

Suara merdu sholawat bergema di setiap sudut ruangan. Tenda biru terpasang halaman Madrasah. Kursi-kursi masih menumpuk belum tertata rapi. Beberapa orang masih sibuk mengerjakan menghias panggung. Tak jauh dari teras, para ibu sibuk di tungku, memasak.

Beberapa santri sibuk mondar-mondir, menyambut acara nanti malam.

Jam menunjukan angka satu. Lomba busana muslim akan segera dimulai. Aku duduk diam ditengah keributan peserta lain merias. Rautku terlihat terpaksa. Mbak Maya mulai merias wajahku ala kadarnya.
"Senyum dong... "
Wanita cantik itu menepuk pipiku.
"Yee, mau lomba ko manyun?"
Aku tak menghiraukannya. Membiarkannya merasa bersalah. Mataku terpejam, memberi tempat untuk tangannya merias wajahku.

"Mbak mau lulus, bantu mbak sekali ini saja." Ucapan terakhirnya menegurku. Menyadarkanku untuk merubah aura wajah. Aku menatapnya tajam, wajah ovalnya lalu mengangguk. "Okey, kali ini aku mengalah," batinku disusul seulas senyum untuknya.
"Makasih dek," ucapnya.

Aku dan beberapa santri lainnya menjadi peserta lomba, sudah siap dengan busana masing-masing. Mbak Maya memberiku gamis warna kunyit corak bunga, bawahnya agak lebar, mengembang. Kerudung polos segi empat dibentuk sesuai dengan wajahku. Dia sematkan jarum pas di bawah dagu, sangat sederhana. Ditambah pasmina warna senada gamis menjulur kebawah. Dia sematkan peniti diatas kepala dan belakang leherku.

Kulihat beberapa peserta putra tak kalah uniknya. Ada yang pake kopiah haji, warna putih dengan sorban yang melingkar di lehernya. Ada yang menghias kopiahnya dengan sorban hijau bak seorang kyai. Dan banyak bermacam-macam model.

Satu persatu peserta dipanggil oleh panitia lomba. Mereka jalan pelan muter sekali di ruangan tengah dihadapan juri, guru ngaji. Penonton melongok dari jendela luar. Karena tidak diperkenankan masuk ruangan.

Namakupun tak lama dipanggil. Dengan arahan Mbak Maya, aku mulai berjalan pelan dengan mengatupkan kedua tangan ketika melewati juri. Ada rasa takut. Karena berjalan pelan, ditengah-tengah banyak mata melihat.

"Wew bagus. Cukup sopan."
Mbak Maya menghambur, memelukku ketika aku selesai lomba. "Ayok kita pulang. Pengumuman lomba nanti malam," lanjutnya.

Kami meninggalakan keramaian acara.

Bersambung... *

#Cerbung
#Onedayonepost.

Selasa, 06 Desember 2016

Pertama

2007

Syawal, bulan pertama awal masuk pembelajaran baru di Pesantren. Santri baru berdatangan dari berbagai penjuru, termasuk aku. Bagi santri lama, awal belajar lagi setelah libur panjang.  Menikmati kebersamaan dengan keluarga di rumah.

Dua minggu setelah lebaran, aku berangkat meninggalkan keluarga untuk mencari mutiara islam, kata orang-orang mah. Malam sebelum berangkat, aku menyiapkan beberapa keperluan pribadi. Memasukannya dalam tas, mengecak ulang isinya, hawatir ada yang tidak terbawa.

Jam dinding menunjukan angka sembilan. Pintu depan terbuka. Suara keras dentuman pintu tertutup. Tipukan seseorang menaruh sandal di ruang belakang samar-samar kutangkap. "Pasti Agis baru pulang," batinku.
Belum sempat aku menyapanya, seseorang masuk kamar.

Dia menyalamiku, melepas kopiah dan baju koko yang dikenakannya. Terlihat t-shirt putihnya bergambar doraemon . Sarungnya belum ditanggalkan. Kemudian terjun ke kasur, terlentang, menikmati buku bacaan.

"Mbak Luki, tadi ditanyain sama kang Afif," bocah 12 tahun itu memulai obrolan. Bukunya menutup sebagian muka. Aku mendongak ke arahnya.

"Oh ya? Terus kamu jawab apa?" Kali ini kedua alisku menyatu, menyembunyikan rasa.
"Dia nanyain kapan berangkat Pon-pest nya, terus dia nitip salam buat mbak," tuturnya.
"Terus, kata dia juga kenapa tadi mbak buru-buru pulang? Kang Afif,di depan mushola menunggu."
"Kan mau nyiapin buat besok dek," jawabku, berusaha tegas. Tiba-tiba Kebingungan menyelinap. Ah, untung saja bocah masih polos yang ngomong. Kalau mereka --teman ngaji-- pasti sudah olok-olokin.

Bocah kulit hitam manis itu diam, tanganya menutup semua bagian muka. Bukunya ambruk. Ya, dia tidur. "Dasar bocah," batinku.

"Euy, bangun. Ganti dulu. Sarung ini dipake buat ngaji. Cepet ganti!"
Tanganku mengambil buku dimukanya. Tidak lama dia mendesah kesal. Melakukan perintahku.

Hembusan angin malam menyelinap dalam celah jendela. Hembusan rasa menyelinap dalam celah hatiku. Tiba-tiba saja aku ingat sebuah nama. Muhammad Afif.

***

HK, 07-12-2016.
#onedayonepost
#Cerbung

Senin, 05 Desember 2016

Volunteer

Suasana kantor setelah sholat maghrib riuh, seperti biasanya kami makan malam dengan menu masakan Indonesia. Bisa menghilangkan lelah aktifitas seharian. Ada hal yang bikin mata ini tak bisa berpaling. Sosok 'Cake kuning' bertenggar ditengah-tengah hidangan malam itu. Katanya untuk merayakan 'hari relawan sedunia'.

Selesai makan, kami foto bersama. Ada beberapa diantara kami yang bawa kertas bertuliskan selamat hari relawan. Tak lupa cake kuningpun ikut serta.

Setelahnya, aku kembali ke meja zakat, karena hari itu lumayan banyak yang berziswaf. Sebagian yang lain ada yang beres-beres, nyuci piring, ngepel dan kesibukan lainnya.

"Ayok sini, anak-anakku. Saya suapin satu-satu," kata perempuan jilbab biru itu. Beliau muter-muter sambil bawa satu iris cake di piring. Aku yang masih bergelut dengan recehan berhenti sejenak demi menampung suapan dari beliau.

Beliau adalah istri dari Manager kantor kami, sebuah lembaga sosial Indonesia di Hong Kong.

Menjadi relawan banyak hal yang bisa kami peroleh. Salah satunya, bersyukur atas nikmat yang Allah beri. Pernah pada suatu libur saya ikut dengan teman divisi kesehatan, jenguk orang sakit. Ketika melihat si sakit terbaring lemah di ranjang, saya merasa sangat bersyukur akan nikmat sehat. Karena masih bisa kerja. Dengan bersyukur tadi, kita bisa menjaga pola makan, istirahat cukup dan lain-lain.

Bagi saya relawan tidak akan cukup disebut relawan. Entah. Bukan hanya ini hubungan dengan manusia, tapi langsung dengan Tuhan. Karena kewajiban kita untuk saling tolong menolong.

Selamat Hari Relawan Sedunia, Ringankan Tanganmu, untuk membantu banyak orang.

HK, 06-12-2016.


#CeritaLiburKerja

#Onedayonepost

Kamis, 01 Desember 2016

Sabar

Malam kamis kemarin, ada obrolan ringan di group. Yakni cerita pengalaman menulis salah satu mentor di Odop 3, Mbak Wiwid.
Selain itu ada kuis. Yah sayang, aku tidak nyimak karena jam segitu aku masih dalam kesibukan kerja. Padahal, kalau aku nyimak, pasti bisa jawab. Hehe. Itu lho, pertanyaan kedua. Semenjak mbak Nazlah ngasih tahu sosok Usman Arrumy, aku sering ngintip akun beliau di IG. *ups!

Ada hal yang aku comot dari obrolan kemarin, ketika ada salah satu anggota yang katanya beberapa kali ditolak penerbit mayor. Aku bacanya terenyuh, padahal ketika scroll chat waktu pagi, masih fresh menyambut hari. Aku ikut merasakan yang dia rasa. Tapi, aku salut, sungguh! Dia sudah berani menulis satu buku. Acungkan jempol deh untuk dia. Apalagi sekarang naskahnya sudah terbit, walaupun indie. Semoga suatu hari naskah yang lain bisa ketemu jodohnya (baca; penerbit) ya, semangat!

Masalahnya comot tadi, lanjut ya...
Setelah baca obrolan, aku jadi ingat pesan seorang penulis di ebook yang dulu saya beli, kata beliau gini, " Jika ingin melahirkan sebuah karya (buku), kita butuh kesabaran tinggi.
● Sabar menyendiri untuk merenung
● Sabar saat memburu berbagai referensi
● Sabar menulis kata demi kata
● Sabar mengedit naskah agar enak dibaca
● Sabar menanti jawaban dari penerbit
● Sabar jika disuruh merevisi oleh editor
● Sabar menanti proses terbit
● Sabar ikut mempromokan buku yang terbit
● Sabar jika ternyata buku nggak laku.
Lalu, sampai kapan kita bersabar? Sampai keinginan kita untuk melahirkan karya sudah mati. Itulah saat dimana kesabaran tidak dibutuhkan lagi."

Beruntung banget aku bisa gabung di Odop 3. Ada saja obrolan yang tak sengaja, yang selalu memberi semangat ketika jatuh. Terimakasih www.Bangsyaiha.com. Sukses untuk kedepannya. Aamiin.

HK, 1-12-2016.

#onedayonepost


Cemburu

Jika suatu saat kau temukan aku diam, tak bersuara, tak menyungging sedikit bibir ini untuk mrnanggap obrolan dan menyendiri.

Disaat itu...
Aku sedang menyelimuti rasa pahit.
Aku sedang menahan gejolak amarahku.
Aku sedang mendinginkan rasa
Dan aku tak mau memberi aura wajah murah kepadamu.

Jangan berani kau bertanya,
"kenapa neng?"

Betaoa gusarnya aku, harus masang wajah seperti apa.

Jangan..
Jangan kau tanya!

Karena, akuuu..
Cemburu.

HK, 29-11-2016.
#onedayonepost


Rabu, 30 November 2016

Keasyikan BW

Satu minggu sudah, cuaca di tempat saya di bawah 20°C. Lumayan dingin, tiap keluar rumah pasti pake dua lapis baju, celana panjang, pake sepatu plus kaos kaki, dan kerudung. Lumayan penghangat leher. Hehe

Pagi itu, nenek -mongmongan saya- minta dibikinin indomie goreng. Ya, banyak orang HK yang doyan banget mie nusantara itu. Biasanya nenek sarapan roti. Mungkin karena cuaca dingin, makanan yit-yit e (sedikit panas) menjadi pilihannya.

Jam 08:30 saya sudah rebus air. Sambil nunggu air mendidih, daripada mata dan tangan nganggur, saya raih hape, buka WA. Ngintip group share odop. Berselancarlah satu persatu di link yang ada di sana. Saking nyamannya BW, air rebus lumayan agak lama mendidih, saya taruh mi. Tak lama, saya angkat dan taruh di piring. Sebelumnya mi tersebut saya saring, biar tidak ada airnya. Semua bumbu masukin. Setelah siap santap, saya bawa piring tersebut ke meja makan. Nenek sudah duduk, menunggu.

Beberapa menit kemudian, nenek memanggil. Sepontan saya gelagapan. Ada apa gerangan? Dari dapur, saya cepat mendekati nenek.

"Tumben minya pedes?"
"Masa?" kataku menimpali.
Saya balik arah, menuju dapur. Langsung saya buka kotak sampah. Dan..  Oh, No! Semua bungkus bumbu mi, menganga lebar. Itu artinya saos mi juga saya masukin. Padahal selama ini tidak pernah masakin indomie campur saos. Tapi kali ini???

@$¿¡?....

Buru-buru saya kembali dihadapan nenek. Saya lihat putih kulit mukanya bersemu merah, bibirnya yang tipis sedikit gemeteran. Saya berdiri pucat di depannya.

"Maaf ya Nek, saya lupa. Mi nya kecampur saos. "
"Ga papa, " Jawabnya, sambil terus makan mi dengan lahap. Walaupun raut wajahnya jujur, sedikit kecewa.

Saya kembali ke tempat. Sesal dan bersalah menghantui. Kemudian mematikan mobile data. "Kerja dulu, jangan pegang hape." Lirih saya bergumam, seakan isi dapur menertawai tingkahku. *Hahaha

HK, 29-11-2016.

#Onedayonepost

CINTA

Jika mencintainya menyakitkan, kenapa kau masih mendekati? Lupakan dan jauhi.

Jika dirinya mendekati? Diam saja, pura-pura dan cuek. Biarkan cintanya menyapamu, pasti mengusiknya.

Dan...
Pasti...
Dia akan merasa betapa sakitnya mencintai. Seperti kawanmu mencintainya.

~Terinspirasi dari kisahnya seorang sahabat. Hehe
#onedayonepost
HK, 29-11-2016.

Senin, 28 November 2016

Orang yang paling menderita

Kehidupan itu ibarat roda. Ketika kita sedang di bawah, saya pribadi sering meratapi, mengeluh. Padahal di luar sana banyak yang lebih bawah lagi dari kita.
Seberapa asam saat posisi kita di bawah harusnya bersyukur.
Seberapa manis saat posisi kita di atas harusnya lebih bersyukur.
Jangan sampe kita menderita di dunia hanya karena sering mengeluh dan tidak bersyukur.

*Renungan ini saya tulis ketika selesai baca tulisan Bang Syaiha, Founder Odop. Cek deh biar tahu cerita lengkapnya www.bangsyaiha.com. Postan tanggal 22 November.
Mari, capcuuuus.....

#Onedayonepost
HK, 29-11-2016.

Sabtu, 26 November 2016

(3)

Guruku Idolaku

Masih hangat untuk mengenang sesorang yang mengajarkan dengan penuh keikhlasan. Sosok itu adalah guru.

Banyak sekali guru kehidupan yang saya temui hingga detik ini. Sedikit saya ceritakan salah satu diantara mereka.

Sosok itu saya temui ketika usia 10 tahun hingga belasan. Beliau adalah guru ngaji saya. Saat itu umur beliau masih sangat muda, tiga puluh tahun-an. Dan belum berkeluarga.

Suaranya yang merdu, kesempatan beliau untuk melatih para santrinya bersholawat. Tidak heran jika santrinya banyak yang mahir bersholawat dan adzan.

Pernah pada suatu hari, disela beliau menerangkan pelajaran, tiba-tiba beliau bertanya satu persatu kepada santrinya,
"Kamu di rumah udah pake kerudung belum?"
Satu persatu dari kami menggeleng. Ya, saat itu kami belum terbiasa pake kerudung. Walaupun pagi sekolah formal pake, siang sekolah madrasah pake, pulangnya tetep saja lepas kerudung. Saat itu, saya pikir masih kecil untuk pake kerudung tiap hari diluar sekolah dan ngaji. "Ntar aja, kalau udah gede. Kalau udah mesantren," pikirku saat itu.

Melihat santrinya pada jawab, ustadz langsung tersenyum kemudian berkata, ''Orang yang berkerudung itu supaya rambut kita ga keliat. Biasanya, banyak orang yang penasaran sama kita yang berkerudung. Kenapa? karena mereka ingin tahu sesuatu yang ditutup. Beda dengan orang yang ga pake, mereka bakal cuek. Karena udah terbiasa liat auratnya."

Kalau dipikir-pikir penjelasan seperti itu biasa ya. Tapi, dulu waktu saya umur sepuluh tahun-an (SD) merasa termotivasi ajakan beliau untuk menutup aurat.

Itu salah satu pesan yang sangat saya ingat dari beliau.
Beliau menasehati orang sesuai dengan siapa yang ada dihadapnya.

Berjalannya waktu akan berubah, yang dulu niatnya supaya banyak orang yang suka dan penasaran, sekarang niatnya ya karena Allah.

Karena hidup adalah sebuah proses.*

Untuk beliau, guruku...
Yang sudah mendahului kami menemui Tuhan...
Lahumul Fatehah...

#onedayonepost

Rabu, 23 November 2016

Jejakku di Hong Kong

               Penari  Jaipong  di  Victory

      Jika ada yang bilang BMI Hongkong surganya para BMI itu tepat sekali. Pasalnya setiap hari libur tiba, entah itu hari minggu, saptu bahkan hari biasa pasti ada kegiataan positif yang produktif diadakan oleh Organisasi. Organisasi tersebut dari BMI itu sendiri yang bentuk. Selain itu ada juga lembaga-lembaga resmi di Hongkong turut membantu mengadakan kegiatan untuk mengisi liburan. Kegiatannya beragam, ada kursus, sekolah tinggi, belajar ngaji, seminar kewirausahaan, pengajian rohani yang tak jarang mereka mengundang ustadz-ustadz kondang dari tanah air. Lengkap deh pokoknya!

      Bicara soal belajar, ada juga sebagian dari BMI yang lebih suka melestarikan Budaya Nusantara, misalnya tari reog, jaranan, jatilan, barong, celeng, jaipong dan lain-lain. Melalui perantara mereka, Negara lain mengenal kebudayaan Indonesia. Sebuah  tambahan nilai untuk para WNI  yang berada di Luar  Negri. Ya, bukan hanya untuk BMI Hongkong, tapi seluruh dunia.

      Menjadi BMI semakin tinggi rasa nasionalime  pada tanah air.  Aku, perempuan asal Subang , sebuah kabupaten di Jawa bagian barat. Sebelum kerja di Hongkong pernah menjadi pekerja di Singapura. Dua tahun aku kerja di Negeri Singa itu, tahun 2000-2004. Berjalannya waktu, aku ingin sekali punya rumah sendiri karena gaji suami tak seberapa. Selain itu, ingin punya modal usaha. Suamipun menyetujuinya, dan aku memilih Hongkong karena  lebih besar gajinya dan perlindungan untuk para BMI sangat baik. Akhirnya pada tahun 2007, aku pindah ke Negeri kampungya Andi Lau .

     Pertama kerja jobnya jaga nenek. Rumahnya kecil, jadi tidak terlalu capek. Walaupun dulu aku pernah kerja di Singapura, tapi melihat nenek yang cerewetnya berlebihan membuat tidak nyaman kerja. Selain itu, dia pemarah dan pelit. Selama kerja, aku kekurangan makanan. Terkadang dia juga pernah mencaci makiku di depan umum karena kesalahan kecil. Di tambah selama 7 bulan aku tidak dikasih libur. Selama potongang gaji tersebut aku hanya mendapatkan $340, nominal yang sangat kecil bagiku. Karena harus ngirim uang untuk keperluan sehari-hari keluarga.

      Ternyata kesabaranku mengurus nenek berakhir sudah. Tepat tujuh bulan tersebut kesehatannya tidak baik. Tidak lama, perempuan 84 tahun ini meninggal. Dalam hati aku sedih karena kehilangan kerjaan, walaupun muak dengan tingkahnya. Aku berusaha menerima kegagalan. Berharap bisa menemukan majikan lain yang lebih baik, perantara rezekiku.

      Melalui agen yang sama, alhamdulilah aku menemukan majikan kembali di Lai Ci Kok. Jobnya jaga satu anak, umurnya 7 tahun. Gadis kecil ini sebagai hiburan ketika aku tak semangat kerja. Karena aku merasa bosan melihat majikan perempuan yang sehari-hari di kamar. Ya, dia tidak kerja. Untung saja, tiap waktu aku jarang di rumah, mengantar dan menjemput anak sekolah juga belanja ke Pasar. Aku pikir segala sesuatu ada kekurangan dan kelebihan. Termasuk dalam kerjaan. Jadi, aku harus tetap bersyukur. Apalagi gajih dan liburku lancar. Apalagi yang harus aku keluhkan?
   
   Tak terasa empat bulan terlewati. Entah karena alasan  apa, majikan tiba-tiba mau interminit. Segera aku tanyakan baik-baik, “Saya tidak kerja, Lin. Sedangkan pengeluaran tambah banyak. Jadi, untuk selanjutnya tidak bisa gaji kamu,” katanya menjelaskan. Aku  hanya diam menanggapnya. “Ya Allah, beri aku kekuatan jika aku harus gagal lagi,’’ rintihku. “Saya kasih kamu waktu satu bulan supaya bisa cari majikan lain. Hak-hak kamu pasti saya kasih, Lin,” tambahnya. Aku mengangguk, mengiyakan.

    Hari-hari berikutnya, semangat kerjaku turun. Tiap liburan, aku menceritakan masalahku pada teman-teman. Berharap melalui perantara mereka aku menemukan kembali majikan yang jauh lebih baik. Karena tekadku untuk membeli rumah semuanya terasa ringan.

    Dibalik kesusahan ada kemudahan. Suatu hari aku mendapat kabar dari teman yang biasa libur bareng. Dia memberi tahu akan pulang secepatnya, karena mau nikah. Tentu saja ini kabar bahagia, aku tahu betul majikannya sangat baik. Aku bersyukur padaNya telah memudahkan setiap kesulitanku.

   Hari yang ditentukan tiba, aku keluar dari majikan lama. Beberapa hari tinggal di Agen sambil mengurus kontrak kerja baru. Setelah selesai, aku langsung ke rumah majikan baru yang tak lain majikan temanku. Semua anggota keluarga baik, tidak pemarah dan memperlakukan aku layaknya keluarga sendiri. Tiap liburan, aku bebas ikut aktifitas di luar.  Sampai akhirnya aku ikut belajar nari Jaipong.

   Berawal dari ketidaksengajaanku melihat acara anniversary sebuah komunitas di Lapangan Victory. Dalam acara tersebut ada sesi penampilan  tari jaipong. Terbesit ada rasa rindu kampung halaman melihat aksi mereka. Bagaimana tidak? Jaipong adalah tarian khas masyarakat sunda, Karawang, Jawa Barat. Bagiku tarian tersebut warisan nenek moyang orang Sunda. Ketika itu aku ingin sekali belajar seperti mereka. Walaupun dulu, waktu sekolah aku tidak tertarik Tarian Tradisional.

    Selesai acara, aku memberanikan diri menemui panitia acara. Mereka menyambut dengan baik dan mengijnkan aku untuk belajar menari. “Tiap minggu latihan ya, selama tiga bulan,” jelasnya. Aku mengangguk, tanda setuju. Ini salah satu bentuk cintaku pada tanah air dengan melestarikan kebudayaan.

     Selama tiga bulan, aku belajar keras menari. Kesalahan-kesalahan yang sering kulakukan membuat aku lebih baik.  Tak jarang, guruku sering menegur. Bukan hanya itu, kakiku sering keram karena jaipong merupakan kekuatan bertumpu pada kaki. Tapi, rasa sakit itu cepat pudar karena rinduku pada kampung halaman terobati. Setiap gerakan yang kualunkan bersamaan musik ranca itu, ada rasa kebahagiaan hadir dalam hati.

     Latihan yang bersungguh-sungguh dan continue, membuat sesuatu dengan mudah kita raih. Tiga bulan sudah aku ikut berlatih. Terkadang disela waktu kerja, aku mempraktekan sendiri di Rumah. Majikan sungguh baik. Mereka senang melihat liburanku diisi dengan aktifitas positif. Mereka jadi tahu salah satu kebudayaan Indonesia yaitu Jaipong. Ah, bahagianya….

**
   “Lin, nanti kamu ikut tampil sama saya. Ada undangan untuk kita,” ujar Rita.
     Rita, ketua Jaipong tim kami. Dia juga yang dengan sabar melatihku sampai bisa. Bagiku dia guru terbaik. Guru yang mengajarkan aku untuk tidak lelah melestariakan kebudayaan Nusantara. Jangan salah, Rita ini sama-sama BMI, yang sehari-harinya disibukkan dengan kerjaan majikan yang menumpuk.

   Hari itupun tiba….
     Aku bersama tim tampil di Hongkong Culture Show. Dengan kerja keras dan semangat, kami berusaha menampilkan sebaik mungkin. Selesai tampil, Rita menegurku karena ada sedikit gerakan yang salah. Sedih memang, tapi aku rasa ini sebuah kewajaran, sebuah proses belajar. Apalagi ini penampilanku yang pertama.

   Selain itu aku juga pernah tampil sama senior  di acara-acara organisasi teman-teman BMI, Pembukaan konser, Organisasi Philipina, Organisasi Nepal, Parade National China, Wisuda YWCA, Organisasi We Care Hongkong dan masih banyak lagi.

    Di balik tepuk tangan yang meriah dari penonton, ada rasa sakit bahagia. Sakit karena beratnya konde pernak-pernik hiasan rambut dan tusukan konde yang menancap di kepala. Belum lagi, kecelakaan-kecelakaan kecil yang pernah terjadi di panggung seperti jatuhnya kipas dan sepatu yang tiba-tiba lepas. Sakit juga karena ada kawan yang mencibirku melihat suka menari, “Gaji ko buat foya-foya? Abis-abisin uang aja,’’ kilahnya. Tapi, sakit itu lagi lagi cepat pudar. Karena aku merasa cara ini mengenalkan negeri tercintaku kepada Negara lain. Ya, dengan mengenalkan Kebudayaan Nusantara.

    Aku berharap, semoga setelah kepulanganku ke kampung halaman, masih ada teman-teman BMI yang suka mengisi liburannya dengan belajar Tari Tradisional sepertiku. Supaya Kebudayaan kita tetap berkibar ditengah-tengah jaman yang lebih modern.

Jika akhlak mencerminkan diri manusia, maka kebudayaan mencerminkan suatu Negeri.

Salam cinta,
Sekian.
*******

*Kisah nyata dari seorang BMI Hong Kong berinisial L.

* Alhamdulilaah, tulisan ini ikut memeriahkan di acara Festival Sastra Migrant Indonesia ke Enam yang diadakan oleh FLP HONG KONG ( 20 November 2016 ).

#onedayonepost
HK, 23-11-2016.

Selasa, 22 November 2016

(2)


Ketika saya di puncak, saya melihat dari ketinggian semuanya kecil termasuk gedung yang menjulang tinggi, pohon-pohon terlihat warnanya saja. Manusia? Kecil kayak semut, nyaris tak terlihat malah. Intinya, melihat sesuatu dari atas telihat kecil dan sangat dekat.

Sama seperti manusia. Ketika manusia sukses usahanya, nempel jabatanya, banyak dipercaya sama orang, banyak dikagumi oleh orang pasti ada rasa melihat dibawahnya kecil. Bener kan?
Ya, wajar. Hukum alam.

Tapi..
Jangan karena di atas, bisa semena-mena sama yang di bawah. Jangan karena diatas tak menghiraukan pendapat mereka. Jangan karena diatas seenaknya nginjak yang dibawah.

Bukannya di atas gunung ada langit?
Bukannya diatas manusia ada Sang Pencipta?

^Renungan pulang dari hiking awal oktober kemarin. Mohon maaf jika ada kalimat yang tak berkenan. Semoga dipahami ;).

#onedayonepost

HK, 22-11-2016.

Tantangan

"Kaka, mienya pedes... "
Teriakan nenek dari ruang makan terdengar sampe dapur. Aku kelimpungan, keluar dapur, mendatangi panggilannya.

"Duh... Terus gimana, Nek? Perlu saya bikin lagi?"
"Ga usah," jawabnya agak kesal. Mulutnya masih ngunyah mie.
"Maaf, ya." Dia diam, tidak menggubrisku.

Akupun kembali ke dapur, liat tempat sampah. Bekas bungkus bumbu saos mie terbuka lebar. Ya, aku lupa ngasih saos. Biasanya nenek tidak pernah mau. Pedas, katanya.

Pagi itu sekitar pukul 08:30, aku asik BW ke link anggota odop. Sampe tidak fokus bikin mie untuk nenek. Hehe.

Nenek, aku biasa memanggil. Usianya 81 tahun. Wanita kurus, berambut dan berkulit putih itu sangat religius. Terlihat ketika dia husyu berdoa di depan patung kecil, seorang laki-laki yang berdiri terlentang pada sebuah kayu. Kedua telapak tangannya dipaku. Katanya dialah Tuhannya.

Perbedaan keyakinan tidak menghalangiku untuk beribadah dan berhijab. Toleransi mereka sangat besar. Alhamduliaah...

Selesai sarapan, aku nyuruh nenek minum obat. Biasanya dia akan nonton tv sepuasnya. Akupun melanjutkan kerjaan yang tertunda, nyapu ngepel.

Selesai pekerjaan rumah. Aku keluar, ke Pasar. Belanja buat makan siang dan malam.

Kerja jaga lansia selalu merasa was-was. Hawatir terjadi sesuatu ketika dia sendiri di rumah. Selesai belanja, aku langsung pulang. Menyiapkan makan siang. Disela waktu itu terkadang aku menulis, ngodop.

Terkadang jika ada jadwal periksa ke Dokter, setelah makan dan sholat dhuhur selalu sigap mengantar nenek. Terkadang keluar, hanya untuk jalan kaki. Katanya lansia harus sering diajak keluar, supaya tidak jenuh. Terkadang mengantar dia ke salon.

Sorenya, dia tidur. Aku biasanya ngjuz sampe kholas. Aku pikir, itu waktuku, bebas mau melakukan apapun. Toh, nenek tidur.

Jadi, mohon maaf ya, jika jarang nimbrung di group hehe. Apalagi pas bedah tulisan, jam rempongya masak buat makan malam mereka.

#TantanganOdop
#Kegiatanseharian

-Onedayonepost-

HK, 25-11-2016.

Senin, 21 November 2016

Renungan (1)

Alkisah, ada seorang gadis hidup di Negeri rantau untuk mencari rezeki. Ditengah kesibukannya kerja, dia rajin menulis. Dia gabung beberapa grup online belajar kepenulisan untuk memperbaiki tulisanya yang asal.

Suatu hari, dia mendapatkan kabar bahwa ada lomba menulis. Lomba tersebut dibagi dalam beberapa jenis diantaranya cerpen, opini dan kisah inspiratif. Temanya tentang "Melestarikan Budaya."

Berhubung belum bisa menguasai cerpen, akhirnya dia memutuskan ikut lomba kisah Inspirasi. Dengan sisa waktu yang ada, dia semaksimal mungkin mencari bahan tulisan.

Dia bingung. Pasalnya, tidak ada teman satupun yang aktif meletarikan kebudayaan Nusantara selama di Negeri rantau. Akhirnya, pagi-pagi sekali di hari libur, dia keliling di tempat-tempat tertentu. Tak lama dia menemukan organisasi yang kebetulan selalu mengadakan latihan tarian Nusantara. Diapun minta nomer kontaknya.

Di hari kerja, dia menghubungi untuk bertanya tentang banyak hal ke salah satu anggota organisasi tersebut. Awalnya selalu di balas, tapi hari-haru selanjutnya malah tidak di respon. Seketika putus asa menyapa. Bagaimana bisa menulis kisah jika tidak ada bahan tulisannya? batinnya.

Tak mau menyerah, dia mencari info ke salah satu teman jurnalis. Tak disangka, melalui perantaranya dia dikenalkan dengan temannya yang suka nari jaipong.

Akhir cerita, dia ikut lomba dengb menuliskan kisah, 'Penari Jaipong di Negeri Rantau.'

Niat kuat akan membuka lapis-lapis kemudahan. Ia akan menutup ruang kesulitan.
#Onedayonepost
HK, 22-11-2016.

Surat Untukmu

Assalamu'alaikum Beib...

Pertemuan pertama, selalu meninggalkan kesan. Tidak akan lupa dan hilang, selama umur dan daya ingat kita ada.

Aku mengenalmu ahir tahun 2013. Wajahmu yang imut dengan tubuh yang kurus. Kupikir, umurmu lebih muda dariku. Eh ternyata tidak. Suaramu kecil, terdengar melengking jika kamu berteriak sedikit saja.

Layaknya sebuah hubungan, aku dan kamu selalu tukar obrolan. Ya, kita sama-sama tahu kondisi keluarga, walaupun kamu jauh lebih sedikit menceritakannya. Aku paham itu. Kamu sedikit tertutup. Seperti kaleng ikan yang tak tersentuh para emak di dapur.

Tapi, ketika aku curhat. Petuah, nasehatmu meluncur deras. Tak jarang kamu selalu menepuk-nepuk punggungku, menenangkan.

Bukan hanya itu, tiap pertemuan adalah kewajiban kita untuk makan sepiring berdua. Masih terasa dilidah sedapnya oseng pare kerang.   Ada sedikit rasa pedas tersisa.

Pernah di suatu tempat kita berlibur, kamu melontarkan kalimat yang membuatku tercengang. ''Hhh, kok bisanya kamu menutup semua? Hubungan kita lumayan lama, tentang beliau tidak pernah kamu jadikan bahan obrolan," batinku saat itu.

"Almarhum bapakku dulu yang ngajari saya ngaji. Padahal dulu saya pengen banget bisa menuntut ilmu di Pesantren, " ceritamu.  Almarhum? Ya robb. Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Bapak. Padahal selama hubungan aku selalu jadikan bahan obrolan tentang bapakku. Ah, aku gila! Kenapa pula kamu tidak mengingatkanku untuk bersyukur masih punya orangtua lengkap, tidak seperti kamu. Aku yakin kamu sakit. Menahan cemburu ketika mendengar cerita tentang bapakku.

Kamu emang paling bisa bersikap dewasa, menutupi segala rasa.

Itu semua cerita lama kita, Beib...

17 November kemarin, pangeranmu datang untuk mengikrarkan janji suci di hadapanNya. Mengarungi samudera kehidupan dalam satu perahu menuju pelabuhanNya.

Gaun putih yang kamu kenakan, polesan bedak di wajah, celak di mata dan kursi yang gagah menebar aura kebahagiaan. Akupun ikut bahagia melihat foto yang kamu kirim.

Selamat yaa...
Kamu berhasil berpuasa di masa lajangmu..
Kamu berhasil mencicipi takjil puasa bersamanya..

Patuhi pangeranmu...
Agar bidadari cemburu padamu.

"Barokalllahulakumaa Wa Baroka 'alaikumaa Wa Jama'a bainakumaa fi khoir... "

Sahabatmu,
Kaka.

Wassalamu'alaikum.

HK, 20-11-2016.
#Onedayonepost

Surat Untukmu

Assalamu'alaikum Beib...

Pertemuan pertama, selalu meninggalkan kesan. Tidak akan lupa dan hilang, selama umur dan daya ingat kita ada.

Aku mengenalmu ahir tahun 2013. Wajahmu yang imut dengan tubuh yang kurus. Kupikir, umurmu lebih muda dariku. Eh ternyata tidak. Suaramu kecil, terdengar melengking jika kamu berteriak sedikit saja.

Layaknya sebuah hubungan, aku dan kamu selalu tukar obrolan. Ya, kita sama-sama tahu kondisi keluarga, walaupun kamu jauh lebih sedikit menceritakannya. Aku paham itu. Kamu sedikit tertutup. Seperti kaleng ikan yang tak tersentuh para emak di dapur.

Tapi, ketika aku curhat. Petuah, nasehatmu meluncur deras. Tak jarang kamu selalu menepuk-nepuk punggungku, menenangkan.

Bukan hanya itu, tiap pertemuan adalah kewajiban kita untuk makan sepiring berdua. Masih terasa dilidah sedapnya oseng pare kerang.   Ada sedikit rasa pedas tersisa.

Pernah di suatu tempat kita berlibur, kamu melontarkan kalimat yang membuatku tercengang. ''Hhh, kok bisanya kamu menutup semua? Hubungan kita lumayan lama, tentang beliau tidak pernah kamu jadikan bahan obrolan," batinku saat itu.

"Almarhum bapakku dulu yang ngajari saya ngaji. Padahal dulu saya pengen banget bisa menuntut ilmu di Pesantren, " ceritamu.  Almarhum? Ya robb. Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Bapak. Padahal selama hubungan aku selalu jadikan bahan obrolan tentang bapakku. Ah, aku gila! Kenapa pula kamu tidak mengingatkanku untuk bersyukur masih punya orangtua lengkap, tidak seperti kamu. Aku yakin kamu sakit. Menahan cemburu ketika mendengar cerita tentang bapakku.

Kamu emang paling bisa bersikap dewasa, menutupi segala rasa.

Itu semua cerita lama kita, Beib...

17 November kemarin, pangeranmu datang untuk mengikrarkan janji suci di hadapanNya. Mengarungi samudera kehidupan dalam satu perahu menuju pelabuhanNya.

Gaun putih yang kamu kenakan, polesan bedak di wajah, celak di mata dan kursi yang gagah menebar aura kebahagiaan. Akupun ikut bahagia melihat foto yang kamu kirim.

Selamat yaa...
Kamu berhasil berpuasa di masa lajangmu..
Kamu berhasil mencicipi takjil puasa bersamanya..

Patuhi pangeranmu...
Agar bidadari cemburu padamu.

"Barokalllahulakumaa Wa Baroka 'alaikumaa Wa Jama'a bainakumaa fi khoir... "

Sahabatmu,
Kaka.

Wassalamu'alaikum.

HK, 20-11-2016.
#Onedayonepost

Minggu, 20 November 2016

Sebungkus Cinta

Sebungkus Cinta

Oleh; Nur M

Selintas terbayang tentang kau
Ketika cerewet tentang baju yang kukenakan
Ketika ikut ribut tentang kusamnya wajah

Dan

Ketika aku salah posisi duduk makan.

Ada...
Masih banyak
Sesuatu yang kau usik.

Aku kurang suka
Aku sedikit berduka.

Ah, itu hanya sebungkus cinta yang kau elus pada diriku, Bu.
Lembut, tak pernah kusut.

#Onedayonepost

HK, 22-11/2016.

Selasa, 15 November 2016

Tentang Saya

Dua puluh lima tahun. Tepatnya 3 April kemarin (silahkan yang mau sekedar ngasih ucapan atau doa). Hihi
Angka yang cukup banyak. Walaupun kata orang, setelah berkeluarga baru merasakan garam gulanya hidup. Iya sih.. Tapi, saya sudah sering nyicip garamnya. Hmm

Saya anak ke-2 dari 7 bersaudara. Ya, adek saya 5 ( Colek Iput ).

Saya hidup di tengah-tengah keluarga yang mengutamakan agama. Semenjak kecil orangtua getol banget nyuruh saya ngaji, sekolah madrasah. Jamannya SD, pulang sekolah makan, salat, terus berangkat sekolah madrasah. Abis ashar main. Maghrib berangkat ngaji pulang ke rumah selesai Isya. Hari-hari begitu... Hingga tak terasa usia semakin bertambah.
( oh iyaa.. Ternyata satu madrasah sama Kang Fery ). Lewat Odop, saya ketemu beliau.

Lulus SMP, saya melanjutkan MAN tinggal di Pesantren ( Cirebon ). Jadi pernah ngrasain derita ngantri kamar mandi, nyuci, beli laukan di kantin, nyetrika, dan ngantri pinjaman novel, hihi (Kalau libur pesantren). Pernah ngrasain riweh bagi waktu antara hafalin nadzoman, mengerjakan PR sekolah formal, setoran kitab, dan aktifitas lainnya. Pernah ngrasain galau karena isi dompet kosong karena orangtua telat bestel ( Jenguk ke Pesantren ).
Dan pastinya pernah ngrasain cinta. Aih.. hahaha. Ya, ngrasain aneh jika ketemu santri putra di luar Pesantren. Ups!

Selesai MAN, saya kembali ke rumah. Sudah merasa banyak merepotkan orangtua, jadi mencari kerja, dan dapet kerjaan di sebuah minimarket masih satu daerah, Indramayu. Karena lokasi tempat kerja meloksok, akhirnya saya ngkos. Ya.. Saya merantau lagi.

Kurang lebih satu tahun. Saya mengundurkan diri dari kerjaan. Saya mengambil keputusan pindah kerja di LN. Walaupun sebelumnya ketakutan melanda. Tapi, karena suatu hal (Lihat yang judul 'Gila Toga') saya nekat berangkat.
Akhirnya saya pisah lagi dengan keluarga...

Terhitung hingga sekarang, sudah 4 tahun saya tinggal di HK. Mencari recehan dollar. Hehe

Oh iya Fisik..
Wajah bulat, pipi melebar, nyaris tidak punya alis ( Saking sedikit ). Hidung? Tidak mancung, pun tidak pesek, pas-pasan. Warna kulit? Lumayan bening. Hehe

Ada yang ketinggalan. Nama...
Nur Musabikah nama lengkapnya. Akun medsos kok Musabbiha el Abwa? Iya.. Jadi, dulu menurut guru ngaji kecil, nama Musabikah tidak ada artinya dalam kosakata bahasa arab, Musabbiha ada. Beliau bilang lafadz tersebut ada dalam sebuah kitab fiqh. Pas saya ngaji di Pesantren, ternyata benar adanya.
Akhirnya saya bikin sendiri nama pena ( di Pesantren sering nyebut nama kunyah )dengan tambahan abwa, singkatan dari nama Ibu dan Bapak.
Jadi, ketika ngaji kitab temen-temen suka ribut  pas Ustad menyebut Musabbiha. Hehe

Cukup ya, semoga bisa menambah erat persaudaraan kita di ODOP.

Salam Ta'aruf,
Nur Musabikah.

HK, 16 November 2016.

#Onedayonepost
#TantanganPekan6

Sabtu, 12 November 2016

Dokter Cantik

Aliran semangat datang, ketika ingat masa sakit menapaki kerikil kehidupan.

Kurang lebih 4 bulan saya tinggal di daerah Parung. Ikut belajar bahasa asing dan keahlian kerja. Semuanya dilakukan untuk memenuhi persyaratan kerja. Ya, saya memilih kerja diluar negeri karena suatu hal.

Diakhir masa proses, saya ketiban musibah. Tiba-tiba saja, sakit. Padahal tidak lama lagi bikin pasport dan siap berangkat ke Negeri yang dituju.

Seperti bunga yang mau mekar, terombang angin besar. Antara jatuh dan tidak.

Bagaimana tidak risau, sakitnya bikin jalan susah. Telapak kaki kiri bagian belakang  terpaksa menumpu. Karena telapak bagian depan ada luka. Hingga sekarang saya tidak paham apa penyebab datangnya luka tersebut.

Karena tidak ingin berlarut dalam sakit, saya ijin periksa ke Dokter. Ada seorang teman yang mengantar. Dia sabar mengiringi jalanku yang pelan.

Singkat cerita, sampailah ke tempat Dokter. Setelah diperiksa, menurut dokter saya alergi makan. Tapi, aneh juga. Saya merasa tidak alergi makanan apapun.
"Nanti kalau obatnya habis dan lukanya belum kering kesini lagi ya... " Saya mengangguk. Pulang...

Hari-hari berikutnya, saya jalani aktifitas seperti biasa. Jalan masih dengan jinjit. Hawatir lukanya kena alas, pikirku. Dan mau tidak mau, saya harus kembali lagi ke tempat dokter.

Ibu muda berpenampilan modis dengan jas putihnya itu seperti biasanya melayani pasiennya dengan santun. Uraian rambutnya menambah keanggunan. Sapaannya terlihat kecantikan hatinya.

"Udah sedikit kering ko, pasti cepet sembuh," ujarnya.
"Tapi masih sakit, Dok."
"Yakin aja sembuh. Kalau udah kering sakitnya ilang," tambahnya.
"Tapi Dok, gimna kalau masih sakit. Saya kesini lagi ya..." Saya spontan ngeluh karena kehawatiran yang berlebihan.

Masih dengan sikap santunnya, beliau tersenyum, sibuk dengan resep obat.
"Yee.. Belum di minum obatnya udah berpikiran gitu. Yakinkan aja, bisa sembuh. Allah yang menyembuhkan."

Seketika, mulut saya terkunci. Tak sanggup menanggapi dokter cantik itu... Malu, sungguh!

**
Sakit dan sembuh itu dari Allah. Dokter dan obat hanya perantara.

*Onedayonepost, 13-09-2016.

>curhatan hehe

Jumat, 11 November 2016

Tantangan pekan 5

Dua Tahun yang lalu...

Hatiku tercabik ketika melihat semua jari tangan kering, ada beberapa robekan di setiap urat. Sedikit berdarah. Apalagi 5 waktu harus nyentuh air, wudhu. Rasa dingin menyebar keseluruh urat-urat, menggerogori kulit, menusuk hingga tulang rusuk.

Sreett!
Sakit sekali. Ketika bibir lupa tak dioles lap balm, kering kasar. Perih tak terperi. Akibatnya setiap makan asam atau pedas, sakitnya menghantam kembali.

Kulepas sarung tangan karena selesai nyuci piring. Rasa dingin menggelitik dari ujung jari. Kurapihkan meja makan, menaru kembali vas bunga dan tisu kotak. Dengan langkah berjinjit menapaki lantai yang dingin, aku pergi ke kamar untuk istirahat.

"Kaka...."
Tiba-tiba suara buboss menyetop langkahku. Belum sempat aku tanggap, ucapan selanjutnya menyeloroh, "Besok saya makan malam di luar, ga usah masak buat saya. Kamu besok nyuci kolam ikan ya... Udah berlumut tuh. Pake baju yang tebel supaya ga kedinginan."
"Baik," jawabku sedikit keras, karena dia dalam kamar.

"Tuhkan, resikomu kerja ginian... "
"Sabar, harus kuat dong. Ini kan pilihanmu..."
"Makanya, dari dulu ga usah milih kerja ginian. Enakan di kampung.."
"Bukannya niat kamu kerja disini bantu orangtua? Semangat!... "
"Siap-siap kamu! Besok kedinginan..."

Penghuni hati perang. Aku berusaha melerainya. Walaupun masih ada rasa sesal setelahnya. Ah, ini efek musim dingin. Bertambah dingin hati ini melebihi udara di luar sana.

*Onedayonepost

HK, 11-11-2016.

Kamis, 10 November 2016

Terima Kasih

Pepatah mengatakan, "Dimanapun kamu berada jadikan sebagai madrasah, Siapapun orang yang kamu temui jadikan sebagai guru dan waktu yang kamu jalani jadikan sebagai waktu belajar."

Selama saya hidup di tanah rantau, selalu inget pepatah tersebut. Banyak orang, tempat baru yang saya temui. Saya tidak mau hal-hal baru tersebut lewat begitu saja.

Ada hal unik ketika saya melihat kebiasaan orang sini (HK). Ya, majikan saya. Dia ini enteng banget mengucapakan 'terima kasih', kalau dalam bahasa kantonisnya emkoi, emkosai, toce, dan mungkin masih ada lagi. Padahal kalaupun dia tidak mengucapkan terima kasihpun tidak masalah buat saya. Toh, itu emang kerjaan saya. Malah saya ngerasa 'sungkan/malu' dia bilang terima kasih. Lha wong itu kewajiban saya, dan diapun ngasih gaji.

Ucapan terima kasih itu penghargaan, memberi energi positif   ke sesama.

*onedayoneost

14-11-2016.

Selasa, 08 November 2016

Air Mancur

Juli 2013, untuk pertama kalinya saya pergi ke Jawa Timur seorang diri. Karena urusan mendadak, memenuhi persyaratan kerja. Untung saja mimi bersedia mengantar saya ke Terminal. Saya lebih milih waktu malam untuk perjalanan.

Besoknya, sekitar jam 1 siang, saya sudah nyampe di Bungurasih. Di lanjutkan naik ojek ke tempat tujuan. Kantor masih buka. Tapi orang yang saya cari sudah pulang. Ahirnya saya bermalam di penginapan. Bukan hanya saya, banyak para calon pekerja yang sedang mengurus syarat-syarat atau belajar bahasa asing.

Hari kedua, pagi pagi saya sudah bertandang ke kantor. Berharap, cepat selesai dan cepat kerja. Tidak lama menunggu orang yang saya cari datang. Pak Erik namanya, pemilik PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) di daerah Sidoarjo. "Nanti kalau sudah beres, kamu sudah boleh pulang, Nur, " katanya setelah menerima berkas-berkas yang saya bawa. "Baik, Pak, "jawabku.

Akhirnya, sore jam 4 an saya sudah selesai urusan. Ketika itu, saya ada di Blitar, mengurus sesuatu di kantor Imigrasi. Merasa bingung karena hari sudah beranjak petang. Tidak mungkin langsung ke Bungurasih, mendadak cari tiket pulang ke Indramayu. Tak sengaja melihat tiket bis dari Bungurasi ke Blitar, saya lihat Malang tidak jauh jaraknya dari Blitar. Saya langsung capcus mengirim pesan seseorang.

Tak lama pesan balasan saya terima, "Boleh mbak, mumpung saya lagi bebas nih kuliahnya," jawabnya singkat. Umu, salah satu teman waktu dulu sama-sama nuntut ilmu di Cirebon.

Beberapa jam kemudian, di tempat yang sudah kami sepakati, kami bertemu. Dia bawa sepeda motor temannya, menjemput saya di terminal Arjosari. Lama tidak ketemu, bahagia menyelimuti kami.

"Kayak mimpi ih mbak," celotehnya sambil nyetir. Kami tertawa, menikmati perjalanan malam itu.
''Seneng deh, rasanya kaya di bestelin dulu kita di pesantren. Padahal umi sama abah belum pernah ke Malang tau. Eh, mbak nya malah duluan kesini," tambahnya sambil cekikikan. Saya di jok belakang balik cekikikan menanggapnya.
**

Tak terasa saya numpang ditempat Umu beberapa hari. Saya di ajak keliling UIN depan kost annya. Di ajak ke tempat jualan buku murah. Dan mencicipi makanan unik ala Malang, dan masih banyak lagi.

Yang saya ingat sampai sekarang, ketika saya diajak dia ke Alun-alun, kami duduk di depan air mancur. Rameh pedagang asongan mebuat kami jajan banyak. Anak kecil berlarian, pasangan muda mudi berdampingan dan beberapa aktifitas lainnya di keramaian malam.

Ditengah obrolan, Umu cerita tentang abahnya. "Saya salut mbak, sama Abah. Dulu jamannya kuliah dia nyambi dagang.." Saya mengangguk-angguk mendengarnya. "Huh, saya mah sampe sekarang masih saja minta uang sama orangtua," tambahnya.
"Abah pernah ngomong, hidup itu seperti air mancur. Berasal dari bawah kemudian ke atas, lalu kebawah lagi. "

Sambil ngunyah makanan, saya termenung mengartikan pesan Abahnya Umu. Mengajarkan saya untuk selalu ingat diri, walaupun posisi kita diatas kesuksesan, akan tiba saatnya kita akan dibawah lagi.  Ya, kematian, pintu utama untuk menjalani kehidupan sebenarnya.

#Onedayonepost

00:13 waktu HK, 8-11-2016 di tengah menggigilnya tubuh, karena musim dingin sudah mampir.

*Barusan dapet kabar dari  temanku bahwa anaknya meninggal karena kebawa arus sungai. Semoga syurga tempatnya ya dek....
Besok temanku pulang ke Indonesia, semoga dipermudah dan lancar, yang tabah ya mbak.. :'(

Luka

Ia adalah bentuk kesakitan disebabkan jatuh, benturan, dll. Bisa sembuh? Bisa, lama memang. Setelah diberi obat, dibalut kain,  masih ada jarak waktu sehingga ia mengecil, mengering kemudian menghilang. Iya hilang luka tadi, hilang rasa sakit. Tapi, ada bekas yang mungkin tidak bisa hilang. Warnanya beda dengan asli warna kulit. Suatu hari jika kita liat bekas luka tadi, pasti akan bergeming, "oh iya ya....ini kan bekas jatuh dulu." Ada rasa lega, karena kita bisa melewati rasa sakit.

Sama halnya dengan luka dihati, butuh proses untuk menghilangkan rasa sakit. Luka yang dibalut dengan nasehat-nasehat. Biarkan waktu mengalir, membawa pergi rasa pahit. Setelah memakan waktu lama luka itu hilang, rasa sakit hilang. Tapi suatu hari nanti jika kita meraba kenangan, pasti kita akan ngebatin, "Dulu, pernah sakit karena dia."
Kitapun lega, bisa melewati rasa sakit itu. Tanpa ada sesal dibelakang.

#onedayonepost
07062016

Rabu, 02 November 2016

Cinta Pertama

"Cepet ganti celana, jangan pakai rok!" perintahnya. Dia menyiapkan sepeda tuanya di belakang rumah. Memeriksa ban, jeruji, hawatir ada yang tidak beres.

Aku? Yang sedari tadi duduk di area dapur bergegas memenuhi perintahnya.
"Mau kemana, Ma?" Mama, panggilanku untuknya, suami ibu.
"Ke sawah, nengok. Pulang pas Maghrib, biar ga teklok puasanya."

Asik! Sebuah kebahagiaan bagiku diajak jalan-jalan. Apalagi ramadhan, nunggu maghrib kerasa lamanya.

Selesai ganti celana, aku yang masih umuran belasan tahun di angkat, duduk di kursi sepeda. Tangannya meraih kedua tanganku untuk megang erat dudukannya. Kemudian kedua kakiku diiket dengan kerudung Ibu yang tidak terpake. Agar tidak jatuh, katanya.

Semuanya siap. Mama mengalihkan penyanggak sepeda dengan salah satu kakinya. Dia sudah bersiap menaiki, membawa sepeda melaju kencang. Jarak antara rumah ke sawah 30 menit. Jalanan yang tidak begitu lebar, memaksa kami agar berhenti, bergantian kepada orang yang didepan untuk jalan. Jalanan yang asli masih tanah, membuat Mama turun dari sepedanya. Menuntunnya, menghindari tanah yang becek.

Angin dengan lembut menerpaku. Mengukir senyuman di wajahku melihat Mama. Memperlakukan gadis kecilnya dengan penuh cinta. Dari belakang kulihat punggung Mama yang mengeras sedikit bergoyah menyamai ayunan kakinya. Rambut ikalnya berlarian terbawa angin.

Sesampainya, Mama dengan cepat membuka ikatan dikakiku. Menurunkanku dan memparkir sepedanya di bawah pohon kelapa. Aku berjalan mengekor, melewati sungai kecil, berjalan nunduk di pematang sawah, hawatir ada ular. Pikirku saat itu.

"Kamu duduk disini aja ya, tunggu mama sampe balik lagi." Dia berjalan cepat, memenuhi keperluannya. Aku menunggunya di sebelah pohon pisang. Memandangnya dari jauh.

***
Cinta pertama dari seorang gadis adalah Cinta dari Ayah.

Tulisan ini ditulis hanya untuk mengobati rasa rindu kepada Beliau. Hehe Tidak tau ini tulisan masuk jenisan tulisan apa:D

#Onedayonepost
HK, 2-11-2016.

Senin, 31 Oktober 2016

Semangkuk Kuah

"Bakso.. Bakso... "

Suara pedagang keliling memanggil kami untuk merogoh dompet ibu. Habis ashar, waktu kumpulnya keluarga di Teras rumah. Saya dan adik-adik biasanya pulang sekolah madrasah, kecuali si kembar masih kecil.

"Mimi, beli dong, " ujar si Aris.
" Dua mangkok aja. Barengan ya.. "
Ibu dengan sigap memberi uang kertas ribuan. Biasanya saya suka makan bareng sama Yuyun, dan Nopi. Aris, Ma'ruf dan Nopa. Kami tidak pernah mengeluh makan bakso semangkuk bertiga. Hal itu sudah terbiasa. Kami malah merasa melihat ibu susah nyari uang.

Ada sepasang mata yang melihat kami lahap makan. Tidak sedikitpun bicara kepada kami kecuali, "Makanya hati-hati, pelan-pelan." Biasanya ucapan itu yang selalu beliau lontarkan karena mendengar kami ribut suara cekcok rebutan dan suara sendok beradu.

Selesai makan. Beliau basa-basi mengambil mangkuk kami, "Coba nyicip, katanya bakso punya mamang tadi enak."
Begitulah beliau, nyeruput kuah sisa makan kami sambil habis. Biasanya saya nyeletuk, "Kenapa tadi diam saja mi, ga makan barengan sama kita?" Beliau hanya tersenyum, entah senyuman yang tidak bisa dipahami.
***

Seorang ibu akan bisa makan sisaan anak-anaknya, tapi selalu merawat anaknya sampai dewasa tidak pernah dengan sisa tenaga yang dipunya. Selalu diutamakan. Walaupun kerjaan rumah menumpuk.

#Onedayonepost

HK, 1 November 2016

Jumat, 28 Oktober 2016

Tantangan Pekan Ketiga

       Manis Setelah Pahit
Penulis : Edi Mulyono
Penerbit: Diva Press
Tebal    :  100 hlm.


Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini, apalagi bersinggungan dengan materi. Hanya orang yang bersungguh-sungguh, sabar, berdoa yang akan meraih impian tersebut.
Buku ini menjelaskan sebuah perjuangan Penulis, merintis Diva Press. Awal menerbitkan buku hutang kepada sebuah percetakan besar di Jogja. Di sela-sela sibuknya menjalani Program Masternya beliau (baca:penulis) sering bawa tas ransel besar. Isinya buku-buku untuk dititipkan ke bakul baku sekitar UIN Jogja. Tak jarang, beliau selalu ditolak beberapa toko buku.
Beliau juga pernah mengalami penyesalan karena tidak bisa nebus kalung mahar punya istrinya yang digadai untuk keperluan penerbitan buku.

Ada kisah yang paling terharu, ketika di awal usahanya, beliau didatangi orang-orang sok kaya dari Jakarta untuk membeli buku-buku terbitannya. Dengan rasa gembira, beliau langsung menyiapkan kemudian memasukan ke mobilnya. Buku-buku tersebut ternilai 8 Juta. Tak disangka mereka membayar chas hanya 500 ribu. Sisanya mereka memberi BG (semacam chek). Beliau menerimanya.
Ketika mencairkan BG, petugas bank menjelaskan bahwa rekening tersebut sudah di black list. Jadi, BG tersebut tidak bisa dicairkan. Runtuhlah hati beliau. Pulang kontrakan, beliau mendapati istrinya menangis mendengar kisahnya. Istrinya ketika itu lagi hamil. Beliau juga tak lupa menghubungi orangtuanya untuk meredakan rasa sedih. Abah beliau menangis dan berpesan untuk bikin buku lagi, walaupun beliau dilanda kebingungan tidak punya modal lagi.
"Cong, kamu nanti malam shalat tahajjud yang lama, secapeknya kamu tahajjud, ya. Lalu berdoa pada Allah. Mohon bantuan Allah. Besok, kamu sholat dhuha ya."
( Hal.17-18).


Setelah  menuruti petunjuk abah, beliau pergi ke percetakan tempat langganan beliau. Karena merasa malu jika minta tolong ke langganan tersebut, beliau malah berhenti pas di jalan menemukan sebuah plang percetakan. Beliau masuk, akhirnya beliau diijinkan mencetak buku tanpa DP (hutang).
Masih banyak perjuangan beliau yang akan merobek hati pembaca. Disini saya memaparkan beberapa saja.
Setelah berkali-kali jatuh akhirnya beliau bisa berdiri sampai sekarang. Diva Press termasuk penerbit besar di Indonesia.


Ditengah-tengah kesuksesan beliau, ada renungan yang membuat beliau harus berpikir keras. Banyaknya naskah ditolak yang diajukan ke Diva Press. Ya, hampir 400 naskah yang masuk.
Akhirnya, beliau dan kawan-kawan muncul ide bikin wadah yang menyajikan materi menulis. Maka jadilah Kampus Fiksi. Awal digelar pada April 2013. Gratis. Peserta membludak. Banyak juga peserta dengan terpaksa beliau tolak, supaya lebih intensiv belajar.
Karena banyak banget peserta yang ditolak, beliau juga mengadakan kampus fiksi roadshow, menyebar ke beberapa kota di Indonesia.
Slogan KF begini: "Menulis bisa sendirian, tapi menjadi penulis butuh kawan-kawan."
(Hal. 62)


Di ahir buku, ada cerpen beliau. Kisah nyata beliau ziaroh ke makam ibunya di Makkah. Ya, ibunya meninggal ketika melaksanakan haji tahun 2010. Cerpennya mengalir, diksinya mewah dan pesannya syarat makna. Saya pun ikut menangis ketika pertama kali baca.
Banyak kejadian istimewa di Tanah Mulya itu.
Semoga bermanfaat.
#Tantangan
#Odop3
Causeway Bay, 30-10-2016.

Selasa, 25 Oktober 2016

Nastar Rasa Jomblo

Hari Minggu adalah hari bebas, libur kerja. Seperti teman-teman lainnya saya pun lebih suka kumpul-kumpul untuk sekedar ngobrol. Pagi itu, disebuah pertemuan, ada teman saya tidak biasanya bawa makanan bikinan sendiri.

"Ini mau ga, tapi ga tau enak gaknya. Pertama bikin." Dia menyodorkan sebuah kotak sambil memperbaiki jilbabnya yang miring.

"Saya duluan, ya... " Dian mengambil bulatan kuning itu.
"Hmm, kalau lidah Indonesia, ini kurang manis. Tapi kalau orang Hongkong yang makan, pas deh buat lidah mereka. Tapi oke lah, enak ko!" Dian mulai berkomentar.

"Emang di rumah majikan ada oven mbak?" tanyaku ikut nyicip juga.
"Ada, neng," jawabnya.
"Enak ya, bisa bikin-bikin kue. Enak ko mbak, cuman bentuk buletnya kurang cantik kalau buat dijual."
"Betul," Dian menimpali.
Mbak Ria tersenyum menanggapi kami. "Selainya juga ga manis ya, saya belum bisa bikin sendiri. Itu beli jadi," ujar Mbak Ria.

Tak lama datang Mbak Tya.
"Mbak, ini nyicip. Bikinan Mbak Ria."
Aku menggeser kotak itu tepat di depan Mbak Tya duduk. Dia mulai mengambil nastarnya. Wajahnya menampilkan ala koki-koki restoran.

"Ga ada rasa. Hambar,"celetuknya.
"Yeah, maklum  yang bikin belum nikah, belum ahli masak. Belum merasakan asin manisnya kehidupan. Disegerakan nikah, mbak. Biar hidupnya ga hambar kaya nastarmu," tambahnya sambil ketawa kecil.

Saya ikut tertawa mengutuk diri. Xixixi

Terkadang sebuah ledekan itu nasehat halus untuk kita. Jernihkan pikiran supaya pesan itu masuk.
Selamat  berkarya, mblo :D

#Onedayonepost3

HK, 26 Oktober 2016.

Sandal Terbaik

3 Oktober 2016, awal mengikuti tantangan Odop. Berarti sudah satu bulan lebih gabung Odop. Alhamdulilaah nikmat yang luar biasa, bisa kumpul sama orang-orang yang satu passion (nulis). Walaupun keteteran, harus bagi waktu antara kerja yang lumayan banyak, mengerjakan PR, NgJuz (kurleb 1jam) dan kesibukan lainnya.

Mencapai sesuatu, mustahil jika mulus-mulus saja. Sama saja dengan menulis. Jujur, saya sendiri sering drop karena mood lagi tidak karuan, lihat tulisan member odop lainnya yang lebih bagus dan sehari full kerja. Hhh terbersit, pengen banget out dari grup. Hehehe

Tapi, setelah saya tengok lagi niat awal. Saya bangkit. Ya, niat meninggalkan jejak untuk keluarga, menyampaikan pesan kepada mereka. Apalagi setelah baca pesan Bang Syaiha, founder Odop, katanya, "Nulis di blog itu untuk latihan, biar disiplin. Selain itu agar banyak orang yang tahu kita penulis. Itu pasar kita menjual buku, kelak."

Hening baca pesan beliau...

Lain halnya dengan Mas Heru, member Odop 2. Beliau berpesan, " Jangan ditunda, tulis saja. Jangan takut tulisan kita jelek. Ini tahap belajar kok. Bukan kirim naskah ke penerbit." Ya, tahap belajar. Rasanya seperti anak kecil sedang merangkak meraih sesuatu. Jatuh bangun jatuh bangun dan seterusnya....

Semoga tulisan ini, bagi saya pribadi sebagai sandal terbaik untuk melindungi ketika melewati kerikil selama perjalanan menulis.

#onedayonepost.

HK, 09-11-2016

Motivasi Menulis

Di sebuah acara seminar kepenulisan, Sang mentor ditanya oleh salah satu audiens.

"Mas, kenapa selama ini selalu menulis tentang perempuan?"
"Karena sampe sekarang Allah menganugrahkan anak kepada kami yang semuanya perempuan. Saya harap, buku-buku tersebut mejadi penasihat dan penyemangat bagi kehidupan mereka kelak."

***
Sudahkah kita menulis sesuatu untuk memberi nasehat kepada keluarga??

HK, 24 oktober 2016.

#onedayonepost
#Batch3

Aku dan Menulis 2

Kenapa ikut lomba?
Bagi saya lomba itu, moment kepepet untuk bisa menulis. Dengan waktu yang disediakan panitia kita dituntut untuk menghasilkan tulisan baik.

Untuk kedua kalinya, saya menantang sendiri ikut lomba nulis. Kala itu, yang mengadakan sebuah komunitas penulis dari TKI di HK. Ada lomba cerpen dan menulis di blog dengan tema sebuah buku. Saya lebih memilih yang kedua, karena saya merasa masih kaku nulis cerpen.

Komunitas tersebut mengadakan acara bekerja sama dengan salah satu penulis Indonesia.  Lomba point kedua pun harus ambil tema dalam buku terbitan beliau, yaitu buku kumpulan tulisan TKI HK. Isinya tentang perjuangan menggapai impian mereka.

Dengan modal 'asal ikut' karena ingin mengasah ilmu nulis, jadilah saya mulai mengisi blog. Padahal sebelumnya, jarang sekali buka-buka.

Tidak disangka, pas pengumuman tulisan saya diapresiasi sebagai juara 2. Itupun saya tidak datang ke acara karena ada kesibukan. Jadi, ada teman yang mewakili maju ke pentas menerima penghargaan.

Bahagianya...

Jangan takut menulis, jangan takut menyampaikan pesan.

#onedayonepost
#batch3

HK, 26-10-2016

Sabtu, 22 Oktober 2016

Aku dan Menulis

   Suatu hari, ketika aku jalan-jalan di Facebook ada info yang membuat mata melotot. Aku fokus ke tanggal yang tertera dalam info tersebut. Tiga April? Ah, itukan tanggal istimewaku. Moment dimana aku harus bersyukur masih diberi umur, moment dimana aku harus bertanya apa saja yang sudah aku lakukakan untuk diri, keluarga, orang-orang sekitar, agama, bahkan negara. Hmm muluk sih :D
    Info tersebut adalah lomba menulis khusus TKI HK. Temanya 'sepenggal kisah perjalanan hidup' dan deadlinenya tanggal cantik tersebut. Aku langsung bertekad diri, harus ikut lomba, "Niat mau menghasilkan tulisan dihari spesialku," janjiku saat itu. Sedikitpun aku tidak mengharapkan menang. Karena memang ilmu  menulisku masih cetek.
  Hari demi hari aku sibuk dengan bahan tulisan. Hanya demi ingin menghasilkan tulisan di umur yang baru.
Singkat cerita, naskah sudah diserahkan ke panitia. Aku tidak mempedulikan pengumuannya. Padahal, sudah diinfokan tempat acara Komunitas tersebut. Aku tidak mau tahu menahu. Yang penting aku menulis.

Seminggu lebih (kalau tidak salah), Aku diingatkan  oleh salah satu anggota komunitas trsebut -yang ngadain lomba- update status beserta foto berita dikoran. Iya, foto tersebut memuat berita acara komunitasnya. Iseng saja aku ikut baca, tidak disangka ada pengumuman lomba menulis disana. Diparagraf terakhir aku menemukan sebuah nama yang tak asing 'Juara 2 Nur Musabikah dengan judul bla bla bla'. Aku terkesima, belum yakin benar dengan apa yang dilihat.

Akhirnya aku screenshot, langsung ditanyakan sama si pembuat status, temanku sendiri. Dia tidak tahu itu nama lengkapku. "Oh itu nama kamu ya Ka, kenapa pas acara ga hadir? Mohon maaf ya, kalau ahad nanti libur ketemu sama Mbak Kitti, ketua panitia." Aku tersenyum geli baca pesannya.

Waktu yang ditunggu tiba...

Sore, selesai sholat ashar aku ke Victory Park menemui Mbak Kitti.
"Ini sertifikat dan penghargaannya, lama sih kamu ga ngambil. Kaka jarang libur ya? katanya.
''Libur terus mbak. Saya kelupaan nyari tahu info pengumuman lomba," jawabku cengengesan. Tak lama aku dan mbak Kitti foto bareng, mengabadikan moment bahagia itu.
Memandang plakat terbuat dari kaca terukir tulisan 'Juara 2, Lomba sepenggal kisah perjalanan hidup. Di bawahnya tulisan Hongkong 1 Mei 2014, rasanya bahagia banget. Sebuah moment untuk penyemangat dikala aku malas menulis.

Secercah senja hadir dibelakang pepohonan taman Victory, menebar ronanya yang indah. Seindah hati dan karyaku waktu itu.

#Odop
#Tantanganpekan3
#Analogi

22-10-2016.

Selasa, 18 Oktober 2016

Obat Malas

"Mbak, minta daftar bedah tulisan dong. Saya cari ga ketemu."

Sebuah pesan WA masuk dari member Odop. Saya bergegas nengok group, manjat, melewati beratus-ratus obrolan. Setelah beberapa menit, chat yang dituju ketemu. Tidak lama, saya bintangi dan copas kirim ke dia.

"Saya lagi males nulis. Ga tau kenapa, mungkin sibuk karena kerjaan."

Tiba-tiba pesan itu meluncur dari ketikan tangan saya. Tidak diduga dia bales dengan kegalauan juga, sama-sama lagi males menulis. Tidak hanya itu dia juga bingung mau menulis apa, tidak ada ide, sampai  merasa berat menulis.  Saya mengangguk paham, baca chatnya.

Lama kita ngobrol, sampai akhirnya saya ingat pesan dari buku 'tips menulis'.  Buku tersebut saya beli diawal-awal mau belajar menulis.
Kurang lebih begini, "Bayangkan besok anda dicabut nyawanya oleh malaikat izroil. Apa pesan yang akan ditulis untuk orang lain, minimal keluarga."

Pertama kali baca pesan tersebut, saya nangis, merasa takut. Merasa pesan itu manjur, sayapun sampaikan juga ke dia. Walaupun niat awalnya pesan itu untuk saya sendiri.

Entah, sampe saat ini, tangan rasanya tak bernyawa, berat untuk menulis. Huhuhuhu

#Odop
#Batch3
18-10-2016, 00:15 waktu HK.

Kamis, 13 Oktober 2016

Dua Perempuan

Dua perempuan masuk terburu-buru. Berebut tempat duduk yang masih kosong. Kereta melanjutkan perjalanannya setelah semua penumpang masuk. Ada beberapa kursi yang kosong, tapi ada saja yang lebih memilih senderan di tepi jendela.

Aku yang tak jauh duduk dari dua perempuan tadi, terusik karena obrolannya. Suara pertama ndesah resah, suara lainnya tetap pada pendiriannya. Pagi itu MTR --sebutan untuk kereta listrik-- ,lumayan lengah, tidak terlalu sumpek seperti biasanya.

"Wis, pokoke aku tetep muleh!" Suara perempuan jilbab merah, sambil nutul androidnya. Kemungkinan umurnya masih 30an.
"Majikanku suruh nambah kontrak. Pinter banget dia. Update terus berita. Tak pikir-pikir lagi lah," Perempuan yang lebih muda ini sangat gelisah. Rambutnya menjuntai panjang ke bawah.

Tidak sengaja mendengar obrolannya, akupun ikut bersuara. Cuman dihati, "Ga ngaruh lah mau nambah apa kagak. Lha gajihku dari dulu udah tambah."

"Terserah koe nduk. Koe neng Hongkong wis sui. Ga pengen berkeluarga apah? Ngejar dollar terus ya ga da selesai-selesainya. Toh, tiap tahun pemerintah akan menaikan gajih kita. Aku wis mbulet, ahir taun iki muleh. Kumpul keluarga," matanya fokus ke perempuan disampingnya, gadis t-shrit kuning. "Kerja itu jangan ngejar banyaknya gajih, tapi berkahnya," tambahnya. Sedangkan si gadis  sibuk nyari sesuatu di tasnya sambil mengangguk-angguk, tanda setuju.

Merasa sedikit direspon, Perempuan berjilbab itu mengalihkan pandangan ke android kembali. Mereka diam. Hilang suara mereka. Hanya tersisa suara mesin kereta dan obrolan kecil dari penumpang lainnya.

Aku kembali fokus dengan bacaan yang sedari tadi terabaikan. Larut dalam cerita penulis.

"Next station Causeway Bay... "
Suara lembut dari operator kendaraan cepat kilat ini membuyar aktifitasku. Dengan sigap kututup buku, menyimpannya dalam tas.

Kereta berhenti. Aku keluar bersamaan dengan orang-orang yang jalannya hampir seperti kereta listrik. Kulirik ke belakang, ternyata mereka juga ikut keluar. Dalam hiruk pikuk stasiun, pikiran kembali teringat obrolan hangat mereka.

"Aku harus bersyukur, punya majikan yang baik. Belum waktunya naik gajih, udah naik duluan," batinku, memujiNya. Aku mempercepat langkah, meninggalkan mereka, perempuan berjilbab dan si gadis.

#Onedayonepost
#batch3

Tulisan ini tugas pekan kedua, berita booming. Saat ini dikalangan TKI Hk lagi rameh gajih naik. :)

Maaf, telat...
15-10-2016,01:45 Waktu HK.

Sebuah Obrolan

Hidup di perantauan paling bahagia jika ngobrol sama kawan lama, walaupun lewat medsos. Sebut saja namanya Ade, kawan saya dulu di Sekolah Menengah (MAN:Madrasah aliyah Negri). Sekolah kami terletak di Cirebon. Tepat di komplek pondok pesantren. Kami pun tinggal di ponpest selama sekolah.

Seperti biasanya, obrolan kami -selama saya di perantauan- tidak jauh dari nostalgia  hidup di ponpest. Mulai dari kebiasaan selama nyantri sampai ngobrolin kawan-kawan lain yang udah nikah. Terkadang jika ada berita booming di tanah air yang saya tidak ngerti, saya tanya dan Ade dengan senang hati jelasin. Hehe

Pernah pada suatu obrolan, Ade cerita tentang teman kantornya. Intinya sih, doi kagum sama temannya itu. Ada pesan yang menurut saya sangat sayang kalau lupa. Walhasil saya harus menulisnya di sini. Ya, walaupun tulisan saya masih ecek-ecek.

"Jadilah orang baik, maka kelak kau akan temukan orang baik di waktu baik."

Itu pesan dari Ade. Eh, lebih tepatnya pesan dari teman kantornya Ade. Hehe.
Bagi saya pesan tersebut banyak mengandung arti. Jadilah orang baik, maka kelak akan kau temukan orang baik, entah itu jodoh, partner bisnis, atau pembeli mungkin suatu saat jika jadi penjual.

Orang baik bukan hanya melingkup perbuatan saja, ucapan juga. Nah,  point ucapan kadang-kadang saya juga keceplosan. Mungkin pas sama teman, kita becanda, tanpa sengaja kita ngomong ga enak, tanpa sadari kita bikin tidak enak sama teman kita. Ini juga alasan kenapa saya harus nulis disini, tidak lain sebagai pengingat  pribadi.

Update status di medsos termasuk ucapan. Pernah malu jika kita buat status di medsos mengajak kebaikan? Hawatir sok jaim lah, sok tua lah dan sok sok lainnya. Saya juga pernah. Tapi, coba aja rubah pola pikir kita. Dengan kita tulis nasehat-nasehat tersebut, itu sama saja kita nasehatin sendiri dan pastinya sebagai pengingat.

Ahir kata, semoga tulisan ini bermanfaat. Bagi saya, ini pengingat dikala lupa. Yuk, berbuat baik..... |

#Onedayonepost
#Batch3

Lok Fu, 13 Oktober 2016

Rabu, 12 Oktober 2016

Jaga Hati

Oleh: Nur Musabikah

Untuk kau
Yang sedang mengejar waktu
Memenuhi segala kebutuhan
Menambah kurangnya kesholehan

Aku tahu
Kau sakit dikala melihat mereka berduaan
Kau risih dikala melihat wanita cantik
Kau benci dikala shubuhmu kesiangan

Aku tahu
Kau susah payah bekerja keras
Untuk membantu orangtuamu
Untuk menabung, biaya menghalalkan wanita pilihanmu
Untuk memikirkan masa depanmu

Ketika mentari bersinar
Semangatmu mulai hidup
Ketika bintang memancar
Matamu kian meredup
Melepas lelah yang tak pernah kelar
Menjemput mimpi yang belum kau dekap

Untukmu....
Jaga selalu hatimu.

#Harike7
#Onedayonepost

Hongkong, 12 Oktober 2016

Jumat, 07 Oktober 2016

Tentang Keikhlasan

              ''Ada kasih yang mengalir, ketika kita dekat dengan orang yang ikhlas.
             Mencintai, menyayangi, dan melakukan sesuatu tanpa pamrih.''
                        (Nazma, Lampung)

            Apa yang terbesit ketika kita bicara ikhlas? Mungkin anda menyebutkan satu persatu kata untuk mengartikan ikhlas. Saya pribadi, pernah mendengar tausiyah Alm. Uje, menurut beliau ihklas itu hanya Allah dan pelakunya--orang yang ikhlas-- yang tahu.  Saya ingin berbagi kisah, mungkin ini bisa mencerahkan anda khususnya saya, tentang keihklasan.

     Namanya Nazma, ibu dari dua anak ini kerja di Hongkong kurang lebih 4 tahun. Pastinya banyak pahit dan manis kehidupan yang ia alami. Pahit kehidupan membuatnya lebih kuat menghadapi ujian. Manisnya membuat dia pandai bersyukur menjalani kehidupan dariNya.

   Pertengahan Mei 2013, Wanita asal Lampung ini selesai finish kontrak kerja selama 2 tahun di majikan ketiga. Dia berniat pulang ke Indonesia seterusnya, tidak kembali kerja ke Hongkong lagi. Dalam peraturan kerja, dua minggu sebelum visa habis, pekerja sudah boleh keluar dari rumah majikan. Begitupun dengan Nazma, dua minggu bebas. Dia memutuskan untuk tinggal di Kost an temannya.

   Kebetulan tanggal 15 dan 16 Mei, Koperasi yang dibawah naungan Dompet Dhuafa Hongkong (Dulu,2013) mengadakan seminar, mengundang motivator yang terkenal di Indonesia. Tidak lain untuk memberi bekal teman-teman TKI kelak pulang kampung. Nazma menawarkan diri untuk mendampingi beliau -motivator- selama di Hongkong, dan panitia meyetujuinya.

Sang Motivator membawa dua bidadarinya ke Hongkong. Ibu dan mamah mertua. Jarak antara kostan Nazma dan tempat mereka lumayan dekat. Biasanya Nazma jalan kaki menjemput mereka untuk menemani jalan-jalan ke tempat tertentu. Tak jarang juga Nazma membelikan makanan halal untuk mereka. Semua hal dilakukan Nazma dengan senang. Karena kebetulan Sang Motivator idolanya.

Hari H pun tiba, pagi-pagi sekali Nazma ke hotel Wanchai langsung ke tempat seminar. Singkat cerita, acara selesai, ditengah sang motivator sibuk membubuhkan tanda tangan dibuku peserta, beliau  memberi Nazma sebuah buku. Tak lain buku barunya. Selesai acara, Nazma mengantar beliau ke hotel untuk istirahat, karena sebelumnya beliau ngisi acara yang sama di Korea. Malamnya membelikan makan malam untuk mereka.

Nazma juga bercerita, katanya pernah nganter Sang motivator dan keluarga ke Shenzhen, Macau dan tempat lainnya. Tidak ketinggalan menemani belanja, beli oleh -oleh untuk keluarga di  Indonesia.

Beberapa hari kemudian, Sang Motivator dan keluarga pulang. Nazma mengantarnya ke Bandara, setelah pagi-pagi sudah bantu menyelesaikan Check out di Hotel. Ada rasa kehilangan dalam diri Nazma. "Serasa sudah kenal dekat," ujarnya.

Di perjalanan menuju Bandara, Sang motivator memberi sebuah amplop kepadanya. Nazma enggan terima, tapi kata ibu beliau, "Rezeki, ga boleh ditolak." Nazmapun menerimanya. Melepas mereka pergi, untuk kembali ketemu keluarga.

Di perjalanan pulang, Nazma membuka amplop tersebut. Terlihat uang kertas $100an. Kemudian menutup kembali, dan menikmati perjalanan pulang ke Kost.
***

Suatu hari, ketika Nazma sedang beneres lemari, tak sengaja Nazma menemukan amplop yang dulu dikasih Sang Motivator. Nazma hampir lupa. Niat mau mengambil uangnya, tiba-tiba Nazma terperanjat melihat isinya, "Ya Allah, banyak banget, alhamdulilaah." Akhirnya Nazma menggengam uang tersebut, terlihat ada dua kertas $100, dan dua kertas $1000an.
Ya, jumlah semuanya  $2200,
"Saya sering banget menemani tamu dari Indonesia, tapi  kali ini. lain. Selama menemani mereka  penuh cerita dan pelajaran. Apalagi pas melihat isi amplop yang mereka kasih, apa ini balasan dariNya untuk orang yang ihklas? Entahah," kisahnya mengahkiri obrolan saat itu.

#Harike6
#Onedayonepost

Pintu Hijrahku


       
Jika ada yang bilang TKI Hongkong ada yang lesbian, itu fakta! Benar sekali. Aku salah satu dari mereka. Aku pernah terpelosok di dalamnya. Aku pernah tersesat di jalanNya, Astaghfirullahal'adziiim.

Tahun 2010 aku merantau untuk mengais rezeki. Cerita manis yang berbuah menggiurkan dari tetangga itu alasan aku merantau ke Hongkong. Kebetulan orang tua merestui. Di kontrak pertama, jobku jaga nenek yang  dirawat di panti jompo. Dari pagi sampe sore ke panti, pulang ke rumah masakin untuk majikan (anakna nenek). Setiap libur dikasih setengah hari sama majikan, hari sabtu. Ya, hari sabtu, tidak seperti teman-teman TKI lainnya yang libur hari minggu.
     Setiap liburan datang, aku pergi jalan jalan dengan gebetanku. Ya, gebetanku seorang perempuan. Aku yang bertampil maco layaknya laki laki, pake jeans dengan kemeja. Dan dia bertampil cantik. Sebenarnya gebetanku ini temen aku sendiri waktu masih di PJTKI ( Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Saking deketnya, perhatian itu lebih seperti sepasang kekasih. Apalagi pas ketemu lagi di Hongkong, dan dia lagi patah hati karena di putusin sama calon suaminya. Aku iba, entah rasa itu muncul. Tiap liburan kami jalan jalan ke mall,  nongkrong bareng, makan bareng suap suapan yah layaknya orang pacaran. Setiap hari kerja, kami tak ketinggalan komunikasi, disela kesibukan kerja, kami telfonan.

Pada suatu waktu di hari libur, kejadian terburuk hampir aku alami. Aku hampir ciuman sama gebetanku, aku tolak! hati kecil ini seperti melarang aku melakukannya. Alhamdulilaah ciuman itu ga terjadi. Padahal mukaku dan muka dia berhadapan sangat dekat.
 
Semenjak kejadian itu, aku bertanya  tanya, kenapa aku tolak? Seperti ada energi kuat yang mencegahku untuk melakukan hal negatif.

 Akhirnya, ketika jalan jalan sendiri di Victory Park, aku menemukan artikel tentang lesbi di sebuah majalah islam. Di artikel tersebut menjelaskan bahwasannya dosa orang yang lesbi itu tidak di tanggung oleh diri sendiri tapi juga orang tua. Akhirnya setelah itu aku menjauhkan diri dari dia. Dia pun mengerti tidak mau melihat aku masuk lebih jauh dalam dunia lesbi.
  Jika libur tiba, aku selalu sendiri. Kemana mana selalu sendiri. Apalagi setelah 3tahun aku kerja, si nenek meninggal. Liburku ganti hari minggu. Aku isi dengan ikut kursus inggris dan komputer. Aku berusaha memperbaiki diri dengan mengikuti pengajian, seminar management hati dan lain lain. Butuh waktu lama aku memutuskan untuk berhijab. Semua aktifitas positif yang ku lakukan untuk menjauhi pergaulan lesbi. Akhirnya aku pun menikmati kegiatan tersebut.
  Empat bulan setelahnya aku sudah mulai berhijab. Walaupun make jilbab asal nempel, pake kemeja panjang, dan bawahan pake jeans. Intinya masih jauh untuk benar benar jadi muslimah. Tak jarang di setiap sholat malam, aku menangis karena dosa ku. Memohon ampunanNya.
   Di suatu hari, aku melihat temen temen TKI yang berpakaian syar'i. Cantik di lihat, anggun di pandang. Akhirnya aku belajar meniru mereka, awalnya ribet dan ga betah. Tapi lama kelamaan aku nyaman memakainya.
  Segala puji Allah, sekarang aku sudah di Indonesia kumpul kembali bersama keluargaku. Masih istiqomah memakai pakaian syar'i. Padahal sebelum berangkat kerja di Hongkong, auratku masih terbuka. Bagiku Hongkong bukan tempat menagis rezeki semata. Tapi sebagai pintu hjrahku menuju ridho-Nya.

*kisah nyata yang dialami oleh sahabat penulis.

#Hari ke5
#Onedayonepost

Kamis, 06 Oktober 2016

Muhasabah Diri

Jika kamu datang
Aku bahagia sekali
Sungguh, Aku tidak bohong!
Tapi...
Rasa sedih juga ikut nimbrung

Jika kamu muncul
Orang-orang tak kukenalpun ngumpul
Seperti saudara, yang tak lama kumpul

Walaupun kamu datang setahun sekali
Bagiku itu sangat berarti
Untuk bisa lebih memperbaiki
Agar bisa lebih dekat pada Robbi

Walaupun kamu datang setahun sekali
Kamu bikin hati terperi
Mengingatkan apa saja yang aku beri
Kepada keluarga, kawan dan sesama insani

Aku selalu menunggumu, sayang
Berharap orang yang terdekat semakin sayang
Di usiaku yang terus berkembang
Oh, Hari lahirku....

#HariKe4
#OneDayOnePost

Lok Fu, Muharram 1438 H.

Rabu, 05 Oktober 2016

Toko Roti di Hari Lebaran

  Dompet Dhuafa cabang Hongkong, tempat pilihan saya untuk mengisi waktu libur kerja. Satu-satunya lembaga sosial yang resmi di Negri beton ini memberikan banyak sekali kegiatan sebagai bekal untuk TKI kelak pulang kampung. Kurang lebih 3 tahun saya gabung  untuk bantu-bantu jadi amil zakat. Donaturnya dari WNI yakni TKI HK.

Tidak jarang  lembaga yang mulai berdiri tahun 2004 ini mendatangkan Ustadz dari Indonesia untuk berdakwah, menguatkan Islam di tengah-tengah mayoritas non muslim. Biasanya, ustadz-ustadz ini disebar ke berbagai organisasi-organisasi islam TKI. Indah, ya..

Setiap lebaran, Selain kedutaan dan masjid-masjid setempat, DDHK pun mengadakan sholat Ied di berbagai tempat sampai daerah yang jauh dari pusat kota Hongkong. Kami bekerja sama dengan organisasi Islam setempat.

Idul fitri kemarin, kebetulan saya diminta untuk mendampingi ustadz, imam sholat.
"Dik, nanti kasih tahu saya kalau pas lebaran nanti libur ya, bantu saya untuk nganter ustadz," pesan lewat WA dari Mba Umi, ketua pelaksana Sholat.

Jauh sebelum lebaran saya sudah ijin majikan, tapi dia masih belum memastikan, "Ga sekarang saya kasih tahu ya. Saya dan suami kerja, lha si Nenek sama siapa kalau kamu keluar, sholat?" Jawabnya.
"Oke, saya tunggu." Padahal, saya galau banget dapet jawaban gitu dari majikan. Merasa digantung! Husnudzhon saja, pikirku saat itu.

Singkat cerita, Setelah makan malam biasanya mereka kumpul di ruangan tv. Saya memberanikan diri sekedar untuk mengingatkan. Karena jauh-jauh hari saya udah ijin minta libur pas lebaran. Tapi, dia tidak memberi jawaban dan besok idul fitri tiba.
"Besok gimana?" tanyaku sambil bawa lap untuk ngelap meja.
Majikan masih sibuk dengan ponselnya di sofa. "Iya, nanti saya lagi tanyain ke kakak saya. Bisa ga dia maen ke rumah jaga nenek selama kamu diluar," jawabnya sambil fokus ke layar ponsel.
"Baik, saya tunggu." Saya berlalu ke dapur, nyuci piring.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara dia menelfon seseorang. Saya harap dia ngobrol sama kakaknya. Suaranya semakin menjauh, saya tidak bisa mendengarnya. Mungkin dia pindah ke kamar dari sofa.

Selesai kerjaan dapur, saya buru-buru mandi ngejar waktu isya.
Tidak sampai saya masuk kamar mandi, majikan memanggil. Saya menemuinya di kamar. Akhirnya dia mengijinkan saya keluar untuk sholat Ied, "Asal sebelum pergi belikan roti untuk sarapan nenek ya. Pulangnya nanti jangan telat, jam 1 siang udah di rumah lagi," pesannya, diakhir obrolan.
"Baik," jawabku, nurut. Bahagia tapi bimbang.

Setelah mandi, isya-an, saya langsung hubungi Mbak Umi. Kata beliau jam 7 harus sudah sampe kantor. Karena jarak ke tempat sholat Ied jauh. Untuk menghilangkan rasa bimbang, sayapun tanya beberapa teman, toko roti buka jam berapa. "Di tempatku jam 6, tapi ga tahu ya di tempatmu," Salah satu teman menjawab.

Saya tidak peduli, yakin aja besok jam 6 udah buka, husnudzon. Ada Allah menolong. Malam itu saya tidur awal, terdengar suara agung takbiran kampung, jauh dari relung hati.

Paginya, setelah sholat shubuh saya sudah berpakaian rapih. Kemudian sigap turun dari flat. Menuju toko roti langganan nenek, dari jauh sudah keliat lampunya, pertanda sudah buka. Setelah di depan toko, saya ngerasa aneh melihat tempatnya belum ada roti satupun, "Belum matang," kata si kasir yang sibuk di depan komputer.

Jalanan becek karena gerimis. Saya masih terus berjalan ke toko roti selanjutnya dan ternyata masih tutup. "Duh," keluhku saat itu. Samping belokan toko tersebut ada toko roti, sayapun kesitu, sudah buka. Ketika saya masuk tokonya, ternyata cuman beberapa jenis yang sudah matang. Ada rasa khawatir roti kesukaan nenek tidak ada.

Mataku langsung tertuju pada tumpukan roti yang tidak begitu banyak. Langsung saya raih kemudian di taruh sebuah wadah dan langsung mengarah kekasir.
"Akhirnya nemu," syukurku. Ada rasa lega di dada...

Singkat cerita, selama 45 menit perjalanan, saya sudah keluar dari stasiun MTR -sebutan untuk kereta listrik- menuju kantor DDHK, tempat ustadz menunggu. Saya berpapasan dengan ustadz lainnya dan didampingi sama salah seorang teman, "Mbak Kaka, ya? Udah ditunggu ustadz tuh," sapa ustadz lain sambil jalan, berlalu. "Hati-hati dik," ujar Mba Siti, pendamping ustadz Rohman. Saya mengangguk, mengiyakan.

Tak lama, saya nyampe dan kami segera meluncur ke tempat tujuan, Tai Wo Hau, butuh waktu 45 menit dari Cause Waybay, kantor kami. Pertama masuk kereta banyak muslim-muslimah berjubelan memenuhi ruang tiap sudut kendaraan cepat itu. Bisa ditebak, kami berdiri menikmati perjalanan. Setiap ketemu muslimah Indonesia kami saling senyum, berbagi kebahagiaan di hari Fitri.

Tepat satu stasiun sebelum Tsuen Wan, kami turun. Menyusuri koridor menuju pintu keluar. Tidak jauh dari stasiun, kami berhenti di sebuah taman yang sudah rameh jamaah sholat Ied. Panitia menyambut kami, mempersilahkan duduk. Kemudian salah satu diantara mereka menyerahkan mix kepada Ustadz. Saya iseng liat jam tangan, ternyata kami tidak telat. Gerimis masih setia, untung tempat sholat kami pas di bawah jembatan taman.

Ustadz memulai mengagungkan kalimat takbir. Kami mengikutinya. Banyak wajah di depan saya nunduk, tangannya memegang tisue, sesekali nyeka air yang keluar dari mata. Ya, mereka termasuk saya merasa sangat rindu bisa merasakan hari fitri di Tanah Air. Jamaah kurang lebih 200 orang itu hidmat, menikmati gema takbir yang dipimpin Ustadz.

"Husnudzon kepadaNya sama saja percaya dengan kekuasaanYa, pun sebaliknya."

#HariKe3
#OnedayOnePost
5 Oktober 2016

Selasa, 04 Oktober 2016

Penjual Toge dan Biskuit

    Jam tujuh pagi, biasanya saya mulai kerja. Nyapu, ngepel, bikin sarapan buat nenek ( Ibunya majikan). Kurang lebih jam sepuluh kerjaan kelar, kemudian dhuha dan langsung ke Pasar. Jam-jam segitu emang waktunya belanja keperluan masak, jadi tidak heran ketemu banyak teman-teman sesama Indonesia. Jangan heran lagi, biasanya mereka juga sibuk dengan android masing-masing. Ya, telfonan dengan keluarga di Kampung. Apalagi, mereka yang banyak kerjaan. Jadi ga sempet telfonan selama di rumah majikan.

Ada salah satu penjual langganan saya. Kalau dilihat-lihat, mereka -penjual langganan- selau ngasih harga yang lumayan tidak murah. Tapi, ga tahu betah aja beli sama mereka. Kenapa? Karena mereka ramah, kadang-kadang ngajak ngobrol. Dari obrolan tersebut akhirnya mereka berani nanya banyak sama saya.

"Amui, kenapa selalu tutupi kepalamu? Make baju dan celana panjang juga," tanyanya suatu waktu.
"Iya, saya kan muslim. Jadi harus menutupi semua anggota badan kecuali muka sama telapak tangan," jelasku dengan sedikit susah pake kantonis.
"Oh. Emang ga panas?"
"Ya, enggak! Di Indonesia jauh lebih panas dari Hongkong," jawabku diakhiri cengengesan. Diapun terangguk-angguk.

Jujur sih, udah sering banget saya ditanyain masalah hijab sama mereka yang bermata sipit itu. Wajar kalau musim dingin. Masalahnya kalau musim panas, mereka kaget, katanya aneh.  Dulu saya sempet diledek sama supir taksi. Hehe

Kembali ke penjual langganan saya. Mereka ini bertiga, ada kemungkinan bersaudara, liat dari mukanya. Dua perempuan dan satu laki-laki. Umurnya? Hampir setara! Mungkin kurang lebih 40an. Resep saya ngeliatnya, rukun banget. Bahagia ya kalau kita kerja bareng-bareng sama keluarga. Gak kaya saya *Plak!

Selain ngobrol, mereka sering ngasih saya makanan. Cuman biskuit sih, satu bungkus lagi. Tapi, namanya juga pemberian, saya sebagai penerima bungahnya minta ampun. Apalagi si pemberi orang lain, bukan keluarga atau majikan kita. Bener ya, bahagia itu ketika kita memberi. Iya, ikut merasakan melihat si penerima bahagia. Terkadang saya malu bin sungkan, pasalnya mereka sering banget ngasihnya. Nyaris tiap saya belanja kesitu. Padahal, saya cuman beli toge $5! Hiks

Berjalannya waktu, detik ganti menit, menit ganti hari dan hari ganti bulan. Saya masih setia belanja disitu. Ada kejanggalan ketika mereka ngasih saya biskuit.
"Ini, saya kasih kamu... "
"Iya, makasih. Togenya $5!"
Di sela kesibukan mereka melayani pembeli termasuk saya, ada sesuatu dipikiran yang bikin hati dan mulut menyampaikan padanya, "Kamu tau ga, hari ini saya udah ga boleh makan selama sebulan?" tanyaku pelan setelah pembeli pada bubar.
"Hamai kah?" tanyaya heran, matanya sedikit melebar. "Iya." "Terus kapan kamu boleh makan?" "Ntar jam 7. 15 menit."
"Wah, kamu hebat seharian ga makan. Tapi minum boleh ya? Abis itu lanjut ga makan-makan lagi."
"Ya, tetep ga boleh walaupun air." Jujur, pas itu saya cengengasan sendiri ngeliat polos pertanyaannya.

Seperti ada bisikan ke telinga saya untuk menyampaikan hal tersebut kepada mereka. Kita tidak tahu hidayah Allah kapan datang, untuk dan melalui perntara siapa. Kita manusia, makhluk yang hanya berusaha. Apalagi kita muslim yang harus dakwah dimana saja berada.

Hari-hari berikutnya, selama Ramadhan, mereka sering ngledek saya, "Bener nih, kamu seharian ga makan, minum?" "Iya...., "jawabku. Mereka nyodorin biskuit seperti biasanya, "Ini buat nanti malam, dimakan ya." Saya hanya mengangguk dan tersenyum menanggapnya. Menghormati mereka seperti menghormati makhlukNYA. Saya yakin mereka ini tidak punya pembantu. Mungkin itu alasan kenapa saya sudi menjawab setiap pertanyaannya.

"Tidak ada alasan untuk kita bermuka masam sekalipun kepada orang non muslim"

Cheung Sha Wan, 4 Oktober 2016
#HariKeDua
#Onedayonepost
  

Senin, 03 Oktober 2016

Keluarga Baruku

Bismillahirrohmaanirrohiim

Tema pekan pertama tantangan dari Bang Syaiha, menuliskan pengalaman yang paling berkesan. Bingung juga sih, soalnya banyak banget. Hehe tapi namanya juga tantangan dan saya juga sudah berkomitmen harus bikin tulisan satu saja dalam sehari (Minimal). Dengan kemudahanNya, saya tau info (dari mba Dewi) dan gabung, "One Day One Post Batch 3". Alhamdulilaaah....

Sejak akhir 2012, saya sudah hidup di  Negri orang. Ngapain aja? Kuliah? Sekolah? Kerja. Hehe. Iya, saya kerja sebagai Domestic Helper di Hongkong. Kenapa milih di Luar Negri? Kepepet. Karena saya butuh uang banyak untuk nebus sawah orang yang dulu digadein ke saudara. Saya pikir, kerja di Indonesia moal bisa ngumpulin uang sebanyak itu dengan waktu yang tidak lama. Saya pikir lagi, umur sudah semakin nua. Saya pikir lagi, pendidikan cuman lulusan MAN. Akhirnya saya memutuskan daftar jadi TKI. Sempet sih takut ketemu majikan yang jahat, seperti berita yang berseliweran. Tapi, saya yakin jika kita berusaha jadi orang baik, maka akan bertemu dengan orang baik di waktu baik. Mulai saat itu, saya berniat Birrul Wa Lidayn, mengukir senyuman untuk orangtua. Duh, ko jadi melebar kemana-mana ya.. Hehe

Hidup di perantauan harus bisa adaptasi dengan baik. Lingkungan baru, bahasa baru dan orang-orang baru. Pahit memang adaptasi tuh. Hari minggu adalah syurganya bagi para TKI di Hongkong. Bagaimana tidak? Enam hari full kita kerja di majikan, dengan kerja yang super banyak plus berat. Tapi, ga semuanya ya, ada juga yang kerjaannya ringan, kaya saya. Alhamdulilaah.

Biasanya, banyak aktifitas positif yang bisa kami  lakukan untuk mengisi liburan. Tidak sedikit juga aktifitas yang negatif (kapan-kapan deh, saya cerita. Ingetin ya).

Nah, saya biasanya ngisi waktu liburan dengan refreshing salah satunya hiking. Ada 5 teman yang menemani saya hiking. Kami sudah seperti saudara walaupun karena aktifitas libur, jarang kumpul. Ada yang sekolah, ikut kursus dan lain-lain. Kami berasal dari berbeda daerah. Saya sendiri dari ujung barat di Jawa. Teman saya, Afeh asal Kendal, Sandi asal Brebes, Iyah asal Banyuwangi, Dwi dan Kitty asal Malang. Kebetulan kami ini sama-sama belum berkeluarga. Iseng deh, kami sering bikin hastag Jomblo Traveler jika update status. Hehe

Sahabat itu nasehat. Sama seperti yang kami alami. Namanya juga bertemu di tanah rantau. Ada saja masalah keluarga yang bikin kadang-kadang ngedrop. Biasanya kami saling curhat, saling bantu dan kasih solusi. Jujur, dari mereka saya banyak belajar kehidupan. Apalagi kami berasal dari masalah keluarga yang berbeda-beda, mengalami kesulitan ekonomi. Ya iya lah, buktinya kami kerja jadi TKI. Hehe

Terkadang, saya ngeluh karena suatu hal. Tapi, di sisi lain ngeliat salah satu diantara mereka yang sama persis menghadapi masalah yang saya alami, ga ngeluh. Jadilah saya niru dia, ga ngeluh. Ya, karena sahabat itu nasehat. Dan sebaik-baik nasehat itu tauladan.

Pernah pada suatu liburan, kami sibuk dengan aktifitas masing-masing. Malamnya, selesai sholat maghrib kami berkumpul di Star Ferry, Tsim Tsa Tsui. Pelabuhan ini tempat paling kami sukai, karena dekat dengan tempat kami melakukan aktifitas masing-masing. Disamping itu, tempatnya nyaman, kami biasa duduk-duduk sambil melihat indahnya laut malam. Bukan hanya kami, banyak penduduk lokal yang menikmati malam di tempat tersebut.

Saya pas itu sengaja bawa nasi bungkus untuk makan malam bareng mereka. Seperti biasanya, sambil ngobrol tak terasa makananya habis. "Ini saya bawa makanan," si Afeh nyodorin sesuatu dalam tasnya. Ternyata itu bungkusan kecil isinya jagung kering entah digoreng atau dioven. "Hehk, saya tuh kurang suka kalau makan marning. Dimakannya alot, lama ngunyahnya. Tapi, kalau ga ada makanan lain selain ini, saya suka," Ujar Ahlu sambil cekikikan.
"Oh di tempatmu namanya marning juga ya, sama dong?" tanya si Afeh. "Eh, tapi ko aneh banget ya namanya. Kalau ga salah bukan itu deh. Ko marning? Masa iya namanya, marning?" saya ikut nyambung karena merasa aneh dengan nama tersebut.

"Emang namanya apa?" tanya Afeh penasaran. Saya diam, ga jawab. Waktu itu saya benar-benar lupa namanya. Lama mikir, lama mengernyitkan kening, saya ingat.
"Oh iya.... Namanya morning."
Mereka tertawa.

"Eh, emang di Daerah kamu, apa?" tanyaku pada Sandi. Ada kemungkinan di tempatnya namanya sama, karena Brebes deket Cirebon.
"Marning lah... " jawabnya.
Seketika Kami tertawa bareng. Mereka menertawai saya. Saya menertawai mereka. Gara-gara marning! Hahaha.

Untuk saat ini, pengalaman sama mereka yang paling berkesan dan diingat. Bagi saya, mereka itu keluarga. Penghibur dikala saya penat, penasehat dikala rapuh dan obat dikala saya sakit selama di Rantau. Jadi inget Syair Imam Syafii; "Merantaulah, kau akan mendapat pengganti kerabat dan kawan."

#TantangaPekanPertama
#OneDayOnePost

*Cheung Sha Wan, 3 Oktober 2016

THEME BY RUMAH ES