Rabu, 30 November 2016

Keasyikan BW

Satu minggu sudah, cuaca di tempat saya di bawah 20°C. Lumayan dingin, tiap keluar rumah pasti pake dua lapis baju, celana panjang, pake sepatu plus kaos kaki, dan kerudung. Lumayan penghangat leher. Hehe

Pagi itu, nenek -mongmongan saya- minta dibikinin indomie goreng. Ya, banyak orang HK yang doyan banget mie nusantara itu. Biasanya nenek sarapan roti. Mungkin karena cuaca dingin, makanan yit-yit e (sedikit panas) menjadi pilihannya.

Jam 08:30 saya sudah rebus air. Sambil nunggu air mendidih, daripada mata dan tangan nganggur, saya raih hape, buka WA. Ngintip group share odop. Berselancarlah satu persatu di link yang ada di sana. Saking nyamannya BW, air rebus lumayan agak lama mendidih, saya taruh mi. Tak lama, saya angkat dan taruh di piring. Sebelumnya mi tersebut saya saring, biar tidak ada airnya. Semua bumbu masukin. Setelah siap santap, saya bawa piring tersebut ke meja makan. Nenek sudah duduk, menunggu.

Beberapa menit kemudian, nenek memanggil. Sepontan saya gelagapan. Ada apa gerangan? Dari dapur, saya cepat mendekati nenek.

"Tumben minya pedes?"
"Masa?" kataku menimpali.
Saya balik arah, menuju dapur. Langsung saya buka kotak sampah. Dan..  Oh, No! Semua bungkus bumbu mi, menganga lebar. Itu artinya saos mi juga saya masukin. Padahal selama ini tidak pernah masakin indomie campur saos. Tapi kali ini???

@$¿¡?....

Buru-buru saya kembali dihadapan nenek. Saya lihat putih kulit mukanya bersemu merah, bibirnya yang tipis sedikit gemeteran. Saya berdiri pucat di depannya.

"Maaf ya Nek, saya lupa. Mi nya kecampur saos. "
"Ga papa, " Jawabnya, sambil terus makan mi dengan lahap. Walaupun raut wajahnya jujur, sedikit kecewa.

Saya kembali ke tempat. Sesal dan bersalah menghantui. Kemudian mematikan mobile data. "Kerja dulu, jangan pegang hape." Lirih saya bergumam, seakan isi dapur menertawai tingkahku. *Hahaha

HK, 29-11-2016.

#Onedayonepost

CINTA

Jika mencintainya menyakitkan, kenapa kau masih mendekati? Lupakan dan jauhi.

Jika dirinya mendekati? Diam saja, pura-pura dan cuek. Biarkan cintanya menyapamu, pasti mengusiknya.

Dan...
Pasti...
Dia akan merasa betapa sakitnya mencintai. Seperti kawanmu mencintainya.

~Terinspirasi dari kisahnya seorang sahabat. Hehe
#onedayonepost
HK, 29-11-2016.

Senin, 28 November 2016

Orang yang paling menderita

Kehidupan itu ibarat roda. Ketika kita sedang di bawah, saya pribadi sering meratapi, mengeluh. Padahal di luar sana banyak yang lebih bawah lagi dari kita.
Seberapa asam saat posisi kita di bawah harusnya bersyukur.
Seberapa manis saat posisi kita di atas harusnya lebih bersyukur.
Jangan sampe kita menderita di dunia hanya karena sering mengeluh dan tidak bersyukur.

*Renungan ini saya tulis ketika selesai baca tulisan Bang Syaiha, Founder Odop. Cek deh biar tahu cerita lengkapnya www.bangsyaiha.com. Postan tanggal 22 November.
Mari, capcuuuus.....

#Onedayonepost
HK, 29-11-2016.

Sabtu, 26 November 2016

(3)

Guruku Idolaku

Masih hangat untuk mengenang sesorang yang mengajarkan dengan penuh keikhlasan. Sosok itu adalah guru.

Banyak sekali guru kehidupan yang saya temui hingga detik ini. Sedikit saya ceritakan salah satu diantara mereka.

Sosok itu saya temui ketika usia 10 tahun hingga belasan. Beliau adalah guru ngaji saya. Saat itu umur beliau masih sangat muda, tiga puluh tahun-an. Dan belum berkeluarga.

Suaranya yang merdu, kesempatan beliau untuk melatih para santrinya bersholawat. Tidak heran jika santrinya banyak yang mahir bersholawat dan adzan.

Pernah pada suatu hari, disela beliau menerangkan pelajaran, tiba-tiba beliau bertanya satu persatu kepada santrinya,
"Kamu di rumah udah pake kerudung belum?"
Satu persatu dari kami menggeleng. Ya, saat itu kami belum terbiasa pake kerudung. Walaupun pagi sekolah formal pake, siang sekolah madrasah pake, pulangnya tetep saja lepas kerudung. Saat itu, saya pikir masih kecil untuk pake kerudung tiap hari diluar sekolah dan ngaji. "Ntar aja, kalau udah gede. Kalau udah mesantren," pikirku saat itu.

Melihat santrinya pada jawab, ustadz langsung tersenyum kemudian berkata, ''Orang yang berkerudung itu supaya rambut kita ga keliat. Biasanya, banyak orang yang penasaran sama kita yang berkerudung. Kenapa? karena mereka ingin tahu sesuatu yang ditutup. Beda dengan orang yang ga pake, mereka bakal cuek. Karena udah terbiasa liat auratnya."

Kalau dipikir-pikir penjelasan seperti itu biasa ya. Tapi, dulu waktu saya umur sepuluh tahun-an (SD) merasa termotivasi ajakan beliau untuk menutup aurat.

Itu salah satu pesan yang sangat saya ingat dari beliau.
Beliau menasehati orang sesuai dengan siapa yang ada dihadapnya.

Berjalannya waktu akan berubah, yang dulu niatnya supaya banyak orang yang suka dan penasaran, sekarang niatnya ya karena Allah.

Karena hidup adalah sebuah proses.*

Untuk beliau, guruku...
Yang sudah mendahului kami menemui Tuhan...
Lahumul Fatehah...

#onedayonepost

Rabu, 23 November 2016

Jejakku di Hong Kong

               Penari  Jaipong  di  Victory

      Jika ada yang bilang BMI Hongkong surganya para BMI itu tepat sekali. Pasalnya setiap hari libur tiba, entah itu hari minggu, saptu bahkan hari biasa pasti ada kegiataan positif yang produktif diadakan oleh Organisasi. Organisasi tersebut dari BMI itu sendiri yang bentuk. Selain itu ada juga lembaga-lembaga resmi di Hongkong turut membantu mengadakan kegiatan untuk mengisi liburan. Kegiatannya beragam, ada kursus, sekolah tinggi, belajar ngaji, seminar kewirausahaan, pengajian rohani yang tak jarang mereka mengundang ustadz-ustadz kondang dari tanah air. Lengkap deh pokoknya!

      Bicara soal belajar, ada juga sebagian dari BMI yang lebih suka melestarikan Budaya Nusantara, misalnya tari reog, jaranan, jatilan, barong, celeng, jaipong dan lain-lain. Melalui perantara mereka, Negara lain mengenal kebudayaan Indonesia. Sebuah  tambahan nilai untuk para WNI  yang berada di Luar  Negri. Ya, bukan hanya untuk BMI Hongkong, tapi seluruh dunia.

      Menjadi BMI semakin tinggi rasa nasionalime  pada tanah air.  Aku, perempuan asal Subang , sebuah kabupaten di Jawa bagian barat. Sebelum kerja di Hongkong pernah menjadi pekerja di Singapura. Dua tahun aku kerja di Negeri Singa itu, tahun 2000-2004. Berjalannya waktu, aku ingin sekali punya rumah sendiri karena gaji suami tak seberapa. Selain itu, ingin punya modal usaha. Suamipun menyetujuinya, dan aku memilih Hongkong karena  lebih besar gajinya dan perlindungan untuk para BMI sangat baik. Akhirnya pada tahun 2007, aku pindah ke Negeri kampungya Andi Lau .

     Pertama kerja jobnya jaga nenek. Rumahnya kecil, jadi tidak terlalu capek. Walaupun dulu aku pernah kerja di Singapura, tapi melihat nenek yang cerewetnya berlebihan membuat tidak nyaman kerja. Selain itu, dia pemarah dan pelit. Selama kerja, aku kekurangan makanan. Terkadang dia juga pernah mencaci makiku di depan umum karena kesalahan kecil. Di tambah selama 7 bulan aku tidak dikasih libur. Selama potongang gaji tersebut aku hanya mendapatkan $340, nominal yang sangat kecil bagiku. Karena harus ngirim uang untuk keperluan sehari-hari keluarga.

      Ternyata kesabaranku mengurus nenek berakhir sudah. Tepat tujuh bulan tersebut kesehatannya tidak baik. Tidak lama, perempuan 84 tahun ini meninggal. Dalam hati aku sedih karena kehilangan kerjaan, walaupun muak dengan tingkahnya. Aku berusaha menerima kegagalan. Berharap bisa menemukan majikan lain yang lebih baik, perantara rezekiku.

      Melalui agen yang sama, alhamdulilah aku menemukan majikan kembali di Lai Ci Kok. Jobnya jaga satu anak, umurnya 7 tahun. Gadis kecil ini sebagai hiburan ketika aku tak semangat kerja. Karena aku merasa bosan melihat majikan perempuan yang sehari-hari di kamar. Ya, dia tidak kerja. Untung saja, tiap waktu aku jarang di rumah, mengantar dan menjemput anak sekolah juga belanja ke Pasar. Aku pikir segala sesuatu ada kekurangan dan kelebihan. Termasuk dalam kerjaan. Jadi, aku harus tetap bersyukur. Apalagi gajih dan liburku lancar. Apalagi yang harus aku keluhkan?
   
   Tak terasa empat bulan terlewati. Entah karena alasan  apa, majikan tiba-tiba mau interminit. Segera aku tanyakan baik-baik, “Saya tidak kerja, Lin. Sedangkan pengeluaran tambah banyak. Jadi, untuk selanjutnya tidak bisa gaji kamu,” katanya menjelaskan. Aku  hanya diam menanggapnya. “Ya Allah, beri aku kekuatan jika aku harus gagal lagi,’’ rintihku. “Saya kasih kamu waktu satu bulan supaya bisa cari majikan lain. Hak-hak kamu pasti saya kasih, Lin,” tambahnya. Aku mengangguk, mengiyakan.

    Hari-hari berikutnya, semangat kerjaku turun. Tiap liburan, aku menceritakan masalahku pada teman-teman. Berharap melalui perantara mereka aku menemukan kembali majikan yang jauh lebih baik. Karena tekadku untuk membeli rumah semuanya terasa ringan.

    Dibalik kesusahan ada kemudahan. Suatu hari aku mendapat kabar dari teman yang biasa libur bareng. Dia memberi tahu akan pulang secepatnya, karena mau nikah. Tentu saja ini kabar bahagia, aku tahu betul majikannya sangat baik. Aku bersyukur padaNya telah memudahkan setiap kesulitanku.

   Hari yang ditentukan tiba, aku keluar dari majikan lama. Beberapa hari tinggal di Agen sambil mengurus kontrak kerja baru. Setelah selesai, aku langsung ke rumah majikan baru yang tak lain majikan temanku. Semua anggota keluarga baik, tidak pemarah dan memperlakukan aku layaknya keluarga sendiri. Tiap liburan, aku bebas ikut aktifitas di luar.  Sampai akhirnya aku ikut belajar nari Jaipong.

   Berawal dari ketidaksengajaanku melihat acara anniversary sebuah komunitas di Lapangan Victory. Dalam acara tersebut ada sesi penampilan  tari jaipong. Terbesit ada rasa rindu kampung halaman melihat aksi mereka. Bagaimana tidak? Jaipong adalah tarian khas masyarakat sunda, Karawang, Jawa Barat. Bagiku tarian tersebut warisan nenek moyang orang Sunda. Ketika itu aku ingin sekali belajar seperti mereka. Walaupun dulu, waktu sekolah aku tidak tertarik Tarian Tradisional.

    Selesai acara, aku memberanikan diri menemui panitia acara. Mereka menyambut dengan baik dan mengijnkan aku untuk belajar menari. “Tiap minggu latihan ya, selama tiga bulan,” jelasnya. Aku mengangguk, tanda setuju. Ini salah satu bentuk cintaku pada tanah air dengan melestarikan kebudayaan.

     Selama tiga bulan, aku belajar keras menari. Kesalahan-kesalahan yang sering kulakukan membuat aku lebih baik.  Tak jarang, guruku sering menegur. Bukan hanya itu, kakiku sering keram karena jaipong merupakan kekuatan bertumpu pada kaki. Tapi, rasa sakit itu cepat pudar karena rinduku pada kampung halaman terobati. Setiap gerakan yang kualunkan bersamaan musik ranca itu, ada rasa kebahagiaan hadir dalam hati.

     Latihan yang bersungguh-sungguh dan continue, membuat sesuatu dengan mudah kita raih. Tiga bulan sudah aku ikut berlatih. Terkadang disela waktu kerja, aku mempraktekan sendiri di Rumah. Majikan sungguh baik. Mereka senang melihat liburanku diisi dengan aktifitas positif. Mereka jadi tahu salah satu kebudayaan Indonesia yaitu Jaipong. Ah, bahagianya….

**
   “Lin, nanti kamu ikut tampil sama saya. Ada undangan untuk kita,” ujar Rita.
     Rita, ketua Jaipong tim kami. Dia juga yang dengan sabar melatihku sampai bisa. Bagiku dia guru terbaik. Guru yang mengajarkan aku untuk tidak lelah melestariakan kebudayaan Nusantara. Jangan salah, Rita ini sama-sama BMI, yang sehari-harinya disibukkan dengan kerjaan majikan yang menumpuk.

   Hari itupun tiba….
     Aku bersama tim tampil di Hongkong Culture Show. Dengan kerja keras dan semangat, kami berusaha menampilkan sebaik mungkin. Selesai tampil, Rita menegurku karena ada sedikit gerakan yang salah. Sedih memang, tapi aku rasa ini sebuah kewajaran, sebuah proses belajar. Apalagi ini penampilanku yang pertama.

   Selain itu aku juga pernah tampil sama senior  di acara-acara organisasi teman-teman BMI, Pembukaan konser, Organisasi Philipina, Organisasi Nepal, Parade National China, Wisuda YWCA, Organisasi We Care Hongkong dan masih banyak lagi.

    Di balik tepuk tangan yang meriah dari penonton, ada rasa sakit bahagia. Sakit karena beratnya konde pernak-pernik hiasan rambut dan tusukan konde yang menancap di kepala. Belum lagi, kecelakaan-kecelakaan kecil yang pernah terjadi di panggung seperti jatuhnya kipas dan sepatu yang tiba-tiba lepas. Sakit juga karena ada kawan yang mencibirku melihat suka menari, “Gaji ko buat foya-foya? Abis-abisin uang aja,’’ kilahnya. Tapi, sakit itu lagi lagi cepat pudar. Karena aku merasa cara ini mengenalkan negeri tercintaku kepada Negara lain. Ya, dengan mengenalkan Kebudayaan Nusantara.

    Aku berharap, semoga setelah kepulanganku ke kampung halaman, masih ada teman-teman BMI yang suka mengisi liburannya dengan belajar Tari Tradisional sepertiku. Supaya Kebudayaan kita tetap berkibar ditengah-tengah jaman yang lebih modern.

Jika akhlak mencerminkan diri manusia, maka kebudayaan mencerminkan suatu Negeri.

Salam cinta,
Sekian.
*******

*Kisah nyata dari seorang BMI Hong Kong berinisial L.

* Alhamdulilaah, tulisan ini ikut memeriahkan di acara Festival Sastra Migrant Indonesia ke Enam yang diadakan oleh FLP HONG KONG ( 20 November 2016 ).

#onedayonepost
HK, 23-11-2016.

Selasa, 22 November 2016

(2)


Ketika saya di puncak, saya melihat dari ketinggian semuanya kecil termasuk gedung yang menjulang tinggi, pohon-pohon terlihat warnanya saja. Manusia? Kecil kayak semut, nyaris tak terlihat malah. Intinya, melihat sesuatu dari atas telihat kecil dan sangat dekat.

Sama seperti manusia. Ketika manusia sukses usahanya, nempel jabatanya, banyak dipercaya sama orang, banyak dikagumi oleh orang pasti ada rasa melihat dibawahnya kecil. Bener kan?
Ya, wajar. Hukum alam.

Tapi..
Jangan karena di atas, bisa semena-mena sama yang di bawah. Jangan karena diatas tak menghiraukan pendapat mereka. Jangan karena diatas seenaknya nginjak yang dibawah.

Bukannya di atas gunung ada langit?
Bukannya diatas manusia ada Sang Pencipta?

^Renungan pulang dari hiking awal oktober kemarin. Mohon maaf jika ada kalimat yang tak berkenan. Semoga dipahami ;).

#onedayonepost

HK, 22-11-2016.

Tantangan

"Kaka, mienya pedes... "
Teriakan nenek dari ruang makan terdengar sampe dapur. Aku kelimpungan, keluar dapur, mendatangi panggilannya.

"Duh... Terus gimana, Nek? Perlu saya bikin lagi?"
"Ga usah," jawabnya agak kesal. Mulutnya masih ngunyah mie.
"Maaf, ya." Dia diam, tidak menggubrisku.

Akupun kembali ke dapur, liat tempat sampah. Bekas bungkus bumbu saos mie terbuka lebar. Ya, aku lupa ngasih saos. Biasanya nenek tidak pernah mau. Pedas, katanya.

Pagi itu sekitar pukul 08:30, aku asik BW ke link anggota odop. Sampe tidak fokus bikin mie untuk nenek. Hehe.

Nenek, aku biasa memanggil. Usianya 81 tahun. Wanita kurus, berambut dan berkulit putih itu sangat religius. Terlihat ketika dia husyu berdoa di depan patung kecil, seorang laki-laki yang berdiri terlentang pada sebuah kayu. Kedua telapak tangannya dipaku. Katanya dialah Tuhannya.

Perbedaan keyakinan tidak menghalangiku untuk beribadah dan berhijab. Toleransi mereka sangat besar. Alhamduliaah...

Selesai sarapan, aku nyuruh nenek minum obat. Biasanya dia akan nonton tv sepuasnya. Akupun melanjutkan kerjaan yang tertunda, nyapu ngepel.

Selesai pekerjaan rumah. Aku keluar, ke Pasar. Belanja buat makan siang dan malam.

Kerja jaga lansia selalu merasa was-was. Hawatir terjadi sesuatu ketika dia sendiri di rumah. Selesai belanja, aku langsung pulang. Menyiapkan makan siang. Disela waktu itu terkadang aku menulis, ngodop.

Terkadang jika ada jadwal periksa ke Dokter, setelah makan dan sholat dhuhur selalu sigap mengantar nenek. Terkadang keluar, hanya untuk jalan kaki. Katanya lansia harus sering diajak keluar, supaya tidak jenuh. Terkadang mengantar dia ke salon.

Sorenya, dia tidur. Aku biasanya ngjuz sampe kholas. Aku pikir, itu waktuku, bebas mau melakukan apapun. Toh, nenek tidur.

Jadi, mohon maaf ya, jika jarang nimbrung di group hehe. Apalagi pas bedah tulisan, jam rempongya masak buat makan malam mereka.

#TantanganOdop
#Kegiatanseharian

-Onedayonepost-

HK, 25-11-2016.

Senin, 21 November 2016

Renungan (1)

Alkisah, ada seorang gadis hidup di Negeri rantau untuk mencari rezeki. Ditengah kesibukannya kerja, dia rajin menulis. Dia gabung beberapa grup online belajar kepenulisan untuk memperbaiki tulisanya yang asal.

Suatu hari, dia mendapatkan kabar bahwa ada lomba menulis. Lomba tersebut dibagi dalam beberapa jenis diantaranya cerpen, opini dan kisah inspiratif. Temanya tentang "Melestarikan Budaya."

Berhubung belum bisa menguasai cerpen, akhirnya dia memutuskan ikut lomba kisah Inspirasi. Dengan sisa waktu yang ada, dia semaksimal mungkin mencari bahan tulisan.

Dia bingung. Pasalnya, tidak ada teman satupun yang aktif meletarikan kebudayaan Nusantara selama di Negeri rantau. Akhirnya, pagi-pagi sekali di hari libur, dia keliling di tempat-tempat tertentu. Tak lama dia menemukan organisasi yang kebetulan selalu mengadakan latihan tarian Nusantara. Diapun minta nomer kontaknya.

Di hari kerja, dia menghubungi untuk bertanya tentang banyak hal ke salah satu anggota organisasi tersebut. Awalnya selalu di balas, tapi hari-haru selanjutnya malah tidak di respon. Seketika putus asa menyapa. Bagaimana bisa menulis kisah jika tidak ada bahan tulisannya? batinnya.

Tak mau menyerah, dia mencari info ke salah satu teman jurnalis. Tak disangka, melalui perantaranya dia dikenalkan dengan temannya yang suka nari jaipong.

Akhir cerita, dia ikut lomba dengb menuliskan kisah, 'Penari Jaipong di Negeri Rantau.'

Niat kuat akan membuka lapis-lapis kemudahan. Ia akan menutup ruang kesulitan.
#Onedayonepost
HK, 22-11-2016.

Surat Untukmu

Assalamu'alaikum Beib...

Pertemuan pertama, selalu meninggalkan kesan. Tidak akan lupa dan hilang, selama umur dan daya ingat kita ada.

Aku mengenalmu ahir tahun 2013. Wajahmu yang imut dengan tubuh yang kurus. Kupikir, umurmu lebih muda dariku. Eh ternyata tidak. Suaramu kecil, terdengar melengking jika kamu berteriak sedikit saja.

Layaknya sebuah hubungan, aku dan kamu selalu tukar obrolan. Ya, kita sama-sama tahu kondisi keluarga, walaupun kamu jauh lebih sedikit menceritakannya. Aku paham itu. Kamu sedikit tertutup. Seperti kaleng ikan yang tak tersentuh para emak di dapur.

Tapi, ketika aku curhat. Petuah, nasehatmu meluncur deras. Tak jarang kamu selalu menepuk-nepuk punggungku, menenangkan.

Bukan hanya itu, tiap pertemuan adalah kewajiban kita untuk makan sepiring berdua. Masih terasa dilidah sedapnya oseng pare kerang.   Ada sedikit rasa pedas tersisa.

Pernah di suatu tempat kita berlibur, kamu melontarkan kalimat yang membuatku tercengang. ''Hhh, kok bisanya kamu menutup semua? Hubungan kita lumayan lama, tentang beliau tidak pernah kamu jadikan bahan obrolan," batinku saat itu.

"Almarhum bapakku dulu yang ngajari saya ngaji. Padahal dulu saya pengen banget bisa menuntut ilmu di Pesantren, " ceritamu.  Almarhum? Ya robb. Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Bapak. Padahal selama hubungan aku selalu jadikan bahan obrolan tentang bapakku. Ah, aku gila! Kenapa pula kamu tidak mengingatkanku untuk bersyukur masih punya orangtua lengkap, tidak seperti kamu. Aku yakin kamu sakit. Menahan cemburu ketika mendengar cerita tentang bapakku.

Kamu emang paling bisa bersikap dewasa, menutupi segala rasa.

Itu semua cerita lama kita, Beib...

17 November kemarin, pangeranmu datang untuk mengikrarkan janji suci di hadapanNya. Mengarungi samudera kehidupan dalam satu perahu menuju pelabuhanNya.

Gaun putih yang kamu kenakan, polesan bedak di wajah, celak di mata dan kursi yang gagah menebar aura kebahagiaan. Akupun ikut bahagia melihat foto yang kamu kirim.

Selamat yaa...
Kamu berhasil berpuasa di masa lajangmu..
Kamu berhasil mencicipi takjil puasa bersamanya..

Patuhi pangeranmu...
Agar bidadari cemburu padamu.

"Barokalllahulakumaa Wa Baroka 'alaikumaa Wa Jama'a bainakumaa fi khoir... "

Sahabatmu,
Kaka.

Wassalamu'alaikum.

HK, 20-11-2016.
#Onedayonepost

Surat Untukmu

Assalamu'alaikum Beib...

Pertemuan pertama, selalu meninggalkan kesan. Tidak akan lupa dan hilang, selama umur dan daya ingat kita ada.

Aku mengenalmu ahir tahun 2013. Wajahmu yang imut dengan tubuh yang kurus. Kupikir, umurmu lebih muda dariku. Eh ternyata tidak. Suaramu kecil, terdengar melengking jika kamu berteriak sedikit saja.

Layaknya sebuah hubungan, aku dan kamu selalu tukar obrolan. Ya, kita sama-sama tahu kondisi keluarga, walaupun kamu jauh lebih sedikit menceritakannya. Aku paham itu. Kamu sedikit tertutup. Seperti kaleng ikan yang tak tersentuh para emak di dapur.

Tapi, ketika aku curhat. Petuah, nasehatmu meluncur deras. Tak jarang kamu selalu menepuk-nepuk punggungku, menenangkan.

Bukan hanya itu, tiap pertemuan adalah kewajiban kita untuk makan sepiring berdua. Masih terasa dilidah sedapnya oseng pare kerang.   Ada sedikit rasa pedas tersisa.

Pernah di suatu tempat kita berlibur, kamu melontarkan kalimat yang membuatku tercengang. ''Hhh, kok bisanya kamu menutup semua? Hubungan kita lumayan lama, tentang beliau tidak pernah kamu jadikan bahan obrolan," batinku saat itu.

"Almarhum bapakku dulu yang ngajari saya ngaji. Padahal dulu saya pengen banget bisa menuntut ilmu di Pesantren, " ceritamu.  Almarhum? Ya robb. Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang Bapak. Padahal selama hubungan aku selalu jadikan bahan obrolan tentang bapakku. Ah, aku gila! Kenapa pula kamu tidak mengingatkanku untuk bersyukur masih punya orangtua lengkap, tidak seperti kamu. Aku yakin kamu sakit. Menahan cemburu ketika mendengar cerita tentang bapakku.

Kamu emang paling bisa bersikap dewasa, menutupi segala rasa.

Itu semua cerita lama kita, Beib...

17 November kemarin, pangeranmu datang untuk mengikrarkan janji suci di hadapanNya. Mengarungi samudera kehidupan dalam satu perahu menuju pelabuhanNya.

Gaun putih yang kamu kenakan, polesan bedak di wajah, celak di mata dan kursi yang gagah menebar aura kebahagiaan. Akupun ikut bahagia melihat foto yang kamu kirim.

Selamat yaa...
Kamu berhasil berpuasa di masa lajangmu..
Kamu berhasil mencicipi takjil puasa bersamanya..

Patuhi pangeranmu...
Agar bidadari cemburu padamu.

"Barokalllahulakumaa Wa Baroka 'alaikumaa Wa Jama'a bainakumaa fi khoir... "

Sahabatmu,
Kaka.

Wassalamu'alaikum.

HK, 20-11-2016.
#Onedayonepost

Minggu, 20 November 2016

Sebungkus Cinta

Sebungkus Cinta

Oleh; Nur M

Selintas terbayang tentang kau
Ketika cerewet tentang baju yang kukenakan
Ketika ikut ribut tentang kusamnya wajah

Dan

Ketika aku salah posisi duduk makan.

Ada...
Masih banyak
Sesuatu yang kau usik.

Aku kurang suka
Aku sedikit berduka.

Ah, itu hanya sebungkus cinta yang kau elus pada diriku, Bu.
Lembut, tak pernah kusut.

#Onedayonepost

HK, 22-11/2016.

Selasa, 15 November 2016

Tentang Saya

Dua puluh lima tahun. Tepatnya 3 April kemarin (silahkan yang mau sekedar ngasih ucapan atau doa). Hihi
Angka yang cukup banyak. Walaupun kata orang, setelah berkeluarga baru merasakan garam gulanya hidup. Iya sih.. Tapi, saya sudah sering nyicip garamnya. Hmm

Saya anak ke-2 dari 7 bersaudara. Ya, adek saya 5 ( Colek Iput ).

Saya hidup di tengah-tengah keluarga yang mengutamakan agama. Semenjak kecil orangtua getol banget nyuruh saya ngaji, sekolah madrasah. Jamannya SD, pulang sekolah makan, salat, terus berangkat sekolah madrasah. Abis ashar main. Maghrib berangkat ngaji pulang ke rumah selesai Isya. Hari-hari begitu... Hingga tak terasa usia semakin bertambah.
( oh iyaa.. Ternyata satu madrasah sama Kang Fery ). Lewat Odop, saya ketemu beliau.

Lulus SMP, saya melanjutkan MAN tinggal di Pesantren ( Cirebon ). Jadi pernah ngrasain derita ngantri kamar mandi, nyuci, beli laukan di kantin, nyetrika, dan ngantri pinjaman novel, hihi (Kalau libur pesantren). Pernah ngrasain riweh bagi waktu antara hafalin nadzoman, mengerjakan PR sekolah formal, setoran kitab, dan aktifitas lainnya. Pernah ngrasain galau karena isi dompet kosong karena orangtua telat bestel ( Jenguk ke Pesantren ).
Dan pastinya pernah ngrasain cinta. Aih.. hahaha. Ya, ngrasain aneh jika ketemu santri putra di luar Pesantren. Ups!

Selesai MAN, saya kembali ke rumah. Sudah merasa banyak merepotkan orangtua, jadi mencari kerja, dan dapet kerjaan di sebuah minimarket masih satu daerah, Indramayu. Karena lokasi tempat kerja meloksok, akhirnya saya ngkos. Ya.. Saya merantau lagi.

Kurang lebih satu tahun. Saya mengundurkan diri dari kerjaan. Saya mengambil keputusan pindah kerja di LN. Walaupun sebelumnya ketakutan melanda. Tapi, karena suatu hal (Lihat yang judul 'Gila Toga') saya nekat berangkat.
Akhirnya saya pisah lagi dengan keluarga...

Terhitung hingga sekarang, sudah 4 tahun saya tinggal di HK. Mencari recehan dollar. Hehe

Oh iya Fisik..
Wajah bulat, pipi melebar, nyaris tidak punya alis ( Saking sedikit ). Hidung? Tidak mancung, pun tidak pesek, pas-pasan. Warna kulit? Lumayan bening. Hehe

Ada yang ketinggalan. Nama...
Nur Musabikah nama lengkapnya. Akun medsos kok Musabbiha el Abwa? Iya.. Jadi, dulu menurut guru ngaji kecil, nama Musabikah tidak ada artinya dalam kosakata bahasa arab, Musabbiha ada. Beliau bilang lafadz tersebut ada dalam sebuah kitab fiqh. Pas saya ngaji di Pesantren, ternyata benar adanya.
Akhirnya saya bikin sendiri nama pena ( di Pesantren sering nyebut nama kunyah )dengan tambahan abwa, singkatan dari nama Ibu dan Bapak.
Jadi, ketika ngaji kitab temen-temen suka ribut  pas Ustad menyebut Musabbiha. Hehe

Cukup ya, semoga bisa menambah erat persaudaraan kita di ODOP.

Salam Ta'aruf,
Nur Musabikah.

HK, 16 November 2016.

#Onedayonepost
#TantanganPekan6

Sabtu, 12 November 2016

Dokter Cantik

Aliran semangat datang, ketika ingat masa sakit menapaki kerikil kehidupan.

Kurang lebih 4 bulan saya tinggal di daerah Parung. Ikut belajar bahasa asing dan keahlian kerja. Semuanya dilakukan untuk memenuhi persyaratan kerja. Ya, saya memilih kerja diluar negeri karena suatu hal.

Diakhir masa proses, saya ketiban musibah. Tiba-tiba saja, sakit. Padahal tidak lama lagi bikin pasport dan siap berangkat ke Negeri yang dituju.

Seperti bunga yang mau mekar, terombang angin besar. Antara jatuh dan tidak.

Bagaimana tidak risau, sakitnya bikin jalan susah. Telapak kaki kiri bagian belakang  terpaksa menumpu. Karena telapak bagian depan ada luka. Hingga sekarang saya tidak paham apa penyebab datangnya luka tersebut.

Karena tidak ingin berlarut dalam sakit, saya ijin periksa ke Dokter. Ada seorang teman yang mengantar. Dia sabar mengiringi jalanku yang pelan.

Singkat cerita, sampailah ke tempat Dokter. Setelah diperiksa, menurut dokter saya alergi makan. Tapi, aneh juga. Saya merasa tidak alergi makanan apapun.
"Nanti kalau obatnya habis dan lukanya belum kering kesini lagi ya... " Saya mengangguk. Pulang...

Hari-hari berikutnya, saya jalani aktifitas seperti biasa. Jalan masih dengan jinjit. Hawatir lukanya kena alas, pikirku. Dan mau tidak mau, saya harus kembali lagi ke tempat dokter.

Ibu muda berpenampilan modis dengan jas putihnya itu seperti biasanya melayani pasiennya dengan santun. Uraian rambutnya menambah keanggunan. Sapaannya terlihat kecantikan hatinya.

"Udah sedikit kering ko, pasti cepet sembuh," ujarnya.
"Tapi masih sakit, Dok."
"Yakin aja sembuh. Kalau udah kering sakitnya ilang," tambahnya.
"Tapi Dok, gimna kalau masih sakit. Saya kesini lagi ya..." Saya spontan ngeluh karena kehawatiran yang berlebihan.

Masih dengan sikap santunnya, beliau tersenyum, sibuk dengan resep obat.
"Yee.. Belum di minum obatnya udah berpikiran gitu. Yakinkan aja, bisa sembuh. Allah yang menyembuhkan."

Seketika, mulut saya terkunci. Tak sanggup menanggapi dokter cantik itu... Malu, sungguh!

**
Sakit dan sembuh itu dari Allah. Dokter dan obat hanya perantara.

*Onedayonepost, 13-09-2016.

>curhatan hehe

Jumat, 11 November 2016

Tantangan pekan 5

Dua Tahun yang lalu...

Hatiku tercabik ketika melihat semua jari tangan kering, ada beberapa robekan di setiap urat. Sedikit berdarah. Apalagi 5 waktu harus nyentuh air, wudhu. Rasa dingin menyebar keseluruh urat-urat, menggerogori kulit, menusuk hingga tulang rusuk.

Sreett!
Sakit sekali. Ketika bibir lupa tak dioles lap balm, kering kasar. Perih tak terperi. Akibatnya setiap makan asam atau pedas, sakitnya menghantam kembali.

Kulepas sarung tangan karena selesai nyuci piring. Rasa dingin menggelitik dari ujung jari. Kurapihkan meja makan, menaru kembali vas bunga dan tisu kotak. Dengan langkah berjinjit menapaki lantai yang dingin, aku pergi ke kamar untuk istirahat.

"Kaka...."
Tiba-tiba suara buboss menyetop langkahku. Belum sempat aku tanggap, ucapan selanjutnya menyeloroh, "Besok saya makan malam di luar, ga usah masak buat saya. Kamu besok nyuci kolam ikan ya... Udah berlumut tuh. Pake baju yang tebel supaya ga kedinginan."
"Baik," jawabku sedikit keras, karena dia dalam kamar.

"Tuhkan, resikomu kerja ginian... "
"Sabar, harus kuat dong. Ini kan pilihanmu..."
"Makanya, dari dulu ga usah milih kerja ginian. Enakan di kampung.."
"Bukannya niat kamu kerja disini bantu orangtua? Semangat!... "
"Siap-siap kamu! Besok kedinginan..."

Penghuni hati perang. Aku berusaha melerainya. Walaupun masih ada rasa sesal setelahnya. Ah, ini efek musim dingin. Bertambah dingin hati ini melebihi udara di luar sana.

*Onedayonepost

HK, 11-11-2016.

Kamis, 10 November 2016

Terima Kasih

Pepatah mengatakan, "Dimanapun kamu berada jadikan sebagai madrasah, Siapapun orang yang kamu temui jadikan sebagai guru dan waktu yang kamu jalani jadikan sebagai waktu belajar."

Selama saya hidup di tanah rantau, selalu inget pepatah tersebut. Banyak orang, tempat baru yang saya temui. Saya tidak mau hal-hal baru tersebut lewat begitu saja.

Ada hal unik ketika saya melihat kebiasaan orang sini (HK). Ya, majikan saya. Dia ini enteng banget mengucapakan 'terima kasih', kalau dalam bahasa kantonisnya emkoi, emkosai, toce, dan mungkin masih ada lagi. Padahal kalaupun dia tidak mengucapkan terima kasihpun tidak masalah buat saya. Toh, itu emang kerjaan saya. Malah saya ngerasa 'sungkan/malu' dia bilang terima kasih. Lha wong itu kewajiban saya, dan diapun ngasih gaji.

Ucapan terima kasih itu penghargaan, memberi energi positif   ke sesama.

*onedayoneost

14-11-2016.

Selasa, 08 November 2016

Air Mancur

Juli 2013, untuk pertama kalinya saya pergi ke Jawa Timur seorang diri. Karena urusan mendadak, memenuhi persyaratan kerja. Untung saja mimi bersedia mengantar saya ke Terminal. Saya lebih milih waktu malam untuk perjalanan.

Besoknya, sekitar jam 1 siang, saya sudah nyampe di Bungurasih. Di lanjutkan naik ojek ke tempat tujuan. Kantor masih buka. Tapi orang yang saya cari sudah pulang. Ahirnya saya bermalam di penginapan. Bukan hanya saya, banyak para calon pekerja yang sedang mengurus syarat-syarat atau belajar bahasa asing.

Hari kedua, pagi pagi saya sudah bertandang ke kantor. Berharap, cepat selesai dan cepat kerja. Tidak lama menunggu orang yang saya cari datang. Pak Erik namanya, pemilik PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) di daerah Sidoarjo. "Nanti kalau sudah beres, kamu sudah boleh pulang, Nur, " katanya setelah menerima berkas-berkas yang saya bawa. "Baik, Pak, "jawabku.

Akhirnya, sore jam 4 an saya sudah selesai urusan. Ketika itu, saya ada di Blitar, mengurus sesuatu di kantor Imigrasi. Merasa bingung karena hari sudah beranjak petang. Tidak mungkin langsung ke Bungurasih, mendadak cari tiket pulang ke Indramayu. Tak sengaja melihat tiket bis dari Bungurasi ke Blitar, saya lihat Malang tidak jauh jaraknya dari Blitar. Saya langsung capcus mengirim pesan seseorang.

Tak lama pesan balasan saya terima, "Boleh mbak, mumpung saya lagi bebas nih kuliahnya," jawabnya singkat. Umu, salah satu teman waktu dulu sama-sama nuntut ilmu di Cirebon.

Beberapa jam kemudian, di tempat yang sudah kami sepakati, kami bertemu. Dia bawa sepeda motor temannya, menjemput saya di terminal Arjosari. Lama tidak ketemu, bahagia menyelimuti kami.

"Kayak mimpi ih mbak," celotehnya sambil nyetir. Kami tertawa, menikmati perjalanan malam itu.
''Seneng deh, rasanya kaya di bestelin dulu kita di pesantren. Padahal umi sama abah belum pernah ke Malang tau. Eh, mbak nya malah duluan kesini," tambahnya sambil cekikikan. Saya di jok belakang balik cekikikan menanggapnya.
**

Tak terasa saya numpang ditempat Umu beberapa hari. Saya di ajak keliling UIN depan kost annya. Di ajak ke tempat jualan buku murah. Dan mencicipi makanan unik ala Malang, dan masih banyak lagi.

Yang saya ingat sampai sekarang, ketika saya diajak dia ke Alun-alun, kami duduk di depan air mancur. Rameh pedagang asongan mebuat kami jajan banyak. Anak kecil berlarian, pasangan muda mudi berdampingan dan beberapa aktifitas lainnya di keramaian malam.

Ditengah obrolan, Umu cerita tentang abahnya. "Saya salut mbak, sama Abah. Dulu jamannya kuliah dia nyambi dagang.." Saya mengangguk-angguk mendengarnya. "Huh, saya mah sampe sekarang masih saja minta uang sama orangtua," tambahnya.
"Abah pernah ngomong, hidup itu seperti air mancur. Berasal dari bawah kemudian ke atas, lalu kebawah lagi. "

Sambil ngunyah makanan, saya termenung mengartikan pesan Abahnya Umu. Mengajarkan saya untuk selalu ingat diri, walaupun posisi kita diatas kesuksesan, akan tiba saatnya kita akan dibawah lagi.  Ya, kematian, pintu utama untuk menjalani kehidupan sebenarnya.

#Onedayonepost

00:13 waktu HK, 8-11-2016 di tengah menggigilnya tubuh, karena musim dingin sudah mampir.

*Barusan dapet kabar dari  temanku bahwa anaknya meninggal karena kebawa arus sungai. Semoga syurga tempatnya ya dek....
Besok temanku pulang ke Indonesia, semoga dipermudah dan lancar, yang tabah ya mbak.. :'(

Luka

Ia adalah bentuk kesakitan disebabkan jatuh, benturan, dll. Bisa sembuh? Bisa, lama memang. Setelah diberi obat, dibalut kain,  masih ada jarak waktu sehingga ia mengecil, mengering kemudian menghilang. Iya hilang luka tadi, hilang rasa sakit. Tapi, ada bekas yang mungkin tidak bisa hilang. Warnanya beda dengan asli warna kulit. Suatu hari jika kita liat bekas luka tadi, pasti akan bergeming, "oh iya ya....ini kan bekas jatuh dulu." Ada rasa lega, karena kita bisa melewati rasa sakit.

Sama halnya dengan luka dihati, butuh proses untuk menghilangkan rasa sakit. Luka yang dibalut dengan nasehat-nasehat. Biarkan waktu mengalir, membawa pergi rasa pahit. Setelah memakan waktu lama luka itu hilang, rasa sakit hilang. Tapi suatu hari nanti jika kita meraba kenangan, pasti kita akan ngebatin, "Dulu, pernah sakit karena dia."
Kitapun lega, bisa melewati rasa sakit itu. Tanpa ada sesal dibelakang.

#onedayonepost
07062016

Rabu, 02 November 2016

Cinta Pertama

"Cepet ganti celana, jangan pakai rok!" perintahnya. Dia menyiapkan sepeda tuanya di belakang rumah. Memeriksa ban, jeruji, hawatir ada yang tidak beres.

Aku? Yang sedari tadi duduk di area dapur bergegas memenuhi perintahnya.
"Mau kemana, Ma?" Mama, panggilanku untuknya, suami ibu.
"Ke sawah, nengok. Pulang pas Maghrib, biar ga teklok puasanya."

Asik! Sebuah kebahagiaan bagiku diajak jalan-jalan. Apalagi ramadhan, nunggu maghrib kerasa lamanya.

Selesai ganti celana, aku yang masih umuran belasan tahun di angkat, duduk di kursi sepeda. Tangannya meraih kedua tanganku untuk megang erat dudukannya. Kemudian kedua kakiku diiket dengan kerudung Ibu yang tidak terpake. Agar tidak jatuh, katanya.

Semuanya siap. Mama mengalihkan penyanggak sepeda dengan salah satu kakinya. Dia sudah bersiap menaiki, membawa sepeda melaju kencang. Jarak antara rumah ke sawah 30 menit. Jalanan yang tidak begitu lebar, memaksa kami agar berhenti, bergantian kepada orang yang didepan untuk jalan. Jalanan yang asli masih tanah, membuat Mama turun dari sepedanya. Menuntunnya, menghindari tanah yang becek.

Angin dengan lembut menerpaku. Mengukir senyuman di wajahku melihat Mama. Memperlakukan gadis kecilnya dengan penuh cinta. Dari belakang kulihat punggung Mama yang mengeras sedikit bergoyah menyamai ayunan kakinya. Rambut ikalnya berlarian terbawa angin.

Sesampainya, Mama dengan cepat membuka ikatan dikakiku. Menurunkanku dan memparkir sepedanya di bawah pohon kelapa. Aku berjalan mengekor, melewati sungai kecil, berjalan nunduk di pematang sawah, hawatir ada ular. Pikirku saat itu.

"Kamu duduk disini aja ya, tunggu mama sampe balik lagi." Dia berjalan cepat, memenuhi keperluannya. Aku menunggunya di sebelah pohon pisang. Memandangnya dari jauh.

***
Cinta pertama dari seorang gadis adalah Cinta dari Ayah.

Tulisan ini ditulis hanya untuk mengobati rasa rindu kepada Beliau. Hehe Tidak tau ini tulisan masuk jenisan tulisan apa:D

#Onedayonepost
HK, 2-11-2016.

THEME BY RUMAH ES