Selasa, 10 Oktober 2017

Waktu yang Selalu Setia Berputar

Hai...
Kembali lagi dengan saya, bocah yang setia SR di grup ODOP. Demi sebuah perjuangan yang entah kapan bisa terwujud, huhuhu.

Kalian tahu sinetron Dunia Terbalik? Itu lho sinetron yang mengisahkan keluarga para TKW dengan warna-warni kehidupannya. Tapi, untuk sekarang saya ga tulis reviewnya. Hehe

Dalam salah satu episodenya, saya menemukan percakapan yang sampai saat ini masih mengganggu pikiran (mungkin nyuruh saya nulis di blog, biar nggak lupa)
Kurang lebih seperti ini;

"Ga usah banyak mikir. Waktu nggak akan menunggumu"

Saking nonjoknya tuh percakapan, Adik saya yang sekarang kelas tiga SMP refleks mengulang kalimatnya.
"Ga usah banyak mikir. Waktu nggak akan menunggu," ucapnya meniru gaya bicara si tokoh sinetron.

Saya pun melongo lihat apa yang dilakukan si Adik. Bisa  ditebak ya, dia pun merasa percakapn itu Wah!!!

***

Ketika saya ataupun kalian menghadapi pilihan hidup. Antara A dan B.  Mungkin ada diantara kita yang terlalu banyak mikir, ujung-ujungnya nggak milih dua-duanya.
Khawatir ini lah khawatir itu lah khawatir anu lah.

Stop! Jangan banyak mikir. Mikirnya jangan lama-lama. Karena waktu tak pernah menunggu. Waktu terus berjalan sesuai putarannya.

Setiap pilihan punya risiko masing-masing. Jadi ambil saja salah satunya. Minta sama Allah, semoga tambah yakin atas pilihan tersebut.
Jalani. Hadapi risiko. Lalu ikhlaskan :)

*Nasehat diri

Hasil tulisan di Masjid tetangga Kecamatan, menghadiri acara nikahan sepupu. Nunggu Pak Lebe berjam-jam. Hihihi. Ups!

---onedayonepost---

Sabtu, 23 September 2017

RCO

RCO (Reading Challenge ODOP) merupakan salah satu program membaca di komunitas One Day One Post. Program lainnya adalah kelas fiksi dan non fiksi.

RCO sudah berjalan hampir tiga bulan. Ada beberapa level yang harus kami lewati. Sejauh ini sudah banyak yang gugur termasuk saya. Hehe. Hal ini karena tidak memenuhi tantangan dari admin. Jadi, ga naik level. Huhu
Padahal tantangan dalam level bikin penasaran (saya pribadi), membuat semangat baca.

Hmmm ngomong-ngomong admin, siapakah mereka?

Mereka orang-orang keren dibelakang layar. Ada Kang Fery, Mba Na dan Mb Dewi. Mereka selalu mengingatkan kita untuk istiqomah membaca. Terbukti setiap hari kita dituntut harus laporan di grup. Uniknya,  format laporan baca selain jumlah buku, juga  harus menulis judul dan quote paling disukai.

Jadi, kita bisa tahu banyak judul dan qoute buku, rasanya seperti kita jalan mengitari rak buku di perpustakaan. Pastinya, kita bisa tahu recomend buku keren ala mereka!

Keren nggak tuh?! #ingetuncleyakhihi

Dulu, ketika RCO belum lahir (eh) saya pribadi tipe orang yang sering menunda-nunda baca buku. Apalagi buku yang dibaca, bukan saya banget. Bisa ditebak, akhirnya banyak buku yang ga habis dilahap. Alhamdulilaah dengan adanya RCO sisaan buku tersebut, sudah habis dibaca. #Tepuktangan

Ketika saya tanya harapan RCO untuk odopers, beliau menjawab, "Apa ya?
Harapan saya,
sebagai tempat bagi penulis mempersiapkan diri dengan membaca.
Karena, kan itu salah satu penunjang kita untuk menulis.
Terlepas dari kegiatan membaca. Disini Kita melatih diri untuk disiplin. Disiplin membaca dengan target tertentu dan disiplin laporan, " ujar Mbak Na. Saat itu juga saya mengaminkan dalam hati.

Yuk, kita aminkan bersama. Aamiin

#RCO #Odopkeren
#onedayonepost

Rabu, 20 September 2017

Bait-Bait do'a di Akhir Tahun

"Betapa dahsyatnya doa, ke dalam hati ia menghadirkan kekuatan.
Pada jiwa, ia membulatkan tekad.
Pada ayunan langkah, ia memudahkan jalan.
Maka...
Jangan biarkan malam terbata sendirian.
Bisikkan do'a terkhusyuk.
Pintalah hari esok yang lebih baik."

Deretan kalimat di atas saya kutip dari buku '#Tahajud Notes' karya M. As'ad Mahmud, Lc.

Betapa dahsyatnya do'a. Hingga setiap muslim dianjurkan untuk berdo'a. Apalagi ketika hendak memulai sesuatu atau mengakhirinya.

Kebetulan, hari ini adalah hari terakhir dalam bulan Dzulhijjah. Salah satu bulan mulia sekaligus bulan terakhir dalam kalender Hijriyah. ( http://www.liburnasional.com/tahun-baru-hijriyah-2017/)

Dalam kalender Hijriyah, pergantian tanggal atau hari ketika matahari terbenam atau waktu maghrib. Artinya waktu maghrib nanti kita sudah masuk satu Muharram 1439 H.

Jadi ingat lagi saat saya masih ngaji sama beliau (yang kisahnya saya tulis kemarin).

Ba'da sholat ashar di hari akhir tahun, para santri berkumpul. Biasanya beliau nulis do'a akhir tahun di papan tulis. Yang mana papan tulis tersebut di depan kami. Bisa ditebak, wajah polos kami serempak menghadap ke papan tulis. Hehe

Dengan bantuan mix, beliau membaca satu atau dua lafadz, yang nanti diikuti oleh kami. Do'a itu dibaca tiga kali.

Malamnya ba'da maghrib kami pun kumpul ditempat yang sama. Beliau sudah mengganti tulisan di papan tulis dengan do'a awal tahun. Pun sama. Beliau yang pimpin. Kami mengikuti.

Setelah do'a ada sedikit tausiyah dari beliau. Tak lupa beliau nyuruh kami puasa (esoknya) untuk merayakan tahun baru.

Seneng ya, mengakhiri dan mengawali tahun baru dengan sesuatu yg baik dilakukan dengan berjamaah pula. #Duh syahdu...*lebay

Akhirnya, saya post do'a ini di Blog. Untuk pengingat diri. Semoga untaian do'a kita mengiringi setiap langkah menjemput kesuksesan. Aamiin.
Mohon maaf lahir bathin ;)

Nur Musabikah
Indramayu, di penghujung Dhulhijjah.

Foto: fimadani.com

Senin, 18 September 2017

Renungan

      Dua Senjata dalam Hidup

Namanya Arin, gadis yang baru saja lulus Aliyah itu harus rela menghabiskan masa mudanya dengan bekerja. Mencari pundi-pundi rupiah untuk meringankan beban orang tua. Tidak seperti temannya yang kebanyakan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Diam-diam Arin kecewa dengan hidupnya yang selalu jauh tidak baik dari temannya.

Hidup sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara membuat ia harus lebih kuat dihadapan keluarga. Kakaknya menderita sakit membuat ia tidak bisa bekerja dan membutuhkan biaya berobat tiap bulannya.

Pernah, dalam suatu kesempatan ia merasa hidupnya sangat buruk. Rasanya Tuhan tidak Adil. Rasanya Tuhan tidak mempedulikannya. Bagaimana tidak? Pikirnya. Bapaknya sebagai tulang punggung keluarga, pemberi nafkah, nahkoda dalam perahu kecil dan raja dalam istana kecil keluarganya,  tiba-tiba menghilang. Pergi ke tempat jauh. Meninggalkan segala kewajibannya. Membuat rasa sesak di dada.

Arin bingung dengan kenyataan pahit tersebut. Bagaimana supaya bisa memberi makan sehari-sehari keluarganaya. Pikiranya berkecamuk. Lagi-lagi ia merasa Tuhan tidak adil.
Karena tidak mau berlarut dalam kepelikan hidup, ia akhirnya nekat untuk merantau ke Luar Negeri. Mencari uang  membeli sawah untuk mata pencaharian keluarganya.

Hidup di Negeri Orang sangat butuh mental sekuat baja. Apalagi Arin kali pertamanya kerja di negeri tetangga. Komunikasi dengan bahasa  setempat yang jauh lebih susah dari apa yang ia pelajai di buku. Menghadapi majikannya yang cerewet dan jika ngomong dengan suara keras--orang sana memang demikian—baginya hal baru.  Ia lewati dengan air mata yang  sewaktu-waktu mengalir tanpa jeda.

Lika-liku menuju Skenario-Nya...

Tidak sampai itu, Arin pun harus menghadapi musim yang tak pernah ia rasakan di Indonesia. Ketika musim dingin tiba, kulitnya yang belum terbiasa, sering pecah di bagain jari tanganya. Tak tanggung-tanggung hidungnya sewaktu-waktu mengeluarkan darah.

Waktu bergulir, arus  hidupnya mengalir. Adaptasi berhasil ia lewati. Selesai didaki. Saatnya perjalanan pulang dijalani.

Suatu hari ketika libur kerja tiba, ia dipertemukan dengan kenalan hingga akhirnya berteman. Sebut saja namanya Siti. Kebersamaan yang ada membuat ia seperti saudara. Apalagi Arin usianya jauh lebih muda dari Siti.
Layaknya hubungan saudara, segala kepelikan hidup saling mereka bagi, pun dengan kebahagian.

Siti anak tunggal sekaligus piatu. Ibunya wafat ketika ia belum sekolah. Bapaknya orang keras. Hal tersebut sebagai alasan Siti untuk tidak tinggal di rumahnya. Ia tinggal dengan saudara dari bapaknya. Semua biaya sekolah ditanggung bibinya. Walaupun Siti harus mengerjakan semua kerjaan di rumah. Pun sama dengan Arin, Siti juga merasa hidupnya jauh lebih tidak baik.

Singkat cerita setelah lulus SMA, Siti kabur. Ia merasa tidak betah atas perlakuan Bibi dan Bapaknya, walaupun memang kebaikan membiayai sekolah selalu diberi. Tapi manusia mana yang betah ketika hidup dengan orang yang sering main tangan kepada dirinya?

Sampailah Siti ke Negeri orang. Mencari uang untuk biaya hidup sendiri walaupun ia juga harus mengirim uang untuk Bapaknya yang malas kerja. Di hari libur, ia gunakan waktunya untuk belajar lagi, melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Mendengar kisah tersebut, Arin merasa sangat bersyukur bisa hidup bareng ibu dan adik-adiknya tanpa Bapak. Masih mendapat kucuran kasih sayang dan  aliran cinta dari keluarga.

Pelan-pelan Arin kembali yakin bahwa Tuhan itu Adil. Memberi ujian setiap hambanya tidak melebihi batas kemampuan. Ia yakin kejutan dari-Nya akan hadir.

Selang beberapa tahun Arin dan Siti pulang ke Bumi Pertiwi. Arin berhasil menumpulkan sejumlah uang membeli sawah sebagai mata pencaharian keluarga.
“Alhamdulilaah, walaupun saya kerja di Negeri orang tapi bisa memberi sesuatu untuk keluarga. Bisa jadi, kalau saya melanjutkan kerja di kampung, belum tentu tahun ini bisa membeli sawah,” batinnya.

Sedangkan Siti pulang dengan membawa gelar S1 dan sejumlah uang untuk kelanjutan hidupnya. Tak lama Siti menemukan pria idaman hingga menjadi imam hidupnya. Sosok pengganti bapaknya untuk mendapatkan kasih sayang dan tempat berbakti. Konon, sampai ia pulang Bapaknya belum berubah.*

Belajar dari kisah Arin dan Siti yang akhirnya bermuara ke Skenario-Nya yang indah. Rahasianya? Ketika ujian menimpa, mereka hadapi dengan sabar. Ketika nikmat-Nya datang, mereka hadapi dengan syukur.

Kisah tersebut kisah nyata. Mereka sosok terdekat saya, tapi mohon maaf namanya sengaja pake samaran. Saya jadi ingat pesan Ustadz As'ad Mahmud, "Dua senjata dalam hidup adalah sabar dan syukur. Keduanya diibaratkan sebagai Ibu dan Bapak dari semua amal."
Semoga bermanfaat. Semangat pagi odopers...:)

#onedayonepost

Sabtu, 09 September 2017

Air mata di Bulan Agustus

Dua hari berturut-turut, rasanya air mata tidak bisa dibendung.

Enam belas Agustus lalu. Tepatnya disebelah rumah, pagi-pagi sekali sudah ramai hilir-mudik para bapak dan ibu undangan. Tenda biru terpasang. Kursi-kursi terpampang.

Jam sebelas siang, Sang MC memulai acara. Sebelum acara, suara dari mix menyahut-nyahut mengajak diri untuk merenung. Merdu, membawa sendu. Banyak pasang mata seketika sembab. Termasuk diri ini...

Labbaik allahumma labbaik. Labbaikalaa syariiika labaik. Innal hamda Wanikmata. Lakawalmulka la syarikalah.

Sahutan itu berulang-ulang. Menyekat tenggorokan para undangan. Tidak ketinggalan denganku.

Pelepasan keberangkatan haji itu memeras mata.

Paginya, tujuh belas agustus. Hari ketika orang-orang bahagia. Para bocah, ramai ikut memeriahkan acara lomba-lomba. Di sekolah, ramai mengadakan upacara bendera. Walau panas menyengat, terlihat semangat.

Begitupun di TV, menampilkan upacara secara langsung di Istana Negara. Sebelumnya upacara berlangsung di luar Istana, diadakan pameran adat budaya Indonesia. Keren, Indonesiaku!

Namun, kemeriahan itu hilang terganti dengan rasa khidmat dan hormat. Ketika upacara berlangsung. Saat kamera menyorot sosok-sosok yang dulu pernah jadi orang nomor satu di Negeri Pertiwi. Seorang pria berkopiah hitam, terlihat auranya hampir menangis. Mungkin saja, sudah meluber air matanya.

Diri ini bertanya, kenapa? Entah. Bisa jadi dalam benaknya terlintas, "Apakah Negeri ini sudah merdeka?"

Saat kamera menyorot seorang putri dan putra bangsa menjalankan tugasnya dengan cucuran keringat di wajahnya.
Tak sengaja, diri ikut bangga dan haru.
Pecah sudah kedua mataku, membasahi pipi.
Teringat pertanyaan yang tak bertepi.

Apa yang sudah kuberi untuk Negeri Pertiwi?

#onedayonepost

Rabu, 09 Agustus 2017

Masalah Oh Masalah

Tahun 2016, dalam acara outbound Kebetulan saat itu saya panitia, jadi tidak ikut dalam barisan peserta. Ya, saya di depan berjejer dengan panitia bagian acara.

Sebelum outbound mulai, seperti biasanya dibentuk kelompok terlebih dahulu. Sang MC menyuruh satu per satu peserta menyebutkan angka satu sampai tujuh. Satu kelompok terdiri atas peserta yang sama menyebutkan angka. Tak lama mereka berbaris sesuai kelompok masing-masing.

Untuk pembagian nama kelompok,
panitia sudah meyiapkan nama kelompok yang tertulis di kertas warna lengkap dengan tali di setiap ujungnya.

Sang MC memberi arahan, menyuruh beberapa panitia -salah satunya saya- untuk maju ke depan. Dan ternyata, kami disuruh mengambil kertas tersebut, lalu dilingkarkan ke leher. Jadi nama dalam kertas tersebut terbaca jelas oleh peserta.

"Baik teman-teman, untuk pembagian nama kelompok, dalam hitungan ketiga, panitia yang di depan ini lari sesuka arah kemana saja. Nah, setaip ketua kelompok mengejar salah satu panitia tersebut sesuai nama kelompok yang diinginkan," jelasnya.

Seketika saya merasa takut karena bakal dikejar mereka. Haha.

"Satu... Dua... Tiga..."
Sang MC memberi aba. Tangan kirinya refleks menunjuk ke atas.

Sontak saya lari, menghindar dari kejaran. Ada yang sama sekali ga dikejar. Beda dengan saya, beberapa ketua kelompok  mengejar. Sontak, saya lari kencang.

Eh, kok jadi ketawa terus? Apa hubungannya dengan judul?

Hehe
Begini... Ketua kelompok yang mengejar panitia anggap saja masalah. Jadi ketika dihadapkan dengan masalah, harusnya bersyukur dan bahagia. Lho?! Ya, karena hidup kita hendak maju. Adanya masalah, menjadikan kita bergerak bahkan berlari. Menjadikan kita lebih dewasa, hingga menapaki sedikit demi sedikit tangga kesuksesan.

Ketika ada masalah, boleh mengeluh, sedikit saja. Wajar, jika ada rasa takut, seperti cerita di atas, awalnya saya merasa takut ketika tahu akan ada orang mengejar, apalagi banyak. Hingga akhirnya  saya lari kencang.

Bukannya hakekat hidup itu belajar? Masalah adalah ujian. Supaya hidup kita naik kelas. Aamiin

*onedayonepost

Review Cerpen

Judul: Arok Sang Mahadewa
Penulis: Heru Sang Mahadewa

Salah satu member ODOP ini sudah punya khas tersendiri. Merangkai kata tentang sejarah tidaklah mudah. Namun, beliau sudah sangat lihai menulis, terbukti dengan banyak tulisan dalam blog pribadinya.

Di awal tulisan, saya dibuat wah dengan sebaris kalimat yang diakhiri tanda seru. Pembukaan paragraf yang bagus.

Dari paragraf ke paragraf membuat saya penasaran. Mungkin karena penulis membawa pembaca menemukan konflik sangat rapih. Ditambah dengan pemilihan kata yang mudah dipahami.
Bagaimana pun ada kalimat yang menggunakan diksi keren. Seperti berikut;

"Langit di atas Candi Palah nampak gelap gulita. Tiada gemintang yang menampakkan cahaya walaupun sekerlip."

Ada lagi...

"Selain memiliki guratan aksara yang indah, Mpu Panggih juga berpengalaman menjadi guru tulis pakuwon semenjak Tunggul Ametung masih hidup."

Adakalanya saya mengulang bacaan beberapa kali. Tahu kenapa? karena memang alurnya yang unik. Hehehe.

Bagi pembaca yang mungkin merasa sulit mengerti dengan istilah-istilah asing, penulis memberikan catatan kaki. Agar kita semakin mudah mencerna setiap kalimat.

Secara keseluruhan, cerpen ini patut diapresiasi lebih. Karena karya seperti ini sedikit ditulis oleh banyak orang.

Selamat membaca ;)
http://dloverheruwidayanto.blogspot.co.id/2017/07/arok-sang-mahadewa.html?m=1

#onedayonepost

Minggu, 30 Juli 2017

Bersahabat dengan Writer's Block

Pernah suatu hari, saya bertanya  dengan teman yang sudah lama terjun dalam dunia menulis.

"Mbak, gimana caranya bangun mood nulis lagi? Lagi mandeg nih."

"Haaa..."

"Eh kok malah ketawa?"

"Manjain aja dengan kondisi itu..." lanjutnya.

''Apa semua orang pasti ngalamin?" tanyaku. Saat itu saya masih awal banget belajar nulis.

"Iya lah, bukan hanya pemula. Mereka yang senior juga masih sering ngalamin. Nikmati aja!"

Nikmati?

Yaa...
Akhirnya saya coba saran dari teman. Nikmati saja kedatangannya. Namun, bukan untuk bersantai ria -tidak ada usaha- Berikut beberapa usaha saya saat writer's block datang:

1. Wudhu

Wudhu mendatangkan ketenangan, salah satu untuk memulihkan mood nulis.
Mood itu jangan ditunggu, tapi dijemput (kayak jodoh ya hihi).

Jika malam hari sebelum tidur, sekalian sholat hajat, curhat sama DIA. Biasanya kalau udah curhat kan plong ya, hehe...
Bisa juga curhat di Diary atau teman.

2. Selesaikan masalah

Bisa jadi, datangnya writer's block itu karena diri kita punya segunung masalah. Mungkin sama keluarga, teman kerja atau atasan kita di tempat kerja.

3. Lakukan hal yang disukai

Karena saya suka jalan-jalan, biasanya saya lakukan ini. Melihat sesuatu yang baru, biar pikiran lebih fresh. Mungkin bagi yang suka nonton, ngopi, karauke, dan lain lain, coba saja lakukan.

4. Mendengar musik penyemangat

Musik itu ngaruh banget. Bahkan dalam buku 'Man Shabara Dzafira' karya Ahmad Rifa'i Rif'an, tidak boleh mendengar musik yang mellow.

Lain lagi kalau penulis fiksi yang ingin gali ide lewat lagu mellow. Tentang rindu, patah hati, malah diperbolehkan.

5. Baca

Belajar dari tulisan orang atau pengalaman orang akan akan memunculkan banyak ide, lalu secara tidak sengaja kita pengen banget segera nulis.

Dan yang terakhir...

6. Buka buku catatan/diary tentang kepenulisan. Baca ulang komitmen, tujuan kita menulis. Ya Komitmen! Resapi... Insya Allah semangat nulis muncul lagi.

Mari bersahabat dengan writer's block... Eh!

Semoga bermanfaat.

Sukra, Dhulqo'dah 1438 H

#onedayonepost
#Tugasfiksi

Senin, 24 Juli 2017

Pondok Jati



Mobil yang kutumpangi memasuki sebuah gang, setelah melewati plang besar bertuliskan nama sebuah perusahaaan. Lebih tepatnya –menurutku-- perusahaan Allah. Sekitar jalan, tumbuh banyak pohon jati menjulang tinggi, membawa angin, menyejukkan insan yang tinggal di sana. Banyak orang lebih mengenalnya ‘Pondok Jati’, beda jauh dengan nama yang terpampang di plang tadi. Gerobak pedagang berjejer rapih di sana. Ada cimol, tahu krispi, batagor, sioamy dan es pelangi. Itu yang kuingat. 

Tiga menit kemudian mobil berhenti di depan gerbang warna hijau. Beberapa bocah hilir mudik. Baju kokoh, sarung dan kopiah hitam yang dikenakannya, menjadi ciri khas tersendiri. Ya, Santri. Apa pun serba ngantri. Suka makan ikan teri. Biar besar jadi Mentri. Dagelan yang kutahu dari temanku, Mbak Sari.
“Ayo turun,” Sebuah suara mengomandani penghuni mobil. Kami sigap turun.

Ketika memasuki gerbang. Ada papan putih pengumuman, kecil, berderet tiga kata dan ditulis dengan huruf kapital. Refleks aku berhenti, memandang tulisan tersebut. Tidak sadar mulutku terbuka, sampai Yayu Yati menarik tanganku keras.
“Hust, jangan melongo! Cepat masuk,” ujarnya.
“Iya... Iya...” Aku belingsatan.

Jalanan aspal sangat bersih, tak kutemui sampah bersantai ria di sana. Pot bunga berbaris di tepian. Sebuah masjid klasik menyuguhkan keagungan rumah-Nya. Tepat samping kanan gerbang. Kutengok sekilas, di depan tempat pengimaman ada halaman yang tak terlalui luas dan  hanya beberapa pohon yang  tumbuh.  Dua gundukan tanah dikelilingi pagar kayu menggoda mataku untuk kedua kalinya.
“Itu kuburan Almarhum pengasuh Pondok,” Yayu mebisiskiku.
Aku mengangguk-angguk pelan.

Di serambi dan pojokan Masjid, beberapa santri terlihat santai dengan bersila. Mungkin menghafal atau membaca benda kotak di tanganya.
Di depannya berdiri bangunan yang memanjang. Di sana bertuliskan ”Kantor Pengurus” Sampingnya ”Tempat Jenguk Wali Santri.” Tapi ketika kutanya Yayu, kenapa tidak ke tempat itu, masih suasana liburan jadi bebas, katanya. Walhasil kami jalan lurus menuju asramanya Edin, putra kedua Yayu.
 Lalu lalang snatri membuatku sesekali menundukan kepala. Sebentar lagi masuk waktu ashar, banyak santri yang jalan cepat menuju tempat wudhu. Sebuah tampungan air besar terlihat di depan kamar mandi, airnya bening dan berlimpah.

Sosok bocah berkulit putih menyalami Yayu, aku dan rombongan lainnya. Ia mengajak kami berjalan belok ke kanan dari kamar mandi. Komplek asrama berdiri melingkar. Mengelilingi taman kecil. Konon, di belakang masih ada asrama lagi, karena santrinya kurang lebih seribu.

Kami duduk di serambi kamar Edin, karena di dalam tidak muat untuk menampung kami. Banyak santri baru masih suka duduk-duduk di kamar, kata Edin. Pantas saja di depan gerbang banyak mobil, ternyata para santri baru yang sedang daftar pondok.
Setelah ngobrol, melepaskan rindu keluarga pada Edin, kami pamit pulang. Sudah menjadi tradisi, ketika menjenguk saudara di Pesantren, kami selalu ngasih uang jajan. Tangan Edin mengepal. Karena kantong bajunya sudah tidak muat menyimpan uang. Senyum sumringah terpancar pada bocah yang kini masuk SMP itu. Kami berpisah.

Di Mobil, Yayu mulai obrolannya dengaku. Ia cerita pengalamn dulu sewaktu santri, hingga ia bercerita Edin, anaknya. Sebelum cerita, ia sudah tertawa kecil, menundang rasa penasaranku.
“Edin mah walaupun sedang tidur, kopiah hitam pasti selalu ada disampingnya. Karena salah satu perturannya diwajibkan berkopiah selama di pondok. Jadi, ketika dia bangun tidur, langsung pakai kopiah. Dilepas cuman pas tidur atau wudhu saja. “
Hahah. Kami seisi penghuni mobil berkelakar.

Tiba-tiba aku ingat sesuatu! Saat aku melihat papan kecil itu bertuliskan ‘Kawasan Wajib Berkopiah’. Hihihi


#fiksi4
#onedayonepost


Kamis, 20 Juli 2017

Hijrah is Move On

Jika melihat sejarah Nabi, arti hijrah adalah perjalanan/perpindahan Nabi dan para sahabat dari Mekah ke Madinah.

Saat itu dakwah Nabi di mekah tidak aman, banyak rintangan, ujian, siksaan, cemomohan bahkan diancam dibunuh. Ada beberapa sahabat yang disiksa hingga wafat. Hal tersebut merupakan penyebab Nabi pindah ke Madinah.

Ketika rombongan tiba di Madinah, sahabat anshar menyambut baik. Berjalannya waktu, Nabi memulai dakwahnya, mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas ancaman dan tekanan, mengikat hubungan kekeluargaan antara kaum muhajirin dan anshar, dan menyusun strategi ekonomi, sosial dan dasar negara.

Dalam sebuah situs NU Online menyebutkan, Ibnu Qoyyim Al Jauzy mendefinisikan hijrah  menjadi dua bagian: Hijrah lahiriyyah dan hijrah bathiniyah.

1. Hijrah lahiriyyah (fisik), bisa diartikan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Nabi dan para sahabat rela meninggalkan kampung halaman, keluarga, harta benda, dan kemewahan. Mereka bersedia menghadapi kegetiran hidup demi mempertahankan aqidah dan menegakan kebenaran.

2. Hijrah bathiniyah, hijrah seorang hamba kepada Allah dan Rasulnya. Bisa juga disebut perjalanan spiritul seorang hamba kepada Tuhannya.

Di zaman modern ini, sudah selayaknya kita lakukan hijrah bathiniyah. Bukan hanya untuk mereka yang sedang jauh dari-Nya (baca: pemabuk, pecandu, dll) Namun kita semua umat islam yang ingin selalu dekat dengan-Nya.

Beberapa hari yang lalu, saya mengantar sepupu ke pondok pesantren. Ia baru lulus SMP. Orang tuanya menyuruh dia lebih mendalami ilmu agama, sehingga ia harus rela meninggalkan keluarga, ponsel, kesenangan dan fasilitas nyaman di rumah.
Bayangkan saja, hidup di Pon-Pest banyak sekali sesuatu yang mungkin tidak senang. Apapun serba ngantri, makan dengan lauk yang tidak selezat masakan orangtua. Ini merupakan contoh hijrah bathiniyah.

Mari berhijrah dari sesuatu yang dimurkai Allah kepada sesuatu yang diridhoi-Nya.

Semoga tidak hanya hijrah, tapi bisa istiqomah. Aamiin

Lantas, sudah sampai mana hijrah kita?

#onedayonepost

Selasa, 18 Juli 2017

Sekilas tentang VOC

Judul Buku: Vacaran on Cinta-cintaan
Penulis: Ferdian Udiyanto
Peberbit: Pro-U Media
ISBN: 978-602-7820-06-7

Beda dengan buku non fiksi lainnya, karya Mas Ferdian ini cukup unik. Cocok sekali bagi yang kurang suka baca materi banyak dengan tulisan narasi. Buku ini dikemas dalam bentuk komik. Tapi tenang saja ilmunya ngena banget.

Seperti buku pernikahan lainnya. Di bab awal pembaca akan dibawa dalam pencarian cinta sejati lalu akan menyadarkan pembaca tentang bahanyanya pacaran.
Tentang galau, pilih calon pasangan hingga perayaan cinta halal dikupas habis dalam buku ini.

Menurut saya, buku ini tidak akan bosan dibaca. Selain bisa meraup ilmunya juga bisa menikmati lelucon para tokoh komik. Hehe.

Secara keseluruhan buku ini bagus banget  bagi yang sedang berburu ilmu tentang pernikahan. Terlihat dari beberapa buku referensi yang terpajang di daftar pustaka.

Kesimpulannya buku ini usaha penulis untuk memberi lampu merah tentang pacaran. Walaupun kata beliau tidak mudah untuk mengubah kebiasaan yang terlanjur diterima dan dipegangi oleh masyarakat.

Selamat membaca;)

Oh iya, dulu saya beli di www.proumedia.com karena tempat tinggal jauh dari gramedia. Untuk temen-teman yang suka nulis non fiksi bisa juga kepoin webnya. Mungkin bisa menerbitkan buku di sana.

#onedayonepost

Minggu, 16 Juli 2017

Dia


Sial! Dia datang. Payah! Aku meracau diri.
Suara  sepeda motor berhenti di halaman rumah. Langkah kakinya terdengar pelan, menapaki lantai. Pintu terbuka disusul suara bedebum. Di luar, senja mulai memanja. Mewarnai langit biru dengan emasnya.

“Blekkggg!”
Gadis mungil itu menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Bersamaan dengan bungkusan plastik hitam besar yang dibawanya. Tubuhnya terlentang, kaos kaki masih melekat, matanya berkali-kali kedip. Mungkin saja, menahan kantuk, seharian kerja. Aku tiap hari melihat kejadian ini. Bosan? Tidak. Karena aku memang ditakdirkan untuk menemani dia sepanjang hidupnya.

Tapi, ada hal yang paling aku benci pada dirinya. Ingin sekali jewer dia. Biar dia tahu rasanya disakiti. Ingin maki dia, biar tahu rasanya dicampak. Ah, tapi apalah dayaku! Biar Tuhan saja yang menegur, lewat perantara apapun!

Hey, pasti kau heran dan bertanya. Kenapa? Lain waktu, aku cerita.

Ruangan ini saksi atas ketidaksukaanku padanya. Cerah, karena di cat warna hijau muda. Hiasan dinding berupa pigura tulisan arab juga bertengger di sana. Tapi, tidak menjadikanku secerah dan sesejuk atas perilakunya kepadaku.

Kulihat dia terbangun dari tidurnya yang tak lama. Matanya melotot ke arah benda kecil di pergelangan tangan kanannya. Lalu dia meloncat, berlari ke arah pintu. Tubuhnya hilang dari penglihatanku.

Baru saja kucoba menenangkan diri, tapi sosoknya sudah berada di depanku. Wajah ayunya basah, lengan kaos dan celana panjangnya digulung. Lalu, Berdiri menghadap barat dengan busana putih beregelarkan sajadah merah.

Bagaimana tidak banyak orang yang suka? Gadis yang belum lama lulus SMA itu dinilai tetangganya, pekerja keras dan rajin ibadah. Ah, tapi tetap saja ada rasa benci tumbuh dalam diriku.
Setelah kepalanya nengok kanan kiri, dia menunduk khusyuk. Lalu kedua tangannya menengadahkan ke atas.

Tubuhnya kembali meloncat ke kasur, mulai membuka plastik hitam itu. Apa gerangan di dalamnya? Wajahnya yang kusut terlihat memancar. Senyumnya mulai gemulai. Tangannya mulai merogoh, matanya tidak sedikitpun berpaling dari benda hitam itu.

Beberapa benda mulai dia pegang. Tangannya mulai menyobek plastik bening yang melekat. Ditimang-timang lalu



sebentar memandang bagian depan belakang. Kepalanya mengangguk-angguk. Lalu tangannya kembali merogoh plastik hitam, mulai memegang benda yang sama, dam melakukan hal yang sama. Aku ingat betul, empat kali dia lakukan hal serupa, bedanya, dia ga menyobek plastik bening bungkusan benda pipih itu.

Dia mulai beranjak turun. Membawa semua benda barunya, menuju ke tempatku berada yang sedari tadi terbuka lebar. Dengan tampang yang tidak merasa bersalah, dia menggeser posisiku menepi, benda baru ditangannya, menempatinya.

Akh, hari ini aku tambah benci padanya. Aku penghuni lama dalam kotak ini. Tapi selalu saja  dia biarkan aku diam berdiri, terbungkus rapih dengan plastik bening. Aku benci! Ini hal yang membuatku benci padanya!

#onedayonepost #TantanganFiksi #TugasPertama


Selasa, 04 Juli 2017

Penikmat Rindu


Enam puluh bulan, kita tidak pernah bertemu. Waktu yang cukup lama untuk bisa mengusir rindu. Tapi tidak dengan aku. Laki-laki bermata sayu. Yang diam-diam mengintip akunmu.

Kamu terlalu istimewa di mataku. Sekarang, apalagi dulu. Perempuan riang dan lucu. Namun sedikit belagu. Bagaimana tidak? Kamu suka nolak tawaranku. Beribu alasan ketika aku bersedia menjemput di tempat kerja kamu.

"Enggak usah," katamu.
"Aku pulang bareng Mas Ayon."

Kamu menyebut nama salah satu rekan kerjamu. Yang kutahu dia punya kesibukan. Tidak mungkin bisa mengantarmu.

Nyesek!
Perempuan mana yang suka nolak tawaranku? Tidak ada. Selain kamu.

Tapi, aku masih suka kamu.

Kemarin, aku berkunjung ke laut.
Aku mandi di sana. Rasanya aku tak mau beranjak. Rasanya aku tak mau pisah dengan air.

Harus kamu tahu.

Karena aku tak mau kenangan bersamamu beranjak, pisah, lalu menghilang. Aku menikmati kerinduan kepadamu.

Dan kenangan pertama kamu menerima tawaranku. Kita main air bersama di tempat itu. Dulu. Lima tahun yang lalu.

"Mas, ayo pulang."

Tangan seseorang menepuk punggungku.

Aku menoleh. Berdiri. Beranjak pergi. Meraih tangan kanannya. Kupegang erat istriku.

"Izinkan aku merindu perempuan lain. Sebentar saja," batinku.

*onedayonepost

Lebaran Bareng si Kembar



Yeaa.. Alhamdulilah lebaran tahun ini, aku merdeka!
Lha emang tahun-tahun kemarin dijajah?!

Loading...

Duh, ini yang nulis ganjen banget! Hehehe

Jadi, tahun-tahun kemarin aku kerja dan tinggal di daerah mayoritas non muslim. Setiap lebaran, aku harus jauh-jauh hari izin libur pas hari lebaran, karena bertepatan dengan hari kerja, bukan hari minggu. Mending kalau lagi nasibnya baik, si bos ngasih seharian full libur (tapi tetep aja sih jam 9 malam harus balik lagi ke rumah, hiks), kalau lagi ga baik? Huh, jam satu siang pun udah harus balik, lanjut kerja. Nyesek banget kan, lebaran disibukan dengan kerja. Ya, paling tidak kita bisa telepon sama orang jauh di kampung. Ada lagi, si boss ngasih izin kita (para TKI) pas sholat iednya doang. Artinya selesai itu pulang dan langsung kerja. Heuheuheu.
 Resiko hidup ikut orang (nah kalau gini, idem, gak mau deh nulis paragraf di atas *jiwit)

Nah kan, kayak orang dijajah? *ketawasedih

Segala puji bagi Allah, yang telah menguatkan tekadku untuk pulang ke kampung halaman. Hingga sekarang bisa kumpul bersama keluarga.

Si kembar, adikku yang paling ujung. Dua-duanya perempuan. Tahun ini usianya sembilan tahun. Dari kecil pisah tempat tinggal. Novi sama mimi. Nova sama saudara. Untungnya rumah kami sebelehan, jadi pisahnya nggak jauh-jauh banget.

Pagi-pagi sebelum berangkat sholat ied, si Nova sudah maen ke rumah. Bisa nebak gak ngapain?
Terkadang risih juga melihat tingkah mereka, karena di keluarga, baru ada mimi saja yang kembar selain dari anak-anak kakek mimi dengan istri lainnya (bingung ya?).

Oh  iya, pagi-pagi Nova nanya sambil selendehan di pintu tengah, “Ovi, hari ini   
pake baju yang mana?”

“Merah,” jawab si Ovi. *nahanpengenjiwit
Setelah semua siap, kami berangkat ke Masjid. Hari fitri memancarkan setiap wajah yang kutemui di jalan berseri, menari di hati, seulas senyum berbagi. Gema takbir, tahmid, tasbih dan tahlil mengalir merdu dari corong-corong Masjid. Menjadikan hati setiap insan yang mendengarnya merasa bahwa diri sangat kecil.
Lantunan merdu itu membawa kami dalam khusyunya setiap takbir, sujud, sampai salam.

Di tengah jamaah menyimak Sang Khotib menyampaikan khotbahnya, bocah bermuka lebar, sedikit putih –ini salah satu pembeda diantara merea-- langsung rebahan di hamparan sajadah. Disusul tetangganya, si Novi. Dengan suara lumayan keras dia mulai menyampaikan sesuatu.

Ang, yang lagi ngomong, apa sedang baca puisi?’’

Hahaha. Hatiku tertawa keras, melebihi suara khotib.

“Itu lagi ceramah, Nok. Yang ceramah itu namanya khotib. Dengerin ya...”

Senyum paksaan kubuat sejadinya, menahan tawa. Sedangkan cekikan dari saudaraku yang lain meledek Nova yang masih polos. Si kembar memang banyak tingkah lucu.

Bukan hanya itu, ketika awal-awal ramadhan mereka memintaku mengajari bagaimana do’a sholat sunah Witir setelah tarawih. Si Novi beberapa kali aku tuntun, sudah langsung hafal dan lancar. Lain dengan Nova, dari awal malah sering salah, harusnya usholi malah meleset ke nawaytu. Hehehe. Si Nova butuh waktu lama untuk mengingat sesuatu.

Serangkaian acara sholat iedul fitri selesai. Setelah menengadahkan tangan, mengemis kepada-Nya, kami ikut bersalam-salaman dengan jamaah lain.
Lalu...
Kami pulang. Kami menang. Kalian juga menang. Aamiin.

"Taqobbalallah Minna Wa minkun. Shiyaa manaa Wa Shiyaa Ma kum."😊

Nur Musabikah
Indramayu, 14 Syawal 1438 H
foto; google



#Onedayonepost

Minggu, 02 Juli 2017

Reuni SD


Percaya nggak, reuni SD lebih berkesan dari SMP, SMA?            

Reuni, pertemuan kembali dengan teman-kawa lama setelah sekian lama tidak bertemu. Biasanya momen lebaran waktu yang cocok untuk mengadakn reuni. Itu juga yang sering dilakukan kami, alumni SDN Sumuradem 1 di Indramayu.

Tahun 2003 kami lulus. Melanjutkan perjalanan hidup kami, eh lebay ya. Hehe. Ada sebagian yang lanjut sekolah tidak jauh dari rumah, ada juga yang lanjut sekolah tinggal di Pesantren.

Sejak 2009, Kami mengadakan reuni di bulan syawal, beberapa hari setelah lebaran. Selama saya di Hong Kong, saya merasa sedih melihat foto-foto mereka. Tahun ini, tepatnya  27 Juni 2017 kami mengadakan acara serupa. Sebelum hari H tiba, kami bikin grup whatsapp, salah satu admin woro-woro,”Bagi yang sudah punya istri dan anak mohon dibawa, biar ga CLBK” wkkkkk. Saya yang merasa masih sendiri, sempet kepikiran bakal bete berangkat seorang diri. Hiks

Pas hari H, jam delapan kurang lima belas menit, saya sudah siap, tinggal berangkat. Motor sudah di luar rumah, karena paginya selesai dicuci. Hehe, biar kinclong, soalnya beberapa hari hujan, jalanan becek, motor sudah kaya pake bedak lumpur. Wkkkkkkkk

Lanjut ya... saya menghubungi salah satu teman cewek. Sesuai kesepakatan kita bertemudi Masjid terekat.
Di tempat yang telah ditentukan, yakni SD kami tercinta, SDN Sumuradem 1, saya, aeni dan Imas termasuk orang yang rajin setelah Yomi, Hihihi. Ya, mereka belum ada yang sampai TKP. Sambil menunggu yang lainnya, kami ngobrol ngalor ngidul, biasa becanda ngakak yang tak jelas. Si aeni yang dulu ketua genk saya di kelas enam suka ngobrolin masa lalunya setiap kali dia bertengkar di kelas, haa.

Satu per satu teman-teman datang, khotib dan keluarga kecilnya, terus Kus, Basuni, Carlim, dan Egi dan istri, dan teman-teman lainnya.
Indonesia gitu lho, janji kumpul jam delapan, jam sebelas baru kumpul (eh poin ini jangan ditiru ya, harusnya kita ga boleh menyepelekan janji)
Sesuai kesepakatan kami berempat, saya, Yomi, Aeni dan Imas, berangkat dulu untuk booking tempat makan, kami memilih rumah makan di sekitar pesona laut, Eretan. Namun, sayang... Tempat itu buka jodoh kami.. Ya, rumah makan tersebut sudah gulung tikar. Akhirnya kami menghubungi Egi. Balik lagi dan kumpul di Patrol.

Setelah bertemu di sana, kami melanjutkan perjalanan ke selatan, kami berangkat menuju tempat makan selanjutnya di daerah Cilandak.
Beberapa menit saja, kami sudah sampai TKP, tempat makan yang berbentuk saung di tengah-tengah balong ikan. Bisa ngebayangin kan ya? Heheh

Dan, ternyata nunggu menu siap, lamanya minta ampun. Mungkin karena saya pribadi dari pagi belum makan. Jadi terasa lama nunggu. Hihi

Satu hal yang paling berkesan ketika teman-temn yang lain menyuruh sang mantan ketua kelas untuk sambutan, wkkkkkk denga bacolan yang bikin perut sakit, nahan tawa. Bayangkan saja, dulu dia suka merintah kami, menyiapkan doa dll. Tapi, pas reuni dia diam tak bersuara, bisa jadi malu sama istrinya. Hihi

Oh iya, ini jawaban terkait pertanyaan di atas. Kenapa lebih berkesan?
1.       Enam tahun kita bareng terus satu kelas, mungkin ini bedanya ya, kalau SMP/SMA, tiap naik kelas pasti kita menemukan anggota baru. Nah SD mah kagak. Kecuali memang jika ada dua  kelas, tapi jarang kan ya. Hihihi
2.       Ketika SD, kita masih polos, usia masih sedikit, banyak tingkah yang aneh dan lucu. Tidak heran, ketika cara reuni tiba untuk mengingat nama, akan terlontar pernyataan berikut:
“Eh, dia tuh yg dulu kurus, kecil.”
            “Eh, dia  itu lhooo yang dulu masih umbelan.”
“Eh, di itu lho yang kurus, jangkung kaya sengget.”
“Eh, dia itu lho yang dulu rambutnya kleriting.”
“Eh, itu lho yang kulitnya item.”
Dan pernyataan lain yang jauh berbeda dengan kondisi sekarang.

Apapun bentuk pertemuannya, semoga sillaturrahim terjaga.

Indramayu, 2 Juli 2017.











#onedayonepost








Rabu, 21 Juni 2017

Sebuah Penantian

Ketika seseorang dihadapkan dengan pilihan untuk menunggu. Ingat satu hal, selalu khusnudzhon kepada-Nya.

Ketika seseorang dipisahkan dengan jarak, satu hal yang harus dilakukan adalah selalu memperbaiki diri.

Ketika dalam perjalanan penantian, terjadi keraguan, ingat... Tetap istiqomah memperbaiki diri.

Jodoh siapa yang tahu?

Mereka yang sama-sama dalam perbaikan diri, akan bertemu. Menua berdua. Ke syurga bersama.

Jodoh siapa yang tahu?

Hanya Tuhan yang Rahman. Mohon dan minta kepada-Nya.

*onedayonepost

Nur Musabikah
27 Ramadhan 1438 H
#nasehatdiri #renungan

Rabu, 07 Juni 2017

Menulis di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan ke-9 kalender hijriah. Dimana banyak muslim yang mengharapkan kedatangannya. Karena bulan tersebut bulan yang penuh keistimewaan. Diantaranya bulan yang penuh ampunan, keberkahan, dilipat pahala amal kebaikan dan masih banyak lagi.

Menurut salah satu penulis di buku antalogi 'Ramadhan, Moment of Life Revolution' bulan ini adalah momentum untuk merevolusi diri. Kenapa? Karena di bulan ini doa-doa yang dipanjatkan terijabah. Maka hebatkan keinginan, tinggikan impian lalu  sampaikan ke hadapan Allah, cantumkan di setiap qiyamullail kita. Insya Allah diberikan jalan menggapainya.

Masa ramadhan adalah masa dimana tubuh kita sehat, pikiran sehat. Seperti hadis riwayat berikut, "Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu." (HR Al-Bukhari). Berpuasa bukan hanya menahan haus dan lapar tapi menahan hawa nafsu. Secara tidak sadari, selama ramadhan dilatih untuk tidak marah.

Hmm apa hubungannya dengan menulis?

Dalam kondisi puasa, secara fisik dan jiwa bagus sekali untuk menulis karena dalam keadaan tenang, tidak dipenuhi amarah dan perut pun kosong. Dijelaskan dalam kitab Ta'limul Muta'alim karya Syekh Az-Zarnuji bahwa salah satu penyebab malas ketika dalam keadaan kenyang.

Dikutip dari bukunya Pak Dwi Suwiknyo, Writerpreneurship halaman 10, salah satu cara untuk memulihkan mood menulis yaitu membersihkan diri. Secara fisik bisa dengan mandi, wudhu lalu shalat sunah untuk menenangkan jiwa dan pikiran.

Nah, bukannya ramadhan dianjurkan perbanyak ibadah sholat sunah? Selesai sholat, gunakan waktu untuk menulis. Entah itu malam, selesai qiyamullail atau pagi, setelah shubuh.

Berikut alasan mengapa pagi hari, waktu paling tepat untuk menulis;

1. Kita punya banyak willpower di pagi hari. Will power adalah sumber daya terbatas yang terus menguap sepanjang hari. Kita banyak memilikinya saat kita bangun dan sangat sedikit saat sebelum kita tidur.
2. Kita lebih kreatif di pagi hari. Aktivitas kreatif berada di puncak selama dan setelah tidur. Dan pada saat yang sama bagian analytical otak menjadi lebih aktif.
3. Kita dalam mood yang bagus. Sangat mudah menulis saat mood sedang bagus dibanding ketika mood sedang tidak bagus.
4. Pagi hari Membantu Membangun Kebiasaan. Karena memiliki lebih banyak willpower di pagi hari, maka sangat mudah tindakan harian Anda menjadi kebiasaan.

Sedangkan jika menulis di malam hari punya kelebihan berikut:

1. Tidak ada gangguan. Lebih banyak waktu tidak akan ada seorang pun yang menganggu setelah jam kerja tradisional sehingga Anda bisa fokus 100% pada aktivitas menulis Anda.
2. Kejadian selama sehari memberi Anda inspirasi. Semua pengalaman yang Anda dapat selama seharian akan menginspirasi kreativitas Anda dan akan membantu Anda merangkai copy yang lebih baik.
3. Anda tidak tergesa-gesa untuk melakukan kegiatan lain. Saat Anda telah menyelesaikan semua pekerjaan pada satu hari, lebih mudah untuk melibatkan perasaan pada tulisan Anda.
(Sumber : https://shiq4.wordpress.com/2017/01/29/waktu-terbaik-untuk-menulis-2/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C1141960212)

Semoga dengan kegiatan produktif  seperti menulis, kita bisa menjadi orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan utama puasa.

"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." (Q.S. Al Baqarah:183)

Mari, biasakan menulis dan ibadah sunah di bulan ramadhan. Harapannya, selesai ramadhan sudah terbiasa. Supaya bisa menjadi pemenang alumni ramadhan. #Nasehatdiri

Indramayu, 12 Ramadhan 1438 H.

Nur Musabikah.
*onedayonepost

Sabtu, 03 Juni 2017

Akhir dari Cerita

Tak terasa ramadhan sudah satu pekan dijalani. Semoga makin banyak pahala, maghfiroh, keberkahan yang diperoleh. Aamiin

Ngomong-ngomong ramadhan, saya ingat seseorang yang sangat kukenal dekat. Ya, seorang ibu paruh baya beranak banyak.

Untuk menghidupi anaknya dia jualan sarapan. Bisa ditebak, jualannya hanya pagi, jam delapan sudah selesai. Banyak pembeli yang datang karena kelezatan nasi kuningya, karena sudah menyebar ke negeri tetangga. Eh, maksudnya kampung tetangga. Hehe

Suatu hari saya pernah duduk bareng. Seperti biasanya dia suka berbagi cerita.

"Bu Cati itu susah diomong. Saya mah suka kasian. Orang sudah lanjut usia, tapi kekeh pengen kerja. "
"Ya, Bu Cati suka bantu menjajakan jualan saya. Lumayan, dia juga dapet beberapa puluh ribu tiap keliling. Padahal tanpa bantuannya, jualan saya cepat habis," lanjutnya.

"Dulu, saya pernah nyuruh Bu Cati untuk menjajakan jualanku jika ramadhan datang. Tapi beliau tolak, katanya ramadhan mau fokus ibadah, gak mau jualan. Memang orangnya rajin banget ibadah."

Saya semakin penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Kenapa tiba-tiba Dia cerita Bu Cati?

"Suatu hari ada sesuatu yang ganjil dengan Bu Cati. Biasanya dia ikut ramai dikala saya sibuk melayani pembeli. Biasanya dia nyuruh saya cepet-cepet bungkusin pesanananya. Tapi, pagi itu diam... "

"Pagi itu juga, entah kenapa ada salah satu pembeli yang negur dia, suaranya agak keras. Karena Bu Cuti keasyikan palah pilih cireng tapi tidak lekas memilih. Mungkin pembeli tersebut merasa jijih."

"Saya sudah terbiasa melihat Bu Cati ditegur pembeli lain, diam. Setelah bungkusan sudah diterima, Bu Cati pun pergi..." Lanjutnya.

Raut mukanya yang anggun, tiba-tiba kusut. Matanya mengerdipkan beberapa kali, seperti menahan seuatu.

"Beberapa jam kemudian, saya dapat kabar, ada kecelakaan di jalan raya. Korban tertabrak sepeda motor, tubuhnya terlempar jauh. Dia adalah Bu Cati."

Seketika tangisnya pecah. Kurengkuh beliau. Masih saja isaknya bernada. Kedua pundaknya naik turun. Dia berduka.

"Saya merasa bersalah. Dia kecelakaan pulang dari menjajakan jualanku." Suaranya kecil, tapi saya mendengar jelas.

Masih dalam rengkuhanku, isaknya tambah panjang. Kutepuk pelan punggung belakangnya, melayangkan doa untuk almarhumah, "Semoga husnul khotimah."

Akhir ceritanya mengenang akhir cerita hidup Bu Cati.

"Bila tiba saat berganti dunia. Alam yang sangat jauh berbeda. Siapkah kita menjawab semua, pertanyaan..."
(Ungu, Bila Tiba)

Sukra, 9 Ramadhan 1438 H.
Nur Musabikah

#Onedayonepost
#Renungan

Jumat, 02 Juni 2017

Coretan TKI HK

Review KUMCER Pasungan Wulandari

Judul         : Pasungan Wulandari
Penulis      : Kaka Clearny
Penerbit     : Goresan Pena
Cetakan     : 1, November 2016
ISBN           : 978-602-364-128-4

Kaka Clearny adalah nama pena dari Nila Noviana. Salah satu penulis dari kalangan TKI. Gadis asli Blitar ini mengabadikan pengalaman selama menjadi TKI melalui tulisan. Bukti bahwa seorang TKI bisa punya karya, menggeser citra negatif yang selama ini dianggap masyarakt luas.

Diawal kumcer ini pembaca diajak bertemu dengan dua  sosok yang sedang bercengkerama di dalam rumah sederhana. Mereka adalah tokoh Aku dan Ayahnya.  Ayah si 'Aku' yang mempunyai watak keras terhadap adat setempat. Cerita semakin menarik ketika terdapat konflik, Sang Ayah melarang pernikahan ngalor ngulon.

Pernikahan ngalor ngulon?
Iya, begini ceritanya.

Tokoh 'aku' sedang menjalin hubungan dengan seorang pria. Sebut saja Mas Teguh. Kebetulan arah rumah keduanya ngalor ngulon. Itu penyebab tokoh aku terkena sindrom galau.

Pasalnya posisi rumah ngalor ngulon adalah posisi orang meninggal dunia, terutama bagi muslim diposisikan ke arah utara (kepala di utara, kaki di selatan) dengan menghadap ke arah kiblat atau wajah menghadap kiblat, yang di sini bertepatan kiblat mengarah ke arah sendiri. Sehingga, mitos ngalor ngulon ini identik dengan sebuah kematian.
(Halaman 7)

Pada malam itu setelah tokoh aku dan ayah selesai ngobrol, tiba-tiba saja ibu dan adiknya pulang.  Dan memeberitahukan kabar, bahwa si Mirna meninggal karena kecelakaan.
Konon, Mirna dan suami adalah pengantin baru tetangga mereka, posisi rumah Mirna dan suami ngalor ngulon. Padahal Ayahnya menentang, tapi Mirna memaksa untuk melangsungkan pernikahannya.

Dalam cerpen ini yang paling menonjol keunggulannya, penulis menjelaskan lewat tokoh Ayah tentang adat istiadat suatu daerah, khususnya desa tempat tinggal si aku.

"Pak, bukankah segala sesuatu di alam raya ini sudg diatur oleh Allah SWT?"
"Untuk sesuatu suci seperti pernikahan, ketika kita mesti takut pada hal yang berbau syirik itu? Aku mencoba membuat pembelaan.
"Ini bukan tentang syirik atau meragukan kuasanya, Nduk! Bukankah kita telah dianugrahi akal agar bisa memperhitungkan hal baik dan buruk!" (Halaman 8)

"Aturan ngalor ngulon termasuk dalam ilmu titen."
"Percaya terhadap ilmu titen tidak bisa dikatakan musyrik dan mendahului takdir."
"Karena ilmu titen merupakan metode berpikir secara teliti dan hati-hati yang diterapkan sejak zaman nenek moyang," tambah bapak.
"Karena tidak ada bukti otentik secara tertulis, hanya dari mulut ke mulut, orang di zaman ini menganggapnya sebagai mitos," terangnya kemudian. (Halaman 10-11)

Secara keseluruhan cerpen dengan judul pasungan wulandari sangat bagus. Apalagi penulis menuliskan dengan diksi halus, membuat pembaca tidak bosan.

Tidak jauh beda dari cerpen pertama, cerpen kedua masih tentang konflik terhalangnya pernikahan karena suatu adat tertentu.

Selanjutnya pembaca akan dipertemukan dengan tokoh pengalaman TKI ketika berhadapan dengan majikan. Tentu saja butuh kesabaran dan mental harus kuat. Judul cerpenya pun unik, cerita tidak bisa ditebak. Ada Silk is Toekwobndo athlete, Es pleret alun-alun kota, dan kursi di Atas Kursi. Penulis mengangkat konflik yang seru, ini hal/pelajaran baru bagi pembaca yang tidak banyak tahu tentang TKI.

Hampa rasanya jika bicara cinta tidak berakhir bahagia seperti cerpen di awal. Setelah ini kita diajak penulis untuk menyaksikan kisah cinta antara anak Kyai dengan anak seorang tukang kebun pesantren. Ada keunikan dalam perjalanan cintanya.

Cinta dungu si Lugu, judul cerpen yang mengisahkan seorang TKI yang jatuh hati sama seorang pria pendatang dari negeri lain (di sini tidak disebutkan nama negaranya). Tapi, cinta itu ternoda. Karena ada benih didalamnya. Heuheu

Dua cerpen terakhir, 'Tiga Semester dalam Gerilya dan The Dream and The Winter in Formosa' menyuguhkan kembali warna-warni kehidupan TKI. Ada air mata ketika menyelaminya lalu berakhir dengan sebuah renungan, "Betapa bersyukurnya hidup ini ketika hidup di negeri sendiri bersama keluarga."

Demikian review dari saya. Masih banyak kekurangan, karena masih tahap belajar.

Sekian

Makin sukses, Mbak Nila.

Sukra, 7 Ramadhan 1438 H.
Nur Musabikah.

Selasa, 30 Mei 2017

Cinta untuk Para Muslimah

Judul buku : Allah Inilah Proposal Cintaku (for girls)
Penulis        : Ahmad Rifa'i Rif'an
Penerbit       : Marsua Media
Tebal            : 115 halaman

Buku yang ditulis oleh salah satu penulis best seller non fiksi ini, ditujukan khusus untuk muslimah yang ingin mengarungi hidup rumah tangga.

Penulis mengawali tulisannya dengan pembahasan cara membedakan antara cinta dan nafsu. Cinta selalu mengajak kepada kebaikan. Cinta berlandaskan hati nurani, semakin dalam cinta makin tinggilah syarat-syarat dalam mencinta. Cinta tak hanya berfokus pada kesenangan sementara. Cinta itu suci, maka selamanya akan mengajak pada kesucian.

Sementara nafsu akan mengajak kepada keburukan, hanya memikirkan kesenangan saat ini saja tanpa perlu panjang memikirkan kebahagiaan di masa depan.

Ada beberapa rahasia agar jodoh 99% dihadirkan Tuhan dalam buku ini dan lima cara agar mengetahui seseorang yang kelak menjadi kekasih terbaik. Semuanya dibahas secara rinci dan mudah dipahami.

Selanjutnya, penulis membahas kisah dahsyatnya seorang kawan bisa nikah di usia muda. Ada pula pemaparan  proposal cinta dan rahasia penyebab orang yang bikin proposal cinta rata-rata sukses menikah muda.

Sampai sini, pembaca akan diajak untuk menuliskan proposal cinta, hambatan, kemudian menulis jawaban satu per satu hambatan yang sudah ditulis.

Selanjutnya pembaca akan menemukan cara agar segera siap finansial menuju pernikahan. Salah satunya adalah hindari gengsi. Gengsi memulai untuk menjemput rezeki-Nya bukan ciri dari orang sukses.

"Yakin deh, kalau kita nggak gengsi memulai bisnis dari bawah, hidup kita nantinya bakal bergengsi." (Halaman 82)

Saya berpendapat bahwa buku ini bagus, terdapat ayat Al quran, hadist dan kutipan para Kyai/Ulama untuk melengkapi bacaan. Cocok sekali untuk para muslimah yang ingin melangsungkan pernikahan. Dengan membaca buku seperti ini sebagai bentuk ikhtiar bertemu pangeran pilihan-Nya. Allah melihat niat baik, insya Allah bisa dipermudah. Aamiin

Di halaman terakhir, penulis mengajak pembaca untuk melantunkan sholawat sebelum berdoa atas ikhtiar yang sudah dilakukan, semoga terkabul.

"Doa itu terhalangi, hingga orang yang berdoa itu bersholawat untuk Rasulullah SAW." (H.R. Thabrani)
(Halaman 110).

Sukra, 4 Ramadhan 1438 H
Nur Musabikah.

#onedayonepost

Minggu, 30 April 2017

Tukang Jamu

Pagi masih segar. Belaian daun pepohonan mengiring angin, masuk ke pintu depan yang sengaja kubuka.

Saat itu aku duduk di sofa ruang tamu. Mulai mengetik beberapa aksara dalam keyboard. Setelah beberapa lamanya sibuk persiapan pulang kampung, tidak bisa menumpah segala isi dalam pikiran.

"Sini keluar... Ada Yu Indah."
Suara itu datang dari teras. Ya, Mimi memanggil. Aku melongok, melihat perempuan berkerudung merah berdiari. Sampingya, sebuah gerobak motor bertenggar gagah.

"Iya, Mi... "
Aku mendekati Mimi yang sedari tadi duduk di teras. Seperti biasanya pagi-pagi midang,enunggu bakul sayur keliling untuk masak.

Tidak mau basa-basi, aku langsung meraih tangan putih Yu Indah, lalu menciumnya.

"Ey, kok dicium? Lebih tua kamu dari dia," Mimi menegur.
"Ehh... "
Aku meringis.
"Umuryaa berapa mbak?"
"Dua puluh, " jawabnya.

"Dia mah sudah berkeluarga," Mimi menyela, menjelaskan.

Dan ternyata melalui obrolan singkat. Ternyata Yu Indah dan suaminya perantau dari Solo. Sama-sama jualan jamu keliling di Indramayu.

Dari Yu Indah dan suaminya, saya belajar. Belajar berani berhijrah. Belajar berani hidup mandiri setelah pernikahan.

*Tulisan ini sengaja saya tulis, untuk pengingat.

Indramayu, dipenghujung april 2017.

#Onedayonepost


Jumat, 03 Maret 2017

Surat Cinta untuk Odoper's

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wa Barokatuh.

Hey Odoper's...

Aku ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian.

Ada rasa bersalah ketika tidak muncul di grup seharian.

Sekali muncul. Malah aku merasa salah itu berlipat-lipat. Tahu kenapa?

.
.

Ya! karena aku lama tidak ngshare link tulisanku. Blogkku kosong mlongpong :(

Ah, lebay ?!
Tidak!
Rasa bersalah itu saking banyaknya membentuk kerinduan.

Rindu menyapa, ngobrol sama kalian lewat tulisanku di blog.

Seperti mayat hidup ketika aku ngobrol di grup tanpa ngirim link untuk kalian :(

Lagi-lagi, aku lebay?!
Bukan. Ini luapan hati dan jari yang lama tak bersatu.

Hahaha... Lebay banget.

Khususnya untuk Uncle. Beribu-ribu maaf aku haturkan. Tidak bisa menulis dari sekian banyak tantangan yang unik, kreatif dan bikin odopers tambah ilmu dan wawasan.

Sekali lagi, aku rindu odoper's.

#Onedayonepost
HK, 6 Maret 2017.
01:23.

Selasa, 07 Februari 2017

Wanita itu Unik

Suatu ketika di hari liburan kerja, saya mengantar teman belanja. Kebetulan dia mau pulang kampung. Buat oleh-oleh katanya.

Berhubung dia mendadak, saya iyakan saja ajakannya. Saya pikir, kapan lagi sih shoping bareng. Biasanya walaupun hari libur, kami sibuk dengan aktifitas masing-masing.

Siang itu, saya belum makan dari pagi. Saya sampaikan padanya, biar makan dulu baru belanja. Namun, katanya belanja dulu baru makan. Karena tempat belanja jauh dengan toko Indonesia, katanya biar ga bolak-balik.

Sayapun mengekor sambil menyimpan rasa kesal, pastinya menyimpan rasa lapar juga. Hehe.

Lalu, kami masuk dari distro satu ke distro lainnya. Tak disangka terdapat banyak sale. Bikin kami berjam-jam muter, berbelanja.

Temanku beli beberapa kaos, celana dan kemeja.

Singkat cerita...
Kami selesai belanja. Keluar dari keramaian di Mall. Tiba-tiba temanku tanya, "Eh, masih laper ga?"
Saya sontak dan mengalami aneh pada diri sendiri.
"Iya sih. Ko saya ga laper lagi," jawab saya.

Dia tertawa keras sambil ngeloyor, jalan duluan.
"Itulah wanita, suka lupa segalanya kalau lagi shoping."

Dia berjalan di depan mendahuluiku menuju terminal. Saya dibelakang masih terkubang dalam kebingungan.
Huft!

HK, 7 Februari 2017.
*Onedayonepost

Rabu, 01 Februari 2017

Lembutnya Salju

Kau tahu lembutnya salju yang baru saja turun?
Lambut, halus, nyaris tidak ada gumpalan walaupun kecil.

Kau tahu telur ceplok mata sapi yang baru kita letakan di wajan beberapa menit yang lalu? Putih telurnya mungkin sudah mengeras atau kering, yang kalau kita makan kriuk-kriuk.
Tapi,
Lain dengan kuning telurnya. Sedikit saja kau sentuh. Pasti akan meluber, menutup hampir putih telur. Kuning telur tersebut masih lembut.
Begitupun hati wanita. Persis seperti kuning telur.

Kau harus tahu dan paham. Sampaikan ke saudara perempuanmu. Terkadang mereka tidak menyadari saling adu mulut hingga air mata deras turun.

HK, 2 Februari 2017.

Sabtu, 21 Januari 2017

Gadis Korea

Kenapa aku ketawa?
Jadi, satu diantara tim medis tadi duduk didepan, samping supir. Duanya duduk menjagamu.

Mereka, tanpa sepengetahuanmu melakukan hal lucu. Satu diantarnya mengambil sebuah kayu kecil kira-kira 30 cm. Dia ambil di pojokan dekat pintu keluar. Lalu kayu tersebut diayun ke atas ke bawah sesekali ke depan layaknya seseorang pegang pedang ingin menjuruskan kelawannya. Tangannya lihai, selihai tadi dia mengatasimu ketika masuk mobil. Hahaha

Satunya lagi lebih lucu. Aku tahu, matamu terpejam. Ketika menjawab beberapa pertanyaan dari tim medis itu. Kamu tau? Dia memakai kayu nya tersebut, diulurkan ke arahmu. Seakan-akan dia wartawan yng sedang mewancarai artis. Aku terkejeh dalam diam.

Kurang lebih dua puluh menit dalam mobil.

Sampailah kami di Rs Queen Elizabeth. Salah satu tim medis turun duluan. Mengambil kursi roda untukmu. Mengantarmu ke registrasi lalu ke tempat cek darah, dan beberapa pertanyaan dilontarkan untukmu.

Suasana rumah sakit saat itu lumayan rame. Beberapa mobil ambulance berdatangan. Bisa dipastikan mereka menjemput si sakit seperti halnya kamu.

Selesai cek darah tim medis ambulance pamit padamu. Kembali bertugas diluar.

Sekitar pukul 04:00
Kamu masih duduk di kursi roda, berjejer dengan pasien lainnya nunggu giliran masuk ruangan dokter. Disaat itu, aku duduk di bangku deretan keluarga pasien. Mataku yang sedikit terbuka lebar, jeli melihat orang-orang yang lewat. Ada laki-laki muda yang sedang periksa darah, mingkin baru datang, tangannya tak pindah dari perut. Mukanya menahan sakit. Aku kasihan melihatnya...
Duh ternyata banyak banget yang sakit perut. Hati-hati makan, gumamku dalam hati.

Ada juga beberapa gerombolan polisi dengn seragam khasnya biru dongker. Kemungkinan mereka megawal pasien kecelakaan.

Dan tak lama, datang segerombolan bapak-bapak, memapah gadis cantik berkulit putih dan tinggi. Mereka langsung membawanya ke ruangan dokter. Pintu tertutup. Suara perempuan berteriak kencang mengagetkan penghuni disitu.

"wah... Siapa?"
Suara itu berkali-kali terucap di ruang tunggu. Termasuk aku. Selain berteriak, seringkali ngoceh. Uniknya ocehannya dengan bahasa korea.
Aku diluar, seksama mendengarnya. Tapi tetep saja ga paham. Hehehe
Oh ternyata gadis Korea, batinku.

Kurang lebih satu jam nunggu, namau di panggil. Seorang pegawai Rs mendorong kursi ke ruangan dokter.
"kamu masuk sini,"perinthnya padaku.
Aku ikut masuk.
Pandanganku tertuju pada suara pelannya... (*)

Lanjut ke tulisan berikutnya

20-01-2017.
Onedayonepost.

Jumat, 20 Januari 2017

Tiga Laki-laki

Pagi-pagi buta disaat mata masih terpejam menikmati musim dingin, aku dibangunkan sesorang. Padahal baru dua jaman tidur. Karena ikut menjaganya, hawatir pas jalan ke WC jatuh.

Tepat jam 03:00, mobil ambulance dari Rs datang. Tim medis langsung memapah kamu. Menyusuri lorong flat  turun lewat lift lalu dibaringkan di keranjang dalam mobil putih itu. Aku dibelakangnya, mengekor. Duduk disamping keranjang, melihat mereka beraksi menghadapi kamu, si sakit.

Dari awal nyampe flat, kuperhatikan tim medis yang jumlahnya tiga itu begitu ramah. Sampe aku sempet ngebatin, ya ampun ini orang dapet shift malam masih tetap ramah melayani orang sakit. Salut!

Dari mulai menanyakan gimana awal sakit, memuji-muji karena tahu kamu suka minum Po dong -rebusan dari rempah-rempah--. Sampai basa-basi melihat di dinding banyak fotomu sewaktu aktif belajar fotografer dan kungfu.

"Wah sifu, kamu hebat. Banyak penghargaan award fotografi."
"Ternyata dulu suka kungfu juga yaa," pujinya, basa-basi.

Didalam mobil, salah satu dari mereka minta ktpmu. Memasukan data ke komputer kecil depan tempat duduk. Setelah itu memasang infus. Kuperhatikan sekali lagi, mereka sangat ramah, masih sempat basa-basi ketika nyuntik tanganmu, lalu memasang air yang katanya asupan makanan, biar tidak kurang cairan. Ah, tau apa aku tentang medis.

Aku baru pertama kalinya tau jumlah umurmu. Walaupun hampir dua tahun aku mengenalmu. "Emsap soi," jawabmu kala itu.

Sesekali kamu merintih karena merasakan perutmu sakit.
Salah satu dari mereka nanggap, "Hei jangan ngomong gitu. Kamu pasti sehat." Weeh lama aku tak melihat wajah orang sini ramah. Hehehe

Musim dingin kala itu membuat pandanganku kabur. Ya, kacamata yang kupake berembun. Heuheu.

Mobil melaju cepat, aku melihat tingkah mereka, menahan tawa.

Bersambung ke post selanjutnya.

( ini kisah kesibukanku slm kerja)

*HK, 21-01-2017
*OnedayOneost.

Rabu, 18 Januari 2017

No Body Perfect

Suatu hari jangan kau menangis jika mengalami ini.
Simak ya...

Gimana perasaanmu jika dibeda-bedain sama orang lain? Nyesek? Iya. Dan pastinya sakit. Nyesek sama sakit sama ya hehe.

Contohnya Bosmu membeda-bedakan hal kerja sama karyawan sebelum kamu. Kata bos gini, "Kamu ini yaa, kerja gini aja ga bisa. Dulu orang yang sebelum kamu bisa ko."

Duh, hati mana yang ga sakit jika diomong gitu pas di depannya?

Terus... Sikap kita gimana?
Gini, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Sedikit saja terlihat kekurangan, segunung kelebihan akan tertutup. Pun sebaliknya.

Walaupun misal nih ya, si Bos ngomong, "Kamu selama ini ngerjain apa aja? Ngerjain itu aja gak bisa."

Weeh pasti tambah nyesek ya.
Gini, kerja itu bisa dibilang wajib, karena perantara mendapatkan rezeki dari Tuhan. Jika bos tidak tahu selama kita kerja, ada Tuhan selalu mengawas. Jadi, jangan sampe gara-gara dibilang gitu sama si bos akhirnya yang tadinya kita rajin kerja tanpa sepengetahuan bos malah jadi malas. Hehe. Bukanya ada Tuhan melihat? Nah..!

Ada nasehat bagus untuk kau, "Jangan kau resahkan penilaian manusia. Resahkan penilaian Tuhan."

Dan

Jika kau masih juga nangis, coba deh cerita ke kawan terdekat. Mereka akan ngasih nasehat. Walaupun sebenarnya tanpa dikasih nasehatpun kita paham. Saya jamin plong! Atau kamu juga bisa kok nulis di buku harianmu. Atau juga bisa nulis di blog seperti yang sekarang kau baca ini hihihihihi.

Untuk kau, tetap semangat ya... Hidup itu sulit, apalagi tidak hidup dan tidak punya bekal hiksss

HK, 18 Jan 2017. 01:11 waktu HK.

Rabu, 11 Januari 2017

Inisial Q

"Beibb, lagi kenapa? Senyam senyum kayak abis ketemu calon mertua."
Seseorang menarik ujung belakang kerudungku dari belakang. Sontak aku balik badan melihat siapa kah gerangan. Walaupun, aku paham dari suaranya.

"Sok tau kamu. Mana bisa melihat tampak wajah seseorang dari belakang," kataku mencibir.
"Cuman nebak. Hahaha... " Jawabnya sambil tertawa lebar.
"Sst.. Perempuan. Ga baik tertawa keras."
"Ups!" refleks, kedua tangannya membungkan mulut.

Kami segera duduk disebelah masjid, antri wudhu. Hari itu libur kami.

"Vi, tau ga? Kemarin minggu aku mendapat sesuatu." Aku memulai obrolan. Luvi teman baikku selama di tanah rantau. Belum lama dia berjilbab rapih. Dulu, rambut panjangnya terurai begitu saja, putih mulus kakinya terlihat jelas. Sudahlah, aku tidak mau bahas itu. Lain waktu. Akan aku ceritakan. Supay kau tahu dan paham.

"Hei... " Aku menyenggol samping tangannya. Dia masih fokus ke androidnya.
"Eh iya. Tadi mau ngobrol apa?" tanyaya.
"Pas di MTR aku melihat sesuatu. Bikin penasaran. Aku suka melihatnya. Dia berdiri agak jauh dariku. Penuh orang. Hingga aku menggeser dari tempat asal ke dia. Hanya untuk melihat lebih jelas."
"Laki-laki?" dia memotong obrolanku
.
"Hhh dasar jomblo. Laki-laki mulu hafalnya." Aku menepuk lembut pipi cabinya. Lalu menarik tangannya. Tempat wudhu sudah sedikit orang, tidak ngantri.
"Kita wudhu dulu. Hawatir iqomat. Sayang 27 derajat kalau dilewat," ujarku.

Masjid kukunjungi ini, terletak di Kowloon. Tepatnya di Tsim Sha Shui. Jika suatu hari kau ditakdirkan ke sini, berkunjunglah. Kau akan temui Tuhan lebih dekat.

Selesai wudhu, aku dan dia segera naik ke lantai dua. Tempat sholat wanita. Tak lama adzan berkumandang, suaranya hanya bisa terdengar dalam Masjid. Jika kita diluar, tak bisa terdengar. Hanya suara bising kendaraan dan orang-orang beraktifitas. Oh iya, kau harus tahu, di Masjid sini jangan heran selesai adzan langsung iqomat.

Suara adzannya khas logat Urdu.

Kami larut dalam khusunya sholat.
**
"Lanjut dong ceritanya."
Gadis dua puluh tujuh tahun itu menyeloteh. Mukenah yang dikenakannya belum rapih dilipat.

"Baik. Mari kita keluar. Disini tempatnya orang sholat dan ngaji."

Sampailah kami di  taman tak jauh dari Masjid.

"Setelah beberapa langkah, aku sangat jelas melihatnya. Akupun bertekad harus secepatnya beli. Kerudung instan yang dikenakannya memang biasa. Warnanya gelap, hitam. " Aku memulai obrolan ketika kami duduk di ujung kursi taman.

"Oh... Kerudung ternyata."
Mulutnya membentuk lingkaran, seperti anak kecil.
"Apa merknya?"
"Ada deh... Inisial Q, " jawabku.

Setelah aku tahu, aku berjanji akan membeli secepatnya. Naluri perempuan muncul, melihat fashion bagus langsung muncul. Hahaha

Dan sorenya saya ketemu teman. Lumayan akrab karena sama-sama satu daerah asal. Tiba-tiba saja dia mengeluarkan bungkusan plastik. Dari luar sudah terlihat, sesuatu tersebut warna pink.

"Apa isinya?"
"Sesuatu tersebut sama seperti yang dipake orang ketika di MTR."
"Weeeeeh... " Gelaknya.
***

Pasti kau bingung dengan ceritaku. Cerita apaan sih itu? Iya kan? Heuheuheu

Kau tau? Energi positif itu begitu besar ngaruhnya. Kau punya impian? Sebutkan! Serius, sebutkan yaa... Tekadkan dalam diri impian yang kau sebutkan tadi, kau bisa raih, kau peluk, kau nikmati. Bukan hanya kau yang nikmati, keluarga dan banyak orang akan ikut merasakan tercapainya impian tersebut.
SELAMAT ;)

* 05:05 waktu HK, Queen Elisabeth Hospital di saat kantuk melanda karena jam 3 sudah di Rs.
* Tulisan ini beberapa hari di draft, baru saya rampungkan.

19 Januari 2017.

Senin, 09 Januari 2017

Coklat Corak Bunga

Awalnya saya ucapkan selamat datang dua ribu tujuh belas. Mohon maaf jika tulisan-tulisanku tidak seperti anggota odop lainnya yang lebih enak dibaca. Hehe. Semua tulisan saya hanya untuk menangkap inti pesan yang saya tangkap dalam kehidupan sehari-hari. Semoga suatu saat inti-inti tersebut dapat saya urai banyak, sehingga bisa lebih enak dibaca.

Deh, klo udah ngobrol susah motongnya hahahaha

Ada hal yang selama ini saya simpan. Jadi 'pikiran' jika tak disampaikan.

Sudah sering kali saya dipuji sama banyak orang. Ketika berpapasan di lift flat rumah, di jalan, di pasar bahkan di mobil umum. Bisa ditebak karena apa?
Karena mereka melihat kerudung yang saya pakai. Kerudung tersebut saya peroleh pemberian teman. Bentuknya instan. Sampingnya ada belahan, atas belahan ada bunga yang terpisah dari bahan polos warna coklat. Sedangkan warna lainnya coklat corak bunga.

Jadi, jika dipakai, hiasan bunga tersebut terletak pas di bawah dagu samping saya.

"Hou leng a lei... "
Kurang lebih itu yang sering dikatakatan mereka. Sambil memegang kepalanya dan menunjuk hiasan bunga di kerudung. Saya tersenyum menanggapnya. Awalnya geer. Karena dipuji. Manusiawi. Hehe. Lama-lama terbiasa, karena saya pikir mereka muji kerudung, bukan saya hiks.

Dengan kejadian tersebut, saya sampaikan hal ini Teh Rizka -pemberi kerudung-.
"Iya Neng... Eteh juga suka dipuji gitu, kalau pakai kerudung itu," jelasnya.

Suatu hari di musim dingin, saya disuruh beli tungku. Ada sebuah toko di bawah flat. Toko tersebut khusus menjual bahan-bahan po dhong. Kebetulan saya sudah akrab dengan penjualnya. Sepasang suami istri, usia kisaran 50an.

Baru saja saya masuk toko. Ibu penjual sudah melotot ke arah saya. Merasa heran, saya hendak bertanya. Tapi saya urungkan, ketika dia mulai ngobrol. Ya, dia memuji kerudung yang saya pakai.
"Beli dimana?" katanya.
"Indonesia."
"Berapa?"
"Murah ko."
Saya menyebutkan angka dollar setara harga rupiah kerudung tersebut.
"Wah, kembeng keh, " katanya.
"Saya mau. Beliin ya," lanjutnya.
Saya balik arah, pulang ke rumah. Belanjaan sudah dibeli. Tapi, tanda tanya besar tiba-tiba mengganguku.
"Apa bisa beli kerudung yang sama persis? Sedangkan kerudung tersebut, model lama."

Bersambung...*

Keterangan;
- Hou leng a lei : kamu cantik
- Po dhong : Sop. Biasanya sop buah yang direbus lama. Kurang lebih 3 atau 4 jam. Dan rempah-rempah, biasanya untuk obat/kesehatan.
- Tungku : Jamur kering.
- Kembeng : Murah.

HK, 10-01-2017.

-Onedayonepost-

Selasa, 03 Januari 2017

Catatan akhir Desember

Aku bagaikan berdiri di tepi jurang. Ada jembatan disana. Aku harus melewatinya. Harus. Ya, aku harus melewatinya.

Mustahil balik lagi. Sesuatu dibelakangku udah runtuh. Senyap.

*31-12-2016

THEME BY RUMAH ES