Senin, 31 Oktober 2016

Semangkuk Kuah

"Bakso.. Bakso... "

Suara pedagang keliling memanggil kami untuk merogoh dompet ibu. Habis ashar, waktu kumpulnya keluarga di Teras rumah. Saya dan adik-adik biasanya pulang sekolah madrasah, kecuali si kembar masih kecil.

"Mimi, beli dong, " ujar si Aris.
" Dua mangkok aja. Barengan ya.. "
Ibu dengan sigap memberi uang kertas ribuan. Biasanya saya suka makan bareng sama Yuyun, dan Nopi. Aris, Ma'ruf dan Nopa. Kami tidak pernah mengeluh makan bakso semangkuk bertiga. Hal itu sudah terbiasa. Kami malah merasa melihat ibu susah nyari uang.

Ada sepasang mata yang melihat kami lahap makan. Tidak sedikitpun bicara kepada kami kecuali, "Makanya hati-hati, pelan-pelan." Biasanya ucapan itu yang selalu beliau lontarkan karena mendengar kami ribut suara cekcok rebutan dan suara sendok beradu.

Selesai makan. Beliau basa-basi mengambil mangkuk kami, "Coba nyicip, katanya bakso punya mamang tadi enak."
Begitulah beliau, nyeruput kuah sisa makan kami sambil habis. Biasanya saya nyeletuk, "Kenapa tadi diam saja mi, ga makan barengan sama kita?" Beliau hanya tersenyum, entah senyuman yang tidak bisa dipahami.
***

Seorang ibu akan bisa makan sisaan anak-anaknya, tapi selalu merawat anaknya sampai dewasa tidak pernah dengan sisa tenaga yang dipunya. Selalu diutamakan. Walaupun kerjaan rumah menumpuk.

#Onedayonepost

HK, 1 November 2016

Jumat, 28 Oktober 2016

Tantangan Pekan Ketiga

       Manis Setelah Pahit
Penulis : Edi Mulyono
Penerbit: Diva Press
Tebal    :  100 hlm.


Tidak ada sesuatu yang instan di dunia ini, apalagi bersinggungan dengan materi. Hanya orang yang bersungguh-sungguh, sabar, berdoa yang akan meraih impian tersebut.
Buku ini menjelaskan sebuah perjuangan Penulis, merintis Diva Press. Awal menerbitkan buku hutang kepada sebuah percetakan besar di Jogja. Di sela-sela sibuknya menjalani Program Masternya beliau (baca:penulis) sering bawa tas ransel besar. Isinya buku-buku untuk dititipkan ke bakul baku sekitar UIN Jogja. Tak jarang, beliau selalu ditolak beberapa toko buku.
Beliau juga pernah mengalami penyesalan karena tidak bisa nebus kalung mahar punya istrinya yang digadai untuk keperluan penerbitan buku.

Ada kisah yang paling terharu, ketika di awal usahanya, beliau didatangi orang-orang sok kaya dari Jakarta untuk membeli buku-buku terbitannya. Dengan rasa gembira, beliau langsung menyiapkan kemudian memasukan ke mobilnya. Buku-buku tersebut ternilai 8 Juta. Tak disangka mereka membayar chas hanya 500 ribu. Sisanya mereka memberi BG (semacam chek). Beliau menerimanya.
Ketika mencairkan BG, petugas bank menjelaskan bahwa rekening tersebut sudah di black list. Jadi, BG tersebut tidak bisa dicairkan. Runtuhlah hati beliau. Pulang kontrakan, beliau mendapati istrinya menangis mendengar kisahnya. Istrinya ketika itu lagi hamil. Beliau juga tak lupa menghubungi orangtuanya untuk meredakan rasa sedih. Abah beliau menangis dan berpesan untuk bikin buku lagi, walaupun beliau dilanda kebingungan tidak punya modal lagi.
"Cong, kamu nanti malam shalat tahajjud yang lama, secapeknya kamu tahajjud, ya. Lalu berdoa pada Allah. Mohon bantuan Allah. Besok, kamu sholat dhuha ya."
( Hal.17-18).


Setelah  menuruti petunjuk abah, beliau pergi ke percetakan tempat langganan beliau. Karena merasa malu jika minta tolong ke langganan tersebut, beliau malah berhenti pas di jalan menemukan sebuah plang percetakan. Beliau masuk, akhirnya beliau diijinkan mencetak buku tanpa DP (hutang).
Masih banyak perjuangan beliau yang akan merobek hati pembaca. Disini saya memaparkan beberapa saja.
Setelah berkali-kali jatuh akhirnya beliau bisa berdiri sampai sekarang. Diva Press termasuk penerbit besar di Indonesia.


Ditengah-tengah kesuksesan beliau, ada renungan yang membuat beliau harus berpikir keras. Banyaknya naskah ditolak yang diajukan ke Diva Press. Ya, hampir 400 naskah yang masuk.
Akhirnya, beliau dan kawan-kawan muncul ide bikin wadah yang menyajikan materi menulis. Maka jadilah Kampus Fiksi. Awal digelar pada April 2013. Gratis. Peserta membludak. Banyak juga peserta dengan terpaksa beliau tolak, supaya lebih intensiv belajar.
Karena banyak banget peserta yang ditolak, beliau juga mengadakan kampus fiksi roadshow, menyebar ke beberapa kota di Indonesia.
Slogan KF begini: "Menulis bisa sendirian, tapi menjadi penulis butuh kawan-kawan."
(Hal. 62)


Di ahir buku, ada cerpen beliau. Kisah nyata beliau ziaroh ke makam ibunya di Makkah. Ya, ibunya meninggal ketika melaksanakan haji tahun 2010. Cerpennya mengalir, diksinya mewah dan pesannya syarat makna. Saya pun ikut menangis ketika pertama kali baca.
Banyak kejadian istimewa di Tanah Mulya itu.
Semoga bermanfaat.
#Tantangan
#Odop3
Causeway Bay, 30-10-2016.

Selasa, 25 Oktober 2016

Nastar Rasa Jomblo

Hari Minggu adalah hari bebas, libur kerja. Seperti teman-teman lainnya saya pun lebih suka kumpul-kumpul untuk sekedar ngobrol. Pagi itu, disebuah pertemuan, ada teman saya tidak biasanya bawa makanan bikinan sendiri.

"Ini mau ga, tapi ga tau enak gaknya. Pertama bikin." Dia menyodorkan sebuah kotak sambil memperbaiki jilbabnya yang miring.

"Saya duluan, ya... " Dian mengambil bulatan kuning itu.
"Hmm, kalau lidah Indonesia, ini kurang manis. Tapi kalau orang Hongkong yang makan, pas deh buat lidah mereka. Tapi oke lah, enak ko!" Dian mulai berkomentar.

"Emang di rumah majikan ada oven mbak?" tanyaku ikut nyicip juga.
"Ada, neng," jawabnya.
"Enak ya, bisa bikin-bikin kue. Enak ko mbak, cuman bentuk buletnya kurang cantik kalau buat dijual."
"Betul," Dian menimpali.
Mbak Ria tersenyum menanggapi kami. "Selainya juga ga manis ya, saya belum bisa bikin sendiri. Itu beli jadi," ujar Mbak Ria.

Tak lama datang Mbak Tya.
"Mbak, ini nyicip. Bikinan Mbak Ria."
Aku menggeser kotak itu tepat di depan Mbak Tya duduk. Dia mulai mengambil nastarnya. Wajahnya menampilkan ala koki-koki restoran.

"Ga ada rasa. Hambar,"celetuknya.
"Yeah, maklum  yang bikin belum nikah, belum ahli masak. Belum merasakan asin manisnya kehidupan. Disegerakan nikah, mbak. Biar hidupnya ga hambar kaya nastarmu," tambahnya sambil ketawa kecil.

Saya ikut tertawa mengutuk diri. Xixixi

Terkadang sebuah ledekan itu nasehat halus untuk kita. Jernihkan pikiran supaya pesan itu masuk.
Selamat  berkarya, mblo :D

#Onedayonepost3

HK, 26 Oktober 2016.

Sandal Terbaik

3 Oktober 2016, awal mengikuti tantangan Odop. Berarti sudah satu bulan lebih gabung Odop. Alhamdulilaah nikmat yang luar biasa, bisa kumpul sama orang-orang yang satu passion (nulis). Walaupun keteteran, harus bagi waktu antara kerja yang lumayan banyak, mengerjakan PR, NgJuz (kurleb 1jam) dan kesibukan lainnya.

Mencapai sesuatu, mustahil jika mulus-mulus saja. Sama saja dengan menulis. Jujur, saya sendiri sering drop karena mood lagi tidak karuan, lihat tulisan member odop lainnya yang lebih bagus dan sehari full kerja. Hhh terbersit, pengen banget out dari grup. Hehehe

Tapi, setelah saya tengok lagi niat awal. Saya bangkit. Ya, niat meninggalkan jejak untuk keluarga, menyampaikan pesan kepada mereka. Apalagi setelah baca pesan Bang Syaiha, founder Odop, katanya, "Nulis di blog itu untuk latihan, biar disiplin. Selain itu agar banyak orang yang tahu kita penulis. Itu pasar kita menjual buku, kelak."

Hening baca pesan beliau...

Lain halnya dengan Mas Heru, member Odop 2. Beliau berpesan, " Jangan ditunda, tulis saja. Jangan takut tulisan kita jelek. Ini tahap belajar kok. Bukan kirim naskah ke penerbit." Ya, tahap belajar. Rasanya seperti anak kecil sedang merangkak meraih sesuatu. Jatuh bangun jatuh bangun dan seterusnya....

Semoga tulisan ini, bagi saya pribadi sebagai sandal terbaik untuk melindungi ketika melewati kerikil selama perjalanan menulis.

#onedayonepost.

HK, 09-11-2016

Motivasi Menulis

Di sebuah acara seminar kepenulisan, Sang mentor ditanya oleh salah satu audiens.

"Mas, kenapa selama ini selalu menulis tentang perempuan?"
"Karena sampe sekarang Allah menganugrahkan anak kepada kami yang semuanya perempuan. Saya harap, buku-buku tersebut mejadi penasihat dan penyemangat bagi kehidupan mereka kelak."

***
Sudahkah kita menulis sesuatu untuk memberi nasehat kepada keluarga??

HK, 24 oktober 2016.

#onedayonepost
#Batch3

Aku dan Menulis 2

Kenapa ikut lomba?
Bagi saya lomba itu, moment kepepet untuk bisa menulis. Dengan waktu yang disediakan panitia kita dituntut untuk menghasilkan tulisan baik.

Untuk kedua kalinya, saya menantang sendiri ikut lomba nulis. Kala itu, yang mengadakan sebuah komunitas penulis dari TKI di HK. Ada lomba cerpen dan menulis di blog dengan tema sebuah buku. Saya lebih memilih yang kedua, karena saya merasa masih kaku nulis cerpen.

Komunitas tersebut mengadakan acara bekerja sama dengan salah satu penulis Indonesia.  Lomba point kedua pun harus ambil tema dalam buku terbitan beliau, yaitu buku kumpulan tulisan TKI HK. Isinya tentang perjuangan menggapai impian mereka.

Dengan modal 'asal ikut' karena ingin mengasah ilmu nulis, jadilah saya mulai mengisi blog. Padahal sebelumnya, jarang sekali buka-buka.

Tidak disangka, pas pengumuman tulisan saya diapresiasi sebagai juara 2. Itupun saya tidak datang ke acara karena ada kesibukan. Jadi, ada teman yang mewakili maju ke pentas menerima penghargaan.

Bahagianya...

Jangan takut menulis, jangan takut menyampaikan pesan.

#onedayonepost
#batch3

HK, 26-10-2016

Sabtu, 22 Oktober 2016

Aku dan Menulis

   Suatu hari, ketika aku jalan-jalan di Facebook ada info yang membuat mata melotot. Aku fokus ke tanggal yang tertera dalam info tersebut. Tiga April? Ah, itukan tanggal istimewaku. Moment dimana aku harus bersyukur masih diberi umur, moment dimana aku harus bertanya apa saja yang sudah aku lakukakan untuk diri, keluarga, orang-orang sekitar, agama, bahkan negara. Hmm muluk sih :D
    Info tersebut adalah lomba menulis khusus TKI HK. Temanya 'sepenggal kisah perjalanan hidup' dan deadlinenya tanggal cantik tersebut. Aku langsung bertekad diri, harus ikut lomba, "Niat mau menghasilkan tulisan dihari spesialku," janjiku saat itu. Sedikitpun aku tidak mengharapkan menang. Karena memang ilmu  menulisku masih cetek.
  Hari demi hari aku sibuk dengan bahan tulisan. Hanya demi ingin menghasilkan tulisan di umur yang baru.
Singkat cerita, naskah sudah diserahkan ke panitia. Aku tidak mempedulikan pengumuannya. Padahal, sudah diinfokan tempat acara Komunitas tersebut. Aku tidak mau tahu menahu. Yang penting aku menulis.

Seminggu lebih (kalau tidak salah), Aku diingatkan  oleh salah satu anggota komunitas trsebut -yang ngadain lomba- update status beserta foto berita dikoran. Iya, foto tersebut memuat berita acara komunitasnya. Iseng saja aku ikut baca, tidak disangka ada pengumuman lomba menulis disana. Diparagraf terakhir aku menemukan sebuah nama yang tak asing 'Juara 2 Nur Musabikah dengan judul bla bla bla'. Aku terkesima, belum yakin benar dengan apa yang dilihat.

Akhirnya aku screenshot, langsung ditanyakan sama si pembuat status, temanku sendiri. Dia tidak tahu itu nama lengkapku. "Oh itu nama kamu ya Ka, kenapa pas acara ga hadir? Mohon maaf ya, kalau ahad nanti libur ketemu sama Mbak Kitti, ketua panitia." Aku tersenyum geli baca pesannya.

Waktu yang ditunggu tiba...

Sore, selesai sholat ashar aku ke Victory Park menemui Mbak Kitti.
"Ini sertifikat dan penghargaannya, lama sih kamu ga ngambil. Kaka jarang libur ya? katanya.
''Libur terus mbak. Saya kelupaan nyari tahu info pengumuman lomba," jawabku cengengesan. Tak lama aku dan mbak Kitti foto bareng, mengabadikan moment bahagia itu.
Memandang plakat terbuat dari kaca terukir tulisan 'Juara 2, Lomba sepenggal kisah perjalanan hidup. Di bawahnya tulisan Hongkong 1 Mei 2014, rasanya bahagia banget. Sebuah moment untuk penyemangat dikala aku malas menulis.

Secercah senja hadir dibelakang pepohonan taman Victory, menebar ronanya yang indah. Seindah hati dan karyaku waktu itu.

#Odop
#Tantanganpekan3
#Analogi

22-10-2016.

Selasa, 18 Oktober 2016

Obat Malas

"Mbak, minta daftar bedah tulisan dong. Saya cari ga ketemu."

Sebuah pesan WA masuk dari member Odop. Saya bergegas nengok group, manjat, melewati beratus-ratus obrolan. Setelah beberapa menit, chat yang dituju ketemu. Tidak lama, saya bintangi dan copas kirim ke dia.

"Saya lagi males nulis. Ga tau kenapa, mungkin sibuk karena kerjaan."

Tiba-tiba pesan itu meluncur dari ketikan tangan saya. Tidak diduga dia bales dengan kegalauan juga, sama-sama lagi males menulis. Tidak hanya itu dia juga bingung mau menulis apa, tidak ada ide, sampai  merasa berat menulis.  Saya mengangguk paham, baca chatnya.

Lama kita ngobrol, sampai akhirnya saya ingat pesan dari buku 'tips menulis'.  Buku tersebut saya beli diawal-awal mau belajar menulis.
Kurang lebih begini, "Bayangkan besok anda dicabut nyawanya oleh malaikat izroil. Apa pesan yang akan ditulis untuk orang lain, minimal keluarga."

Pertama kali baca pesan tersebut, saya nangis, merasa takut. Merasa pesan itu manjur, sayapun sampaikan juga ke dia. Walaupun niat awalnya pesan itu untuk saya sendiri.

Entah, sampe saat ini, tangan rasanya tak bernyawa, berat untuk menulis. Huhuhuhu

#Odop
#Batch3
18-10-2016, 00:15 waktu HK.

Kamis, 13 Oktober 2016

Dua Perempuan

Dua perempuan masuk terburu-buru. Berebut tempat duduk yang masih kosong. Kereta melanjutkan perjalanannya setelah semua penumpang masuk. Ada beberapa kursi yang kosong, tapi ada saja yang lebih memilih senderan di tepi jendela.

Aku yang tak jauh duduk dari dua perempuan tadi, terusik karena obrolannya. Suara pertama ndesah resah, suara lainnya tetap pada pendiriannya. Pagi itu MTR --sebutan untuk kereta listrik-- ,lumayan lengah, tidak terlalu sumpek seperti biasanya.

"Wis, pokoke aku tetep muleh!" Suara perempuan jilbab merah, sambil nutul androidnya. Kemungkinan umurnya masih 30an.
"Majikanku suruh nambah kontrak. Pinter banget dia. Update terus berita. Tak pikir-pikir lagi lah," Perempuan yang lebih muda ini sangat gelisah. Rambutnya menjuntai panjang ke bawah.

Tidak sengaja mendengar obrolannya, akupun ikut bersuara. Cuman dihati, "Ga ngaruh lah mau nambah apa kagak. Lha gajihku dari dulu udah tambah."

"Terserah koe nduk. Koe neng Hongkong wis sui. Ga pengen berkeluarga apah? Ngejar dollar terus ya ga da selesai-selesainya. Toh, tiap tahun pemerintah akan menaikan gajih kita. Aku wis mbulet, ahir taun iki muleh. Kumpul keluarga," matanya fokus ke perempuan disampingnya, gadis t-shrit kuning. "Kerja itu jangan ngejar banyaknya gajih, tapi berkahnya," tambahnya. Sedangkan si gadis  sibuk nyari sesuatu di tasnya sambil mengangguk-angguk, tanda setuju.

Merasa sedikit direspon, Perempuan berjilbab itu mengalihkan pandangan ke android kembali. Mereka diam. Hilang suara mereka. Hanya tersisa suara mesin kereta dan obrolan kecil dari penumpang lainnya.

Aku kembali fokus dengan bacaan yang sedari tadi terabaikan. Larut dalam cerita penulis.

"Next station Causeway Bay... "
Suara lembut dari operator kendaraan cepat kilat ini membuyar aktifitasku. Dengan sigap kututup buku, menyimpannya dalam tas.

Kereta berhenti. Aku keluar bersamaan dengan orang-orang yang jalannya hampir seperti kereta listrik. Kulirik ke belakang, ternyata mereka juga ikut keluar. Dalam hiruk pikuk stasiun, pikiran kembali teringat obrolan hangat mereka.

"Aku harus bersyukur, punya majikan yang baik. Belum waktunya naik gajih, udah naik duluan," batinku, memujiNya. Aku mempercepat langkah, meninggalkan mereka, perempuan berjilbab dan si gadis.

#Onedayonepost
#batch3

Tulisan ini tugas pekan kedua, berita booming. Saat ini dikalangan TKI Hk lagi rameh gajih naik. :)

Maaf, telat...
15-10-2016,01:45 Waktu HK.

Sebuah Obrolan

Hidup di perantauan paling bahagia jika ngobrol sama kawan lama, walaupun lewat medsos. Sebut saja namanya Ade, kawan saya dulu di Sekolah Menengah (MAN:Madrasah aliyah Negri). Sekolah kami terletak di Cirebon. Tepat di komplek pondok pesantren. Kami pun tinggal di ponpest selama sekolah.

Seperti biasanya, obrolan kami -selama saya di perantauan- tidak jauh dari nostalgia  hidup di ponpest. Mulai dari kebiasaan selama nyantri sampai ngobrolin kawan-kawan lain yang udah nikah. Terkadang jika ada berita booming di tanah air yang saya tidak ngerti, saya tanya dan Ade dengan senang hati jelasin. Hehe

Pernah pada suatu obrolan, Ade cerita tentang teman kantornya. Intinya sih, doi kagum sama temannya itu. Ada pesan yang menurut saya sangat sayang kalau lupa. Walhasil saya harus menulisnya di sini. Ya, walaupun tulisan saya masih ecek-ecek.

"Jadilah orang baik, maka kelak kau akan temukan orang baik di waktu baik."

Itu pesan dari Ade. Eh, lebih tepatnya pesan dari teman kantornya Ade. Hehe.
Bagi saya pesan tersebut banyak mengandung arti. Jadilah orang baik, maka kelak akan kau temukan orang baik, entah itu jodoh, partner bisnis, atau pembeli mungkin suatu saat jika jadi penjual.

Orang baik bukan hanya melingkup perbuatan saja, ucapan juga. Nah,  point ucapan kadang-kadang saya juga keceplosan. Mungkin pas sama teman, kita becanda, tanpa sengaja kita ngomong ga enak, tanpa sadari kita bikin tidak enak sama teman kita. Ini juga alasan kenapa saya harus nulis disini, tidak lain sebagai pengingat  pribadi.

Update status di medsos termasuk ucapan. Pernah malu jika kita buat status di medsos mengajak kebaikan? Hawatir sok jaim lah, sok tua lah dan sok sok lainnya. Saya juga pernah. Tapi, coba aja rubah pola pikir kita. Dengan kita tulis nasehat-nasehat tersebut, itu sama saja kita nasehatin sendiri dan pastinya sebagai pengingat.

Ahir kata, semoga tulisan ini bermanfaat. Bagi saya, ini pengingat dikala lupa. Yuk, berbuat baik..... |

#Onedayonepost
#Batch3

Lok Fu, 13 Oktober 2016

Rabu, 12 Oktober 2016

Jaga Hati

Oleh: Nur Musabikah

Untuk kau
Yang sedang mengejar waktu
Memenuhi segala kebutuhan
Menambah kurangnya kesholehan

Aku tahu
Kau sakit dikala melihat mereka berduaan
Kau risih dikala melihat wanita cantik
Kau benci dikala shubuhmu kesiangan

Aku tahu
Kau susah payah bekerja keras
Untuk membantu orangtuamu
Untuk menabung, biaya menghalalkan wanita pilihanmu
Untuk memikirkan masa depanmu

Ketika mentari bersinar
Semangatmu mulai hidup
Ketika bintang memancar
Matamu kian meredup
Melepas lelah yang tak pernah kelar
Menjemput mimpi yang belum kau dekap

Untukmu....
Jaga selalu hatimu.

#Harike7
#Onedayonepost

Hongkong, 12 Oktober 2016

Jumat, 07 Oktober 2016

Tentang Keikhlasan

              ''Ada kasih yang mengalir, ketika kita dekat dengan orang yang ikhlas.
             Mencintai, menyayangi, dan melakukan sesuatu tanpa pamrih.''
                        (Nazma, Lampung)

            Apa yang terbesit ketika kita bicara ikhlas? Mungkin anda menyebutkan satu persatu kata untuk mengartikan ikhlas. Saya pribadi, pernah mendengar tausiyah Alm. Uje, menurut beliau ihklas itu hanya Allah dan pelakunya--orang yang ikhlas-- yang tahu.  Saya ingin berbagi kisah, mungkin ini bisa mencerahkan anda khususnya saya, tentang keihklasan.

     Namanya Nazma, ibu dari dua anak ini kerja di Hongkong kurang lebih 4 tahun. Pastinya banyak pahit dan manis kehidupan yang ia alami. Pahit kehidupan membuatnya lebih kuat menghadapi ujian. Manisnya membuat dia pandai bersyukur menjalani kehidupan dariNya.

   Pertengahan Mei 2013, Wanita asal Lampung ini selesai finish kontrak kerja selama 2 tahun di majikan ketiga. Dia berniat pulang ke Indonesia seterusnya, tidak kembali kerja ke Hongkong lagi. Dalam peraturan kerja, dua minggu sebelum visa habis, pekerja sudah boleh keluar dari rumah majikan. Begitupun dengan Nazma, dua minggu bebas. Dia memutuskan untuk tinggal di Kost an temannya.

   Kebetulan tanggal 15 dan 16 Mei, Koperasi yang dibawah naungan Dompet Dhuafa Hongkong (Dulu,2013) mengadakan seminar, mengundang motivator yang terkenal di Indonesia. Tidak lain untuk memberi bekal teman-teman TKI kelak pulang kampung. Nazma menawarkan diri untuk mendampingi beliau -motivator- selama di Hongkong, dan panitia meyetujuinya.

Sang Motivator membawa dua bidadarinya ke Hongkong. Ibu dan mamah mertua. Jarak antara kostan Nazma dan tempat mereka lumayan dekat. Biasanya Nazma jalan kaki menjemput mereka untuk menemani jalan-jalan ke tempat tertentu. Tak jarang juga Nazma membelikan makanan halal untuk mereka. Semua hal dilakukan Nazma dengan senang. Karena kebetulan Sang Motivator idolanya.

Hari H pun tiba, pagi-pagi sekali Nazma ke hotel Wanchai langsung ke tempat seminar. Singkat cerita, acara selesai, ditengah sang motivator sibuk membubuhkan tanda tangan dibuku peserta, beliau  memberi Nazma sebuah buku. Tak lain buku barunya. Selesai acara, Nazma mengantar beliau ke hotel untuk istirahat, karena sebelumnya beliau ngisi acara yang sama di Korea. Malamnya membelikan makan malam untuk mereka.

Nazma juga bercerita, katanya pernah nganter Sang motivator dan keluarga ke Shenzhen, Macau dan tempat lainnya. Tidak ketinggalan menemani belanja, beli oleh -oleh untuk keluarga di  Indonesia.

Beberapa hari kemudian, Sang Motivator dan keluarga pulang. Nazma mengantarnya ke Bandara, setelah pagi-pagi sudah bantu menyelesaikan Check out di Hotel. Ada rasa kehilangan dalam diri Nazma. "Serasa sudah kenal dekat," ujarnya.

Di perjalanan menuju Bandara, Sang motivator memberi sebuah amplop kepadanya. Nazma enggan terima, tapi kata ibu beliau, "Rezeki, ga boleh ditolak." Nazmapun menerimanya. Melepas mereka pergi, untuk kembali ketemu keluarga.

Di perjalanan pulang, Nazma membuka amplop tersebut. Terlihat uang kertas $100an. Kemudian menutup kembali, dan menikmati perjalanan pulang ke Kost.
***

Suatu hari, ketika Nazma sedang beneres lemari, tak sengaja Nazma menemukan amplop yang dulu dikasih Sang Motivator. Nazma hampir lupa. Niat mau mengambil uangnya, tiba-tiba Nazma terperanjat melihat isinya, "Ya Allah, banyak banget, alhamdulilaah." Akhirnya Nazma menggengam uang tersebut, terlihat ada dua kertas $100, dan dua kertas $1000an.
Ya, jumlah semuanya  $2200,
"Saya sering banget menemani tamu dari Indonesia, tapi  kali ini. lain. Selama menemani mereka  penuh cerita dan pelajaran. Apalagi pas melihat isi amplop yang mereka kasih, apa ini balasan dariNya untuk orang yang ihklas? Entahah," kisahnya mengahkiri obrolan saat itu.

#Harike6
#Onedayonepost

Pintu Hijrahku


       
Jika ada yang bilang TKI Hongkong ada yang lesbian, itu fakta! Benar sekali. Aku salah satu dari mereka. Aku pernah terpelosok di dalamnya. Aku pernah tersesat di jalanNya, Astaghfirullahal'adziiim.

Tahun 2010 aku merantau untuk mengais rezeki. Cerita manis yang berbuah menggiurkan dari tetangga itu alasan aku merantau ke Hongkong. Kebetulan orang tua merestui. Di kontrak pertama, jobku jaga nenek yang  dirawat di panti jompo. Dari pagi sampe sore ke panti, pulang ke rumah masakin untuk majikan (anakna nenek). Setiap libur dikasih setengah hari sama majikan, hari sabtu. Ya, hari sabtu, tidak seperti teman-teman TKI lainnya yang libur hari minggu.
     Setiap liburan datang, aku pergi jalan jalan dengan gebetanku. Ya, gebetanku seorang perempuan. Aku yang bertampil maco layaknya laki laki, pake jeans dengan kemeja. Dan dia bertampil cantik. Sebenarnya gebetanku ini temen aku sendiri waktu masih di PJTKI ( Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Saking deketnya, perhatian itu lebih seperti sepasang kekasih. Apalagi pas ketemu lagi di Hongkong, dan dia lagi patah hati karena di putusin sama calon suaminya. Aku iba, entah rasa itu muncul. Tiap liburan kami jalan jalan ke mall,  nongkrong bareng, makan bareng suap suapan yah layaknya orang pacaran. Setiap hari kerja, kami tak ketinggalan komunikasi, disela kesibukan kerja, kami telfonan.

Pada suatu waktu di hari libur, kejadian terburuk hampir aku alami. Aku hampir ciuman sama gebetanku, aku tolak! hati kecil ini seperti melarang aku melakukannya. Alhamdulilaah ciuman itu ga terjadi. Padahal mukaku dan muka dia berhadapan sangat dekat.
 
Semenjak kejadian itu, aku bertanya  tanya, kenapa aku tolak? Seperti ada energi kuat yang mencegahku untuk melakukan hal negatif.

 Akhirnya, ketika jalan jalan sendiri di Victory Park, aku menemukan artikel tentang lesbi di sebuah majalah islam. Di artikel tersebut menjelaskan bahwasannya dosa orang yang lesbi itu tidak di tanggung oleh diri sendiri tapi juga orang tua. Akhirnya setelah itu aku menjauhkan diri dari dia. Dia pun mengerti tidak mau melihat aku masuk lebih jauh dalam dunia lesbi.
  Jika libur tiba, aku selalu sendiri. Kemana mana selalu sendiri. Apalagi setelah 3tahun aku kerja, si nenek meninggal. Liburku ganti hari minggu. Aku isi dengan ikut kursus inggris dan komputer. Aku berusaha memperbaiki diri dengan mengikuti pengajian, seminar management hati dan lain lain. Butuh waktu lama aku memutuskan untuk berhijab. Semua aktifitas positif yang ku lakukan untuk menjauhi pergaulan lesbi. Akhirnya aku pun menikmati kegiatan tersebut.
  Empat bulan setelahnya aku sudah mulai berhijab. Walaupun make jilbab asal nempel, pake kemeja panjang, dan bawahan pake jeans. Intinya masih jauh untuk benar benar jadi muslimah. Tak jarang di setiap sholat malam, aku menangis karena dosa ku. Memohon ampunanNya.
   Di suatu hari, aku melihat temen temen TKI yang berpakaian syar'i. Cantik di lihat, anggun di pandang. Akhirnya aku belajar meniru mereka, awalnya ribet dan ga betah. Tapi lama kelamaan aku nyaman memakainya.
  Segala puji Allah, sekarang aku sudah di Indonesia kumpul kembali bersama keluargaku. Masih istiqomah memakai pakaian syar'i. Padahal sebelum berangkat kerja di Hongkong, auratku masih terbuka. Bagiku Hongkong bukan tempat menagis rezeki semata. Tapi sebagai pintu hjrahku menuju ridho-Nya.

*kisah nyata yang dialami oleh sahabat penulis.

#Hari ke5
#Onedayonepost

Kamis, 06 Oktober 2016

Muhasabah Diri

Jika kamu datang
Aku bahagia sekali
Sungguh, Aku tidak bohong!
Tapi...
Rasa sedih juga ikut nimbrung

Jika kamu muncul
Orang-orang tak kukenalpun ngumpul
Seperti saudara, yang tak lama kumpul

Walaupun kamu datang setahun sekali
Bagiku itu sangat berarti
Untuk bisa lebih memperbaiki
Agar bisa lebih dekat pada Robbi

Walaupun kamu datang setahun sekali
Kamu bikin hati terperi
Mengingatkan apa saja yang aku beri
Kepada keluarga, kawan dan sesama insani

Aku selalu menunggumu, sayang
Berharap orang yang terdekat semakin sayang
Di usiaku yang terus berkembang
Oh, Hari lahirku....

#HariKe4
#OneDayOnePost

Lok Fu, Muharram 1438 H.

Rabu, 05 Oktober 2016

Toko Roti di Hari Lebaran

  Dompet Dhuafa cabang Hongkong, tempat pilihan saya untuk mengisi waktu libur kerja. Satu-satunya lembaga sosial yang resmi di Negri beton ini memberikan banyak sekali kegiatan sebagai bekal untuk TKI kelak pulang kampung. Kurang lebih 3 tahun saya gabung  untuk bantu-bantu jadi amil zakat. Donaturnya dari WNI yakni TKI HK.

Tidak jarang  lembaga yang mulai berdiri tahun 2004 ini mendatangkan Ustadz dari Indonesia untuk berdakwah, menguatkan Islam di tengah-tengah mayoritas non muslim. Biasanya, ustadz-ustadz ini disebar ke berbagai organisasi-organisasi islam TKI. Indah, ya..

Setiap lebaran, Selain kedutaan dan masjid-masjid setempat, DDHK pun mengadakan sholat Ied di berbagai tempat sampai daerah yang jauh dari pusat kota Hongkong. Kami bekerja sama dengan organisasi Islam setempat.

Idul fitri kemarin, kebetulan saya diminta untuk mendampingi ustadz, imam sholat.
"Dik, nanti kasih tahu saya kalau pas lebaran nanti libur ya, bantu saya untuk nganter ustadz," pesan lewat WA dari Mba Umi, ketua pelaksana Sholat.

Jauh sebelum lebaran saya sudah ijin majikan, tapi dia masih belum memastikan, "Ga sekarang saya kasih tahu ya. Saya dan suami kerja, lha si Nenek sama siapa kalau kamu keluar, sholat?" Jawabnya.
"Oke, saya tunggu." Padahal, saya galau banget dapet jawaban gitu dari majikan. Merasa digantung! Husnudzhon saja, pikirku saat itu.

Singkat cerita, Setelah makan malam biasanya mereka kumpul di ruangan tv. Saya memberanikan diri sekedar untuk mengingatkan. Karena jauh-jauh hari saya udah ijin minta libur pas lebaran. Tapi, dia tidak memberi jawaban dan besok idul fitri tiba.
"Besok gimana?" tanyaku sambil bawa lap untuk ngelap meja.
Majikan masih sibuk dengan ponselnya di sofa. "Iya, nanti saya lagi tanyain ke kakak saya. Bisa ga dia maen ke rumah jaga nenek selama kamu diluar," jawabnya sambil fokus ke layar ponsel.
"Baik, saya tunggu." Saya berlalu ke dapur, nyuci piring.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara dia menelfon seseorang. Saya harap dia ngobrol sama kakaknya. Suaranya semakin menjauh, saya tidak bisa mendengarnya. Mungkin dia pindah ke kamar dari sofa.

Selesai kerjaan dapur, saya buru-buru mandi ngejar waktu isya.
Tidak sampai saya masuk kamar mandi, majikan memanggil. Saya menemuinya di kamar. Akhirnya dia mengijinkan saya keluar untuk sholat Ied, "Asal sebelum pergi belikan roti untuk sarapan nenek ya. Pulangnya nanti jangan telat, jam 1 siang udah di rumah lagi," pesannya, diakhir obrolan.
"Baik," jawabku, nurut. Bahagia tapi bimbang.

Setelah mandi, isya-an, saya langsung hubungi Mbak Umi. Kata beliau jam 7 harus sudah sampe kantor. Karena jarak ke tempat sholat Ied jauh. Untuk menghilangkan rasa bimbang, sayapun tanya beberapa teman, toko roti buka jam berapa. "Di tempatku jam 6, tapi ga tahu ya di tempatmu," Salah satu teman menjawab.

Saya tidak peduli, yakin aja besok jam 6 udah buka, husnudzon. Ada Allah menolong. Malam itu saya tidur awal, terdengar suara agung takbiran kampung, jauh dari relung hati.

Paginya, setelah sholat shubuh saya sudah berpakaian rapih. Kemudian sigap turun dari flat. Menuju toko roti langganan nenek, dari jauh sudah keliat lampunya, pertanda sudah buka. Setelah di depan toko, saya ngerasa aneh melihat tempatnya belum ada roti satupun, "Belum matang," kata si kasir yang sibuk di depan komputer.

Jalanan becek karena gerimis. Saya masih terus berjalan ke toko roti selanjutnya dan ternyata masih tutup. "Duh," keluhku saat itu. Samping belokan toko tersebut ada toko roti, sayapun kesitu, sudah buka. Ketika saya masuk tokonya, ternyata cuman beberapa jenis yang sudah matang. Ada rasa khawatir roti kesukaan nenek tidak ada.

Mataku langsung tertuju pada tumpukan roti yang tidak begitu banyak. Langsung saya raih kemudian di taruh sebuah wadah dan langsung mengarah kekasir.
"Akhirnya nemu," syukurku. Ada rasa lega di dada...

Singkat cerita, selama 45 menit perjalanan, saya sudah keluar dari stasiun MTR -sebutan untuk kereta listrik- menuju kantor DDHK, tempat ustadz menunggu. Saya berpapasan dengan ustadz lainnya dan didampingi sama salah seorang teman, "Mbak Kaka, ya? Udah ditunggu ustadz tuh," sapa ustadz lain sambil jalan, berlalu. "Hati-hati dik," ujar Mba Siti, pendamping ustadz Rohman. Saya mengangguk, mengiyakan.

Tak lama, saya nyampe dan kami segera meluncur ke tempat tujuan, Tai Wo Hau, butuh waktu 45 menit dari Cause Waybay, kantor kami. Pertama masuk kereta banyak muslim-muslimah berjubelan memenuhi ruang tiap sudut kendaraan cepat itu. Bisa ditebak, kami berdiri menikmati perjalanan. Setiap ketemu muslimah Indonesia kami saling senyum, berbagi kebahagiaan di hari Fitri.

Tepat satu stasiun sebelum Tsuen Wan, kami turun. Menyusuri koridor menuju pintu keluar. Tidak jauh dari stasiun, kami berhenti di sebuah taman yang sudah rameh jamaah sholat Ied. Panitia menyambut kami, mempersilahkan duduk. Kemudian salah satu diantara mereka menyerahkan mix kepada Ustadz. Saya iseng liat jam tangan, ternyata kami tidak telat. Gerimis masih setia, untung tempat sholat kami pas di bawah jembatan taman.

Ustadz memulai mengagungkan kalimat takbir. Kami mengikutinya. Banyak wajah di depan saya nunduk, tangannya memegang tisue, sesekali nyeka air yang keluar dari mata. Ya, mereka termasuk saya merasa sangat rindu bisa merasakan hari fitri di Tanah Air. Jamaah kurang lebih 200 orang itu hidmat, menikmati gema takbir yang dipimpin Ustadz.

"Husnudzon kepadaNya sama saja percaya dengan kekuasaanYa, pun sebaliknya."

#HariKe3
#OnedayOnePost
5 Oktober 2016

Selasa, 04 Oktober 2016

Penjual Toge dan Biskuit

    Jam tujuh pagi, biasanya saya mulai kerja. Nyapu, ngepel, bikin sarapan buat nenek ( Ibunya majikan). Kurang lebih jam sepuluh kerjaan kelar, kemudian dhuha dan langsung ke Pasar. Jam-jam segitu emang waktunya belanja keperluan masak, jadi tidak heran ketemu banyak teman-teman sesama Indonesia. Jangan heran lagi, biasanya mereka juga sibuk dengan android masing-masing. Ya, telfonan dengan keluarga di Kampung. Apalagi, mereka yang banyak kerjaan. Jadi ga sempet telfonan selama di rumah majikan.

Ada salah satu penjual langganan saya. Kalau dilihat-lihat, mereka -penjual langganan- selau ngasih harga yang lumayan tidak murah. Tapi, ga tahu betah aja beli sama mereka. Kenapa? Karena mereka ramah, kadang-kadang ngajak ngobrol. Dari obrolan tersebut akhirnya mereka berani nanya banyak sama saya.

"Amui, kenapa selalu tutupi kepalamu? Make baju dan celana panjang juga," tanyanya suatu waktu.
"Iya, saya kan muslim. Jadi harus menutupi semua anggota badan kecuali muka sama telapak tangan," jelasku dengan sedikit susah pake kantonis.
"Oh. Emang ga panas?"
"Ya, enggak! Di Indonesia jauh lebih panas dari Hongkong," jawabku diakhiri cengengesan. Diapun terangguk-angguk.

Jujur sih, udah sering banget saya ditanyain masalah hijab sama mereka yang bermata sipit itu. Wajar kalau musim dingin. Masalahnya kalau musim panas, mereka kaget, katanya aneh.  Dulu saya sempet diledek sama supir taksi. Hehe

Kembali ke penjual langganan saya. Mereka ini bertiga, ada kemungkinan bersaudara, liat dari mukanya. Dua perempuan dan satu laki-laki. Umurnya? Hampir setara! Mungkin kurang lebih 40an. Resep saya ngeliatnya, rukun banget. Bahagia ya kalau kita kerja bareng-bareng sama keluarga. Gak kaya saya *Plak!

Selain ngobrol, mereka sering ngasih saya makanan. Cuman biskuit sih, satu bungkus lagi. Tapi, namanya juga pemberian, saya sebagai penerima bungahnya minta ampun. Apalagi si pemberi orang lain, bukan keluarga atau majikan kita. Bener ya, bahagia itu ketika kita memberi. Iya, ikut merasakan melihat si penerima bahagia. Terkadang saya malu bin sungkan, pasalnya mereka sering banget ngasihnya. Nyaris tiap saya belanja kesitu. Padahal, saya cuman beli toge $5! Hiks

Berjalannya waktu, detik ganti menit, menit ganti hari dan hari ganti bulan. Saya masih setia belanja disitu. Ada kejanggalan ketika mereka ngasih saya biskuit.
"Ini, saya kasih kamu... "
"Iya, makasih. Togenya $5!"
Di sela kesibukan mereka melayani pembeli termasuk saya, ada sesuatu dipikiran yang bikin hati dan mulut menyampaikan padanya, "Kamu tau ga, hari ini saya udah ga boleh makan selama sebulan?" tanyaku pelan setelah pembeli pada bubar.
"Hamai kah?" tanyaya heran, matanya sedikit melebar. "Iya." "Terus kapan kamu boleh makan?" "Ntar jam 7. 15 menit."
"Wah, kamu hebat seharian ga makan. Tapi minum boleh ya? Abis itu lanjut ga makan-makan lagi."
"Ya, tetep ga boleh walaupun air." Jujur, pas itu saya cengengasan sendiri ngeliat polos pertanyaannya.

Seperti ada bisikan ke telinga saya untuk menyampaikan hal tersebut kepada mereka. Kita tidak tahu hidayah Allah kapan datang, untuk dan melalui perntara siapa. Kita manusia, makhluk yang hanya berusaha. Apalagi kita muslim yang harus dakwah dimana saja berada.

Hari-hari berikutnya, selama Ramadhan, mereka sering ngledek saya, "Bener nih, kamu seharian ga makan, minum?" "Iya...., "jawabku. Mereka nyodorin biskuit seperti biasanya, "Ini buat nanti malam, dimakan ya." Saya hanya mengangguk dan tersenyum menanggapnya. Menghormati mereka seperti menghormati makhlukNYA. Saya yakin mereka ini tidak punya pembantu. Mungkin itu alasan kenapa saya sudi menjawab setiap pertanyaannya.

"Tidak ada alasan untuk kita bermuka masam sekalipun kepada orang non muslim"

Cheung Sha Wan, 4 Oktober 2016
#HariKeDua
#Onedayonepost
  

Senin, 03 Oktober 2016

Keluarga Baruku

Bismillahirrohmaanirrohiim

Tema pekan pertama tantangan dari Bang Syaiha, menuliskan pengalaman yang paling berkesan. Bingung juga sih, soalnya banyak banget. Hehe tapi namanya juga tantangan dan saya juga sudah berkomitmen harus bikin tulisan satu saja dalam sehari (Minimal). Dengan kemudahanNya, saya tau info (dari mba Dewi) dan gabung, "One Day One Post Batch 3". Alhamdulilaaah....

Sejak akhir 2012, saya sudah hidup di  Negri orang. Ngapain aja? Kuliah? Sekolah? Kerja. Hehe. Iya, saya kerja sebagai Domestic Helper di Hongkong. Kenapa milih di Luar Negri? Kepepet. Karena saya butuh uang banyak untuk nebus sawah orang yang dulu digadein ke saudara. Saya pikir, kerja di Indonesia moal bisa ngumpulin uang sebanyak itu dengan waktu yang tidak lama. Saya pikir lagi, umur sudah semakin nua. Saya pikir lagi, pendidikan cuman lulusan MAN. Akhirnya saya memutuskan daftar jadi TKI. Sempet sih takut ketemu majikan yang jahat, seperti berita yang berseliweran. Tapi, saya yakin jika kita berusaha jadi orang baik, maka akan bertemu dengan orang baik di waktu baik. Mulai saat itu, saya berniat Birrul Wa Lidayn, mengukir senyuman untuk orangtua. Duh, ko jadi melebar kemana-mana ya.. Hehe

Hidup di perantauan harus bisa adaptasi dengan baik. Lingkungan baru, bahasa baru dan orang-orang baru. Pahit memang adaptasi tuh. Hari minggu adalah syurganya bagi para TKI di Hongkong. Bagaimana tidak? Enam hari full kita kerja di majikan, dengan kerja yang super banyak plus berat. Tapi, ga semuanya ya, ada juga yang kerjaannya ringan, kaya saya. Alhamdulilaah.

Biasanya, banyak aktifitas positif yang bisa kami  lakukan untuk mengisi liburan. Tidak sedikit juga aktifitas yang negatif (kapan-kapan deh, saya cerita. Ingetin ya).

Nah, saya biasanya ngisi waktu liburan dengan refreshing salah satunya hiking. Ada 5 teman yang menemani saya hiking. Kami sudah seperti saudara walaupun karena aktifitas libur, jarang kumpul. Ada yang sekolah, ikut kursus dan lain-lain. Kami berasal dari berbeda daerah. Saya sendiri dari ujung barat di Jawa. Teman saya, Afeh asal Kendal, Sandi asal Brebes, Iyah asal Banyuwangi, Dwi dan Kitty asal Malang. Kebetulan kami ini sama-sama belum berkeluarga. Iseng deh, kami sering bikin hastag Jomblo Traveler jika update status. Hehe

Sahabat itu nasehat. Sama seperti yang kami alami. Namanya juga bertemu di tanah rantau. Ada saja masalah keluarga yang bikin kadang-kadang ngedrop. Biasanya kami saling curhat, saling bantu dan kasih solusi. Jujur, dari mereka saya banyak belajar kehidupan. Apalagi kami berasal dari masalah keluarga yang berbeda-beda, mengalami kesulitan ekonomi. Ya iya lah, buktinya kami kerja jadi TKI. Hehe

Terkadang, saya ngeluh karena suatu hal. Tapi, di sisi lain ngeliat salah satu diantara mereka yang sama persis menghadapi masalah yang saya alami, ga ngeluh. Jadilah saya niru dia, ga ngeluh. Ya, karena sahabat itu nasehat. Dan sebaik-baik nasehat itu tauladan.

Pernah pada suatu liburan, kami sibuk dengan aktifitas masing-masing. Malamnya, selesai sholat maghrib kami berkumpul di Star Ferry, Tsim Tsa Tsui. Pelabuhan ini tempat paling kami sukai, karena dekat dengan tempat kami melakukan aktifitas masing-masing. Disamping itu, tempatnya nyaman, kami biasa duduk-duduk sambil melihat indahnya laut malam. Bukan hanya kami, banyak penduduk lokal yang menikmati malam di tempat tersebut.

Saya pas itu sengaja bawa nasi bungkus untuk makan malam bareng mereka. Seperti biasanya, sambil ngobrol tak terasa makananya habis. "Ini saya bawa makanan," si Afeh nyodorin sesuatu dalam tasnya. Ternyata itu bungkusan kecil isinya jagung kering entah digoreng atau dioven. "Hehk, saya tuh kurang suka kalau makan marning. Dimakannya alot, lama ngunyahnya. Tapi, kalau ga ada makanan lain selain ini, saya suka," Ujar Ahlu sambil cekikikan.
"Oh di tempatmu namanya marning juga ya, sama dong?" tanya si Afeh. "Eh, tapi ko aneh banget ya namanya. Kalau ga salah bukan itu deh. Ko marning? Masa iya namanya, marning?" saya ikut nyambung karena merasa aneh dengan nama tersebut.

"Emang namanya apa?" tanya Afeh penasaran. Saya diam, ga jawab. Waktu itu saya benar-benar lupa namanya. Lama mikir, lama mengernyitkan kening, saya ingat.
"Oh iya.... Namanya morning."
Mereka tertawa.

"Eh, emang di Daerah kamu, apa?" tanyaku pada Sandi. Ada kemungkinan di tempatnya namanya sama, karena Brebes deket Cirebon.
"Marning lah... " jawabnya.
Seketika Kami tertawa bareng. Mereka menertawai saya. Saya menertawai mereka. Gara-gara marning! Hahaha.

Untuk saat ini, pengalaman sama mereka yang paling berkesan dan diingat. Bagi saya, mereka itu keluarga. Penghibur dikala saya penat, penasehat dikala rapuh dan obat dikala saya sakit selama di Rantau. Jadi inget Syair Imam Syafii; "Merantaulah, kau akan mendapat pengganti kerabat dan kawan."

#TantangaPekanPertama
#OneDayOnePost

*Cheung Sha Wan, 3 Oktober 2016

THEME BY RUMAH ES