Senin, 19 September 2016

Mengapa Aku Ingin Jadi Penulis?

IBerawal dari suka buku dari SD. Rela ga jajan, karena beli majalah bobo. Sempet juga, nyobek bagian rubrik 'anak' koran kompas punya orang tua. Hehe

Dulu, masih kecil.. Saya berpikir penulis itu hebat bisa menyampaikan pesan, menghibur, membawa jalan-jalan kepada pembaca dengan cara mereka. Keren lah, intinya. Mulai dari situ, saya selalu nulis. Nulisnya sembarangan tempat. Isi tulisan curhatan semua. Yang penting nulis, tekadku waktu itu.

Berjalannya waktu, bertambahnya umur, Saya  ikut grup nulis online, beli buku-buku kepenulisan juga. Ada pesan yang masih terngiang sampe sekarang ketika sang mentor bertanya kepada audiens, "Apakah kalian tau nama buyut, cangga, wareng dan seterusnya? Rata rata audiens menggeleng, tidak tahu. Ya, termasuk saya. "Tau ga, kenapa kalian tidak tahu? Karena mereka ga nulis! Mereka ga meninggalkan pesan/tulisan untuk kita," Jawab Sang Mentor, memperjelas.

"Perbaiki niat, Mulailah menulis karena ingin menyampaikan pesan untuk keturunan kalian," tambahnya.
Mulai dari itu, saya bersungguh-sungguh menulis.

Menulis itu hidupku, Jika saya tidak nulis, matilah saya! Nulis apa saja, yang penting menyampaikan pesan baik untuk orang lain.
Smoga dengan saya bergabung dengan Odop, bisa istiqomah menggores tinta, melukis kebaikan.

Kamis, 08 September 2016

Gagal Move On, Sukses CLBK!

Dulu, dulu bangeeet... Jamannya saya kerja di Sai Wan Ho yang buanyak seabrek kerjaan, selalu mau kamu tiap hari, tiap waktu malah. Pokoknya dari mata melek bangunin anak sekolah sampe larut malam terhitung 3kali mereun/ perhari. Kok bisa? Heuh tak jelasin deh. Jobnya beres2 rumah dua, tiap hari kudu di bersihin. Penghuni rumah 5 orang, termasuk banyak. Nyuci baju banyak, nyetrika banyak, nyuci piring juga banyak. Ada taman plus kolam ikan. Jadilah, tiap rasa kantuk mampir, saya selalu mau kamu.
Berjalannya waktu, job kerja hampir finish. Jauh-jauh hari saya sudah nekad ga mau nambah kontrak di majikan, Housamfua...! Majikan baik sih, cuman kerjaan banyak, kurang baik buat diri saya. Hehe
Lewat perantara teman, tidak lama saya dapet info majikan baik, sedikit kerjaan. Alhamdulilaah nikmatnya bergaul dengan orang-orang sholeh (Nikmatnya Sillaturrahim, ini nih saya ngrasain, bertambah rizki, dapet majikan baik).
Akhir Agustus 2015, sampailah saya di tempat kerja baru, Jaga nenek di Cheung Sha Wan. Hari hari di rumah kecuali belanja ke Pasar atau pergi periksa ke Dokter. Kerjaan dikit, cuman nyapu, ngepel, nyuci jiso, dan masak. Jadilah saya ga mau kamu lagi, lupa! tiba-tiba amnesia sama kamu! Lebay. Wkwk
Kamu, tak close ceritanya. Saya mau cerita dia.
Sejak kecil, saya suka banget dia. Ga tau kenapa ya? Apa gara-gara orang tua saya dulu dagang rumbah? Hmmm Saking doyannya, lidah saya kadang rada-rada error. Masa kata temen-temen, udah kerasa banget dia nya, malah saya ga merasakan apa-apa :D
Belum lama ini, 4bulan kebelakang saya baca sebuah artikel, katanya mata minus itu karena lambungnya bermasalah. Jika lambungnya mau sehat ya harus jauhin bla bla bla, salah satunya dia. Okelah, mulai detik itu saya jauhin dia, dan berhasil. Hehe
Pada Suatu hari, di akhir juli 2016, ada sahabat yang ngasih saya cobek, karena mau pulang Indonesia. Tradisi, bagi-bagi warisan. Karena dapet bagian itu, memudahkan saya untuk bikin dia sendiri, sehat plus ekonomis. Hihihi. Finnally, Hari hari tiap makan selalu di lengkapi dia. Hhhhhh
Jadilah, saya CLBK sama dia. Oh No!
Lebih parahnya lagi. Di hari libur, saya punya teman. Orngnya baik, suka ngasih saya ini itu, terutama makanan. Entah angin mana yang membisikan teman saya ini,  mempertemukan dengan kamu.
Tidak tanggung-tanggung teman saya ini ngasih kamu hampir 1pack, kurleb 20bungkus lah. Mau nolak, ga enak. Mau di kasih orang lain ya hawatir tersinggung. Ga di minum ya mubadzir. Akhirnya, Saya ga bisa Move On dari kamu, Coffe! Oh tidaaaaak....!
Whatever, yang penting saya ga CLBK sama alumni penghuni sebagian ruang hati saya (Ehm..) apalagi mereka udah punya pasangan halalnya.
Dan.. Yang penting saya bisa Move On dari mereka. Bangun dari keterpurukan, Lari mengejar kebaikan. Yess!
#

Sabtu, 03 September 2016

Kasih sayangmu, bu...

Cintanya tinggi menjulang ke Langit....
Cintanya luas bermuara ke Samudra...

"Mimi hawatir, dapet kabar Aris sedang sakit dan digundul," awal ceritanya.
Aku dibuat heran, apa iya santri baru melakukan kesalahan langsung kena hukum, digundul? Ah. Aku berusaha menghapus pikiran negatifku.
"Kok bisa digundul mi? Sakit apa?" Tanyaku beruntun.
"Kasih waktu Mimi cerita, dulu."
Di tengah ramainya pasar, aku memperbaiki posisi hape, Karna ga bawa headset. Aku berhenti di dekat tangga pasar, supaya fokus denger cerita mimi.

"Pagi pagi sekali, kelar jualan, Mimi langsung meluncur ke Cirebon. Mampir sebentar di Patrol, beli kentucky dan makanan ringan, abis 50ribu. Sisa uangnya buat ongkos, bawa uang 200ribu," Ceritanya. Saya ngebayangin, betapa capeknya Mimi, semalaman ga tidur dari jam 1 karena mulai masak untuk jualan sarapan. Abis shubuh biasanya pembeli udh mulai berdatangan, Mimi sendirian jualan. Melayani mereka sampai jam setengah9. Rasa capek dan ngantuk pasti ada. Biasanya kalau selesai jualan, langsung rebahan, tidur. Bangun jam 11 untuk dhuha, lanjut masak buat makan siang, nunggu anak-anaknya pulang dari Sekolah. "Ya Allah, Mi," batinku, mendoakan mimi supaya di beri kesehatan.

"Pas nyampe pesantren, Mimi temui Aris setelah beberapa menit nunggu karena masih di kelas. Langsung Mimi tanya perihal gundul dan sakit," Ceritanya berlanjut.

Saya tidak sabar nunggu cerita Mimi. Sampe ahkirnya saya ketawa pada inti ceritanya, "Kata Aris, emang bener sakit cuman sehari doang, karena sakit perut. Kalau masalah gundul, itu tidak benar. Lha wong cuman di potong jambulnya doang, supaya keliat rapih. Kemudian Mimi ngajak makan bakso bareng, Eh ternyata Arisnya lagi puasa. Konon, di pesantren mewajibkan santrinya untuk puasa di awal, tengah dan akhir bulan hijriyah," Mimi mengakhiri ceritanya. Tawanya juga terdengar sampai ke telingaku yang nempel di hape.

Akhirnya mereka berpisah, Mimi pulang ke rumah. Aris balik lagi ke Sekolah, mengikuti pelajaran.

Saya melanjutkan belanja yang tertunda. Sebuah nasehat dari seorang adik yang belajar perihatin, tidak banyak jajan untuk mengikuti peraturan di Pesantren.

Pesantren sebagai ajang latihan kita menghadapi kesusahan. Pesantren tempat belajar banyak hal. Pesantren tempat paling berkah karena dekat dengan para kyai atau Ulama.

THEME BY RUMAH ES