Minggu, 30 Juli 2017

Bersahabat dengan Writer's Block

Pernah suatu hari, saya bertanya  dengan teman yang sudah lama terjun dalam dunia menulis.

"Mbak, gimana caranya bangun mood nulis lagi? Lagi mandeg nih."

"Haaa..."

"Eh kok malah ketawa?"

"Manjain aja dengan kondisi itu..." lanjutnya.

''Apa semua orang pasti ngalamin?" tanyaku. Saat itu saya masih awal banget belajar nulis.

"Iya lah, bukan hanya pemula. Mereka yang senior juga masih sering ngalamin. Nikmati aja!"

Nikmati?

Yaa...
Akhirnya saya coba saran dari teman. Nikmati saja kedatangannya. Namun, bukan untuk bersantai ria -tidak ada usaha- Berikut beberapa usaha saya saat writer's block datang:

1. Wudhu

Wudhu mendatangkan ketenangan, salah satu untuk memulihkan mood nulis.
Mood itu jangan ditunggu, tapi dijemput (kayak jodoh ya hihi).

Jika malam hari sebelum tidur, sekalian sholat hajat, curhat sama DIA. Biasanya kalau udah curhat kan plong ya, hehe...
Bisa juga curhat di Diary atau teman.

2. Selesaikan masalah

Bisa jadi, datangnya writer's block itu karena diri kita punya segunung masalah. Mungkin sama keluarga, teman kerja atau atasan kita di tempat kerja.

3. Lakukan hal yang disukai

Karena saya suka jalan-jalan, biasanya saya lakukan ini. Melihat sesuatu yang baru, biar pikiran lebih fresh. Mungkin bagi yang suka nonton, ngopi, karauke, dan lain lain, coba saja lakukan.

4. Mendengar musik penyemangat

Musik itu ngaruh banget. Bahkan dalam buku 'Man Shabara Dzafira' karya Ahmad Rifa'i Rif'an, tidak boleh mendengar musik yang mellow.

Lain lagi kalau penulis fiksi yang ingin gali ide lewat lagu mellow. Tentang rindu, patah hati, malah diperbolehkan.

5. Baca

Belajar dari tulisan orang atau pengalaman orang akan akan memunculkan banyak ide, lalu secara tidak sengaja kita pengen banget segera nulis.

Dan yang terakhir...

6. Buka buku catatan/diary tentang kepenulisan. Baca ulang komitmen, tujuan kita menulis. Ya Komitmen! Resapi... Insya Allah semangat nulis muncul lagi.

Mari bersahabat dengan writer's block... Eh!

Semoga bermanfaat.

Sukra, Dhulqo'dah 1438 H

#onedayonepost
#Tugasfiksi

Senin, 24 Juli 2017

Pondok Jati



Mobil yang kutumpangi memasuki sebuah gang, setelah melewati plang besar bertuliskan nama sebuah perusahaaan. Lebih tepatnya –menurutku-- perusahaan Allah. Sekitar jalan, tumbuh banyak pohon jati menjulang tinggi, membawa angin, menyejukkan insan yang tinggal di sana. Banyak orang lebih mengenalnya ‘Pondok Jati’, beda jauh dengan nama yang terpampang di plang tadi. Gerobak pedagang berjejer rapih di sana. Ada cimol, tahu krispi, batagor, sioamy dan es pelangi. Itu yang kuingat. 

Tiga menit kemudian mobil berhenti di depan gerbang warna hijau. Beberapa bocah hilir mudik. Baju kokoh, sarung dan kopiah hitam yang dikenakannya, menjadi ciri khas tersendiri. Ya, Santri. Apa pun serba ngantri. Suka makan ikan teri. Biar besar jadi Mentri. Dagelan yang kutahu dari temanku, Mbak Sari.
“Ayo turun,” Sebuah suara mengomandani penghuni mobil. Kami sigap turun.

Ketika memasuki gerbang. Ada papan putih pengumuman, kecil, berderet tiga kata dan ditulis dengan huruf kapital. Refleks aku berhenti, memandang tulisan tersebut. Tidak sadar mulutku terbuka, sampai Yayu Yati menarik tanganku keras.
“Hust, jangan melongo! Cepat masuk,” ujarnya.
“Iya... Iya...” Aku belingsatan.

Jalanan aspal sangat bersih, tak kutemui sampah bersantai ria di sana. Pot bunga berbaris di tepian. Sebuah masjid klasik menyuguhkan keagungan rumah-Nya. Tepat samping kanan gerbang. Kutengok sekilas, di depan tempat pengimaman ada halaman yang tak terlalui luas dan  hanya beberapa pohon yang  tumbuh.  Dua gundukan tanah dikelilingi pagar kayu menggoda mataku untuk kedua kalinya.
“Itu kuburan Almarhum pengasuh Pondok,” Yayu mebisiskiku.
Aku mengangguk-angguk pelan.

Di serambi dan pojokan Masjid, beberapa santri terlihat santai dengan bersila. Mungkin menghafal atau membaca benda kotak di tanganya.
Di depannya berdiri bangunan yang memanjang. Di sana bertuliskan ”Kantor Pengurus” Sampingnya ”Tempat Jenguk Wali Santri.” Tapi ketika kutanya Yayu, kenapa tidak ke tempat itu, masih suasana liburan jadi bebas, katanya. Walhasil kami jalan lurus menuju asramanya Edin, putra kedua Yayu.
 Lalu lalang snatri membuatku sesekali menundukan kepala. Sebentar lagi masuk waktu ashar, banyak santri yang jalan cepat menuju tempat wudhu. Sebuah tampungan air besar terlihat di depan kamar mandi, airnya bening dan berlimpah.

Sosok bocah berkulit putih menyalami Yayu, aku dan rombongan lainnya. Ia mengajak kami berjalan belok ke kanan dari kamar mandi. Komplek asrama berdiri melingkar. Mengelilingi taman kecil. Konon, di belakang masih ada asrama lagi, karena santrinya kurang lebih seribu.

Kami duduk di serambi kamar Edin, karena di dalam tidak muat untuk menampung kami. Banyak santri baru masih suka duduk-duduk di kamar, kata Edin. Pantas saja di depan gerbang banyak mobil, ternyata para santri baru yang sedang daftar pondok.
Setelah ngobrol, melepaskan rindu keluarga pada Edin, kami pamit pulang. Sudah menjadi tradisi, ketika menjenguk saudara di Pesantren, kami selalu ngasih uang jajan. Tangan Edin mengepal. Karena kantong bajunya sudah tidak muat menyimpan uang. Senyum sumringah terpancar pada bocah yang kini masuk SMP itu. Kami berpisah.

Di Mobil, Yayu mulai obrolannya dengaku. Ia cerita pengalamn dulu sewaktu santri, hingga ia bercerita Edin, anaknya. Sebelum cerita, ia sudah tertawa kecil, menundang rasa penasaranku.
“Edin mah walaupun sedang tidur, kopiah hitam pasti selalu ada disampingnya. Karena salah satu perturannya diwajibkan berkopiah selama di pondok. Jadi, ketika dia bangun tidur, langsung pakai kopiah. Dilepas cuman pas tidur atau wudhu saja. “
Hahah. Kami seisi penghuni mobil berkelakar.

Tiba-tiba aku ingat sesuatu! Saat aku melihat papan kecil itu bertuliskan ‘Kawasan Wajib Berkopiah’. Hihihi


#fiksi4
#onedayonepost


Kamis, 20 Juli 2017

Hijrah is Move On

Jika melihat sejarah Nabi, arti hijrah adalah perjalanan/perpindahan Nabi dan para sahabat dari Mekah ke Madinah.

Saat itu dakwah Nabi di mekah tidak aman, banyak rintangan, ujian, siksaan, cemomohan bahkan diancam dibunuh. Ada beberapa sahabat yang disiksa hingga wafat. Hal tersebut merupakan penyebab Nabi pindah ke Madinah.

Ketika rombongan tiba di Madinah, sahabat anshar menyambut baik. Berjalannya waktu, Nabi memulai dakwahnya, mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas ancaman dan tekanan, mengikat hubungan kekeluargaan antara kaum muhajirin dan anshar, dan menyusun strategi ekonomi, sosial dan dasar negara.

Dalam sebuah situs NU Online menyebutkan, Ibnu Qoyyim Al Jauzy mendefinisikan hijrah  menjadi dua bagian: Hijrah lahiriyyah dan hijrah bathiniyah.

1. Hijrah lahiriyyah (fisik), bisa diartikan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah.
Nabi dan para sahabat rela meninggalkan kampung halaman, keluarga, harta benda, dan kemewahan. Mereka bersedia menghadapi kegetiran hidup demi mempertahankan aqidah dan menegakan kebenaran.

2. Hijrah bathiniyah, hijrah seorang hamba kepada Allah dan Rasulnya. Bisa juga disebut perjalanan spiritul seorang hamba kepada Tuhannya.

Di zaman modern ini, sudah selayaknya kita lakukan hijrah bathiniyah. Bukan hanya untuk mereka yang sedang jauh dari-Nya (baca: pemabuk, pecandu, dll) Namun kita semua umat islam yang ingin selalu dekat dengan-Nya.

Beberapa hari yang lalu, saya mengantar sepupu ke pondok pesantren. Ia baru lulus SMP. Orang tuanya menyuruh dia lebih mendalami ilmu agama, sehingga ia harus rela meninggalkan keluarga, ponsel, kesenangan dan fasilitas nyaman di rumah.
Bayangkan saja, hidup di Pon-Pest banyak sekali sesuatu yang mungkin tidak senang. Apapun serba ngantri, makan dengan lauk yang tidak selezat masakan orangtua. Ini merupakan contoh hijrah bathiniyah.

Mari berhijrah dari sesuatu yang dimurkai Allah kepada sesuatu yang diridhoi-Nya.

Semoga tidak hanya hijrah, tapi bisa istiqomah. Aamiin

Lantas, sudah sampai mana hijrah kita?

#onedayonepost

Selasa, 18 Juli 2017

Sekilas tentang VOC

Judul Buku: Vacaran on Cinta-cintaan
Penulis: Ferdian Udiyanto
Peberbit: Pro-U Media
ISBN: 978-602-7820-06-7

Beda dengan buku non fiksi lainnya, karya Mas Ferdian ini cukup unik. Cocok sekali bagi yang kurang suka baca materi banyak dengan tulisan narasi. Buku ini dikemas dalam bentuk komik. Tapi tenang saja ilmunya ngena banget.

Seperti buku pernikahan lainnya. Di bab awal pembaca akan dibawa dalam pencarian cinta sejati lalu akan menyadarkan pembaca tentang bahanyanya pacaran.
Tentang galau, pilih calon pasangan hingga perayaan cinta halal dikupas habis dalam buku ini.

Menurut saya, buku ini tidak akan bosan dibaca. Selain bisa meraup ilmunya juga bisa menikmati lelucon para tokoh komik. Hehe.

Secara keseluruhan buku ini bagus banget  bagi yang sedang berburu ilmu tentang pernikahan. Terlihat dari beberapa buku referensi yang terpajang di daftar pustaka.

Kesimpulannya buku ini usaha penulis untuk memberi lampu merah tentang pacaran. Walaupun kata beliau tidak mudah untuk mengubah kebiasaan yang terlanjur diterima dan dipegangi oleh masyarakat.

Selamat membaca;)

Oh iya, dulu saya beli di www.proumedia.com karena tempat tinggal jauh dari gramedia. Untuk temen-teman yang suka nulis non fiksi bisa juga kepoin webnya. Mungkin bisa menerbitkan buku di sana.

#onedayonepost

Minggu, 16 Juli 2017

Dia


Sial! Dia datang. Payah! Aku meracau diri.
Suara  sepeda motor berhenti di halaman rumah. Langkah kakinya terdengar pelan, menapaki lantai. Pintu terbuka disusul suara bedebum. Di luar, senja mulai memanja. Mewarnai langit biru dengan emasnya.

“Blekkggg!”
Gadis mungil itu menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Bersamaan dengan bungkusan plastik hitam besar yang dibawanya. Tubuhnya terlentang, kaos kaki masih melekat, matanya berkali-kali kedip. Mungkin saja, menahan kantuk, seharian kerja. Aku tiap hari melihat kejadian ini. Bosan? Tidak. Karena aku memang ditakdirkan untuk menemani dia sepanjang hidupnya.

Tapi, ada hal yang paling aku benci pada dirinya. Ingin sekali jewer dia. Biar dia tahu rasanya disakiti. Ingin maki dia, biar tahu rasanya dicampak. Ah, tapi apalah dayaku! Biar Tuhan saja yang menegur, lewat perantara apapun!

Hey, pasti kau heran dan bertanya. Kenapa? Lain waktu, aku cerita.

Ruangan ini saksi atas ketidaksukaanku padanya. Cerah, karena di cat warna hijau muda. Hiasan dinding berupa pigura tulisan arab juga bertengger di sana. Tapi, tidak menjadikanku secerah dan sesejuk atas perilakunya kepadaku.

Kulihat dia terbangun dari tidurnya yang tak lama. Matanya melotot ke arah benda kecil di pergelangan tangan kanannya. Lalu dia meloncat, berlari ke arah pintu. Tubuhnya hilang dari penglihatanku.

Baru saja kucoba menenangkan diri, tapi sosoknya sudah berada di depanku. Wajah ayunya basah, lengan kaos dan celana panjangnya digulung. Lalu, Berdiri menghadap barat dengan busana putih beregelarkan sajadah merah.

Bagaimana tidak banyak orang yang suka? Gadis yang belum lama lulus SMA itu dinilai tetangganya, pekerja keras dan rajin ibadah. Ah, tapi tetap saja ada rasa benci tumbuh dalam diriku.
Setelah kepalanya nengok kanan kiri, dia menunduk khusyuk. Lalu kedua tangannya menengadahkan ke atas.

Tubuhnya kembali meloncat ke kasur, mulai membuka plastik hitam itu. Apa gerangan di dalamnya? Wajahnya yang kusut terlihat memancar. Senyumnya mulai gemulai. Tangannya mulai merogoh, matanya tidak sedikitpun berpaling dari benda hitam itu.

Beberapa benda mulai dia pegang. Tangannya mulai menyobek plastik bening yang melekat. Ditimang-timang lalu



sebentar memandang bagian depan belakang. Kepalanya mengangguk-angguk. Lalu tangannya kembali merogoh plastik hitam, mulai memegang benda yang sama, dam melakukan hal yang sama. Aku ingat betul, empat kali dia lakukan hal serupa, bedanya, dia ga menyobek plastik bening bungkusan benda pipih itu.

Dia mulai beranjak turun. Membawa semua benda barunya, menuju ke tempatku berada yang sedari tadi terbuka lebar. Dengan tampang yang tidak merasa bersalah, dia menggeser posisiku menepi, benda baru ditangannya, menempatinya.

Akh, hari ini aku tambah benci padanya. Aku penghuni lama dalam kotak ini. Tapi selalu saja  dia biarkan aku diam berdiri, terbungkus rapih dengan plastik bening. Aku benci! Ini hal yang membuatku benci padanya!

#onedayonepost #TantanganFiksi #TugasPertama


Selasa, 04 Juli 2017

Penikmat Rindu


Enam puluh bulan, kita tidak pernah bertemu. Waktu yang cukup lama untuk bisa mengusir rindu. Tapi tidak dengan aku. Laki-laki bermata sayu. Yang diam-diam mengintip akunmu.

Kamu terlalu istimewa di mataku. Sekarang, apalagi dulu. Perempuan riang dan lucu. Namun sedikit belagu. Bagaimana tidak? Kamu suka nolak tawaranku. Beribu alasan ketika aku bersedia menjemput di tempat kerja kamu.

"Enggak usah," katamu.
"Aku pulang bareng Mas Ayon."

Kamu menyebut nama salah satu rekan kerjamu. Yang kutahu dia punya kesibukan. Tidak mungkin bisa mengantarmu.

Nyesek!
Perempuan mana yang suka nolak tawaranku? Tidak ada. Selain kamu.

Tapi, aku masih suka kamu.

Kemarin, aku berkunjung ke laut.
Aku mandi di sana. Rasanya aku tak mau beranjak. Rasanya aku tak mau pisah dengan air.

Harus kamu tahu.

Karena aku tak mau kenangan bersamamu beranjak, pisah, lalu menghilang. Aku menikmati kerinduan kepadamu.

Dan kenangan pertama kamu menerima tawaranku. Kita main air bersama di tempat itu. Dulu. Lima tahun yang lalu.

"Mas, ayo pulang."

Tangan seseorang menepuk punggungku.

Aku menoleh. Berdiri. Beranjak pergi. Meraih tangan kanannya. Kupegang erat istriku.

"Izinkan aku merindu perempuan lain. Sebentar saja," batinku.

*onedayonepost

Lebaran Bareng si Kembar



Yeaa.. Alhamdulilah lebaran tahun ini, aku merdeka!
Lha emang tahun-tahun kemarin dijajah?!

Loading...

Duh, ini yang nulis ganjen banget! Hehehe

Jadi, tahun-tahun kemarin aku kerja dan tinggal di daerah mayoritas non muslim. Setiap lebaran, aku harus jauh-jauh hari izin libur pas hari lebaran, karena bertepatan dengan hari kerja, bukan hari minggu. Mending kalau lagi nasibnya baik, si bos ngasih seharian full libur (tapi tetep aja sih jam 9 malam harus balik lagi ke rumah, hiks), kalau lagi ga baik? Huh, jam satu siang pun udah harus balik, lanjut kerja. Nyesek banget kan, lebaran disibukan dengan kerja. Ya, paling tidak kita bisa telepon sama orang jauh di kampung. Ada lagi, si boss ngasih izin kita (para TKI) pas sholat iednya doang. Artinya selesai itu pulang dan langsung kerja. Heuheuheu.
 Resiko hidup ikut orang (nah kalau gini, idem, gak mau deh nulis paragraf di atas *jiwit)

Nah kan, kayak orang dijajah? *ketawasedih

Segala puji bagi Allah, yang telah menguatkan tekadku untuk pulang ke kampung halaman. Hingga sekarang bisa kumpul bersama keluarga.

Si kembar, adikku yang paling ujung. Dua-duanya perempuan. Tahun ini usianya sembilan tahun. Dari kecil pisah tempat tinggal. Novi sama mimi. Nova sama saudara. Untungnya rumah kami sebelehan, jadi pisahnya nggak jauh-jauh banget.

Pagi-pagi sebelum berangkat sholat ied, si Nova sudah maen ke rumah. Bisa nebak gak ngapain?
Terkadang risih juga melihat tingkah mereka, karena di keluarga, baru ada mimi saja yang kembar selain dari anak-anak kakek mimi dengan istri lainnya (bingung ya?).

Oh  iya, pagi-pagi Nova nanya sambil selendehan di pintu tengah, “Ovi, hari ini   
pake baju yang mana?”

“Merah,” jawab si Ovi. *nahanpengenjiwit
Setelah semua siap, kami berangkat ke Masjid. Hari fitri memancarkan setiap wajah yang kutemui di jalan berseri, menari di hati, seulas senyum berbagi. Gema takbir, tahmid, tasbih dan tahlil mengalir merdu dari corong-corong Masjid. Menjadikan hati setiap insan yang mendengarnya merasa bahwa diri sangat kecil.
Lantunan merdu itu membawa kami dalam khusyunya setiap takbir, sujud, sampai salam.

Di tengah jamaah menyimak Sang Khotib menyampaikan khotbahnya, bocah bermuka lebar, sedikit putih –ini salah satu pembeda diantara merea-- langsung rebahan di hamparan sajadah. Disusul tetangganya, si Novi. Dengan suara lumayan keras dia mulai menyampaikan sesuatu.

Ang, yang lagi ngomong, apa sedang baca puisi?’’

Hahaha. Hatiku tertawa keras, melebihi suara khotib.

“Itu lagi ceramah, Nok. Yang ceramah itu namanya khotib. Dengerin ya...”

Senyum paksaan kubuat sejadinya, menahan tawa. Sedangkan cekikan dari saudaraku yang lain meledek Nova yang masih polos. Si kembar memang banyak tingkah lucu.

Bukan hanya itu, ketika awal-awal ramadhan mereka memintaku mengajari bagaimana do’a sholat sunah Witir setelah tarawih. Si Novi beberapa kali aku tuntun, sudah langsung hafal dan lancar. Lain dengan Nova, dari awal malah sering salah, harusnya usholi malah meleset ke nawaytu. Hehehe. Si Nova butuh waktu lama untuk mengingat sesuatu.

Serangkaian acara sholat iedul fitri selesai. Setelah menengadahkan tangan, mengemis kepada-Nya, kami ikut bersalam-salaman dengan jamaah lain.
Lalu...
Kami pulang. Kami menang. Kalian juga menang. Aamiin.

"Taqobbalallah Minna Wa minkun. Shiyaa manaa Wa Shiyaa Ma kum."😊

Nur Musabikah
Indramayu, 14 Syawal 1438 H
foto; google



#Onedayonepost

Minggu, 02 Juli 2017

Reuni SD


Percaya nggak, reuni SD lebih berkesan dari SMP, SMA?            

Reuni, pertemuan kembali dengan teman-kawa lama setelah sekian lama tidak bertemu. Biasanya momen lebaran waktu yang cocok untuk mengadakn reuni. Itu juga yang sering dilakukan kami, alumni SDN Sumuradem 1 di Indramayu.

Tahun 2003 kami lulus. Melanjutkan perjalanan hidup kami, eh lebay ya. Hehe. Ada sebagian yang lanjut sekolah tidak jauh dari rumah, ada juga yang lanjut sekolah tinggal di Pesantren.

Sejak 2009, Kami mengadakan reuni di bulan syawal, beberapa hari setelah lebaran. Selama saya di Hong Kong, saya merasa sedih melihat foto-foto mereka. Tahun ini, tepatnya  27 Juni 2017 kami mengadakan acara serupa. Sebelum hari H tiba, kami bikin grup whatsapp, salah satu admin woro-woro,”Bagi yang sudah punya istri dan anak mohon dibawa, biar ga CLBK” wkkkkk. Saya yang merasa masih sendiri, sempet kepikiran bakal bete berangkat seorang diri. Hiks

Pas hari H, jam delapan kurang lima belas menit, saya sudah siap, tinggal berangkat. Motor sudah di luar rumah, karena paginya selesai dicuci. Hehe, biar kinclong, soalnya beberapa hari hujan, jalanan becek, motor sudah kaya pake bedak lumpur. Wkkkkkkkk

Lanjut ya... saya menghubungi salah satu teman cewek. Sesuai kesepakatan kita bertemudi Masjid terekat.
Di tempat yang telah ditentukan, yakni SD kami tercinta, SDN Sumuradem 1, saya, aeni dan Imas termasuk orang yang rajin setelah Yomi, Hihihi. Ya, mereka belum ada yang sampai TKP. Sambil menunggu yang lainnya, kami ngobrol ngalor ngidul, biasa becanda ngakak yang tak jelas. Si aeni yang dulu ketua genk saya di kelas enam suka ngobrolin masa lalunya setiap kali dia bertengkar di kelas, haa.

Satu per satu teman-teman datang, khotib dan keluarga kecilnya, terus Kus, Basuni, Carlim, dan Egi dan istri, dan teman-teman lainnya.
Indonesia gitu lho, janji kumpul jam delapan, jam sebelas baru kumpul (eh poin ini jangan ditiru ya, harusnya kita ga boleh menyepelekan janji)
Sesuai kesepakatan kami berempat, saya, Yomi, Aeni dan Imas, berangkat dulu untuk booking tempat makan, kami memilih rumah makan di sekitar pesona laut, Eretan. Namun, sayang... Tempat itu buka jodoh kami.. Ya, rumah makan tersebut sudah gulung tikar. Akhirnya kami menghubungi Egi. Balik lagi dan kumpul di Patrol.

Setelah bertemu di sana, kami melanjutkan perjalanan ke selatan, kami berangkat menuju tempat makan selanjutnya di daerah Cilandak.
Beberapa menit saja, kami sudah sampai TKP, tempat makan yang berbentuk saung di tengah-tengah balong ikan. Bisa ngebayangin kan ya? Heheh

Dan, ternyata nunggu menu siap, lamanya minta ampun. Mungkin karena saya pribadi dari pagi belum makan. Jadi terasa lama nunggu. Hihi

Satu hal yang paling berkesan ketika teman-temn yang lain menyuruh sang mantan ketua kelas untuk sambutan, wkkkkkk denga bacolan yang bikin perut sakit, nahan tawa. Bayangkan saja, dulu dia suka merintah kami, menyiapkan doa dll. Tapi, pas reuni dia diam tak bersuara, bisa jadi malu sama istrinya. Hihi

Oh iya, ini jawaban terkait pertanyaan di atas. Kenapa lebih berkesan?
1.       Enam tahun kita bareng terus satu kelas, mungkin ini bedanya ya, kalau SMP/SMA, tiap naik kelas pasti kita menemukan anggota baru. Nah SD mah kagak. Kecuali memang jika ada dua  kelas, tapi jarang kan ya. Hihihi
2.       Ketika SD, kita masih polos, usia masih sedikit, banyak tingkah yang aneh dan lucu. Tidak heran, ketika cara reuni tiba untuk mengingat nama, akan terlontar pernyataan berikut:
“Eh, dia tuh yg dulu kurus, kecil.”
            “Eh, dia  itu lhooo yang dulu masih umbelan.”
“Eh, di itu lho yang kurus, jangkung kaya sengget.”
“Eh, dia itu lho yang dulu rambutnya kleriting.”
“Eh, itu lho yang kulitnya item.”
Dan pernyataan lain yang jauh berbeda dengan kondisi sekarang.

Apapun bentuk pertemuannya, semoga sillaturrahim terjaga.

Indramayu, 2 Juli 2017.











#onedayonepost








THEME BY RUMAH ES