Rabu, 21 Juni 2017

Sebuah Penantian

Ketika seseorang dihadapkan dengan pilihan untuk menunggu. Ingat satu hal, selalu khusnudzhon kepada-Nya.

Ketika seseorang dipisahkan dengan jarak, satu hal yang harus dilakukan adalah selalu memperbaiki diri.

Ketika dalam perjalanan penantian, terjadi keraguan, ingat... Tetap istiqomah memperbaiki diri.

Jodoh siapa yang tahu?

Mereka yang sama-sama dalam perbaikan diri, akan bertemu. Menua berdua. Ke syurga bersama.

Jodoh siapa yang tahu?

Hanya Tuhan yang Rahman. Mohon dan minta kepada-Nya.

*onedayonepost

Nur Musabikah
27 Ramadhan 1438 H
#nasehatdiri #renungan

Rabu, 07 Juni 2017

Menulis di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan ke-9 kalender hijriah. Dimana banyak muslim yang mengharapkan kedatangannya. Karena bulan tersebut bulan yang penuh keistimewaan. Diantaranya bulan yang penuh ampunan, keberkahan, dilipat pahala amal kebaikan dan masih banyak lagi.

Menurut salah satu penulis di buku antalogi 'Ramadhan, Moment of Life Revolution' bulan ini adalah momentum untuk merevolusi diri. Kenapa? Karena di bulan ini doa-doa yang dipanjatkan terijabah. Maka hebatkan keinginan, tinggikan impian lalu  sampaikan ke hadapan Allah, cantumkan di setiap qiyamullail kita. Insya Allah diberikan jalan menggapainya.

Masa ramadhan adalah masa dimana tubuh kita sehat, pikiran sehat. Seperti hadis riwayat berikut, "Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu." (HR Al-Bukhari). Berpuasa bukan hanya menahan haus dan lapar tapi menahan hawa nafsu. Secara tidak sadari, selama ramadhan dilatih untuk tidak marah.

Hmm apa hubungannya dengan menulis?

Dalam kondisi puasa, secara fisik dan jiwa bagus sekali untuk menulis karena dalam keadaan tenang, tidak dipenuhi amarah dan perut pun kosong. Dijelaskan dalam kitab Ta'limul Muta'alim karya Syekh Az-Zarnuji bahwa salah satu penyebab malas ketika dalam keadaan kenyang.

Dikutip dari bukunya Pak Dwi Suwiknyo, Writerpreneurship halaman 10, salah satu cara untuk memulihkan mood menulis yaitu membersihkan diri. Secara fisik bisa dengan mandi, wudhu lalu shalat sunah untuk menenangkan jiwa dan pikiran.

Nah, bukannya ramadhan dianjurkan perbanyak ibadah sholat sunah? Selesai sholat, gunakan waktu untuk menulis. Entah itu malam, selesai qiyamullail atau pagi, setelah shubuh.

Berikut alasan mengapa pagi hari, waktu paling tepat untuk menulis;

1. Kita punya banyak willpower di pagi hari. Will power adalah sumber daya terbatas yang terus menguap sepanjang hari. Kita banyak memilikinya saat kita bangun dan sangat sedikit saat sebelum kita tidur.
2. Kita lebih kreatif di pagi hari. Aktivitas kreatif berada di puncak selama dan setelah tidur. Dan pada saat yang sama bagian analytical otak menjadi lebih aktif.
3. Kita dalam mood yang bagus. Sangat mudah menulis saat mood sedang bagus dibanding ketika mood sedang tidak bagus.
4. Pagi hari Membantu Membangun Kebiasaan. Karena memiliki lebih banyak willpower di pagi hari, maka sangat mudah tindakan harian Anda menjadi kebiasaan.

Sedangkan jika menulis di malam hari punya kelebihan berikut:

1. Tidak ada gangguan. Lebih banyak waktu tidak akan ada seorang pun yang menganggu setelah jam kerja tradisional sehingga Anda bisa fokus 100% pada aktivitas menulis Anda.
2. Kejadian selama sehari memberi Anda inspirasi. Semua pengalaman yang Anda dapat selama seharian akan menginspirasi kreativitas Anda dan akan membantu Anda merangkai copy yang lebih baik.
3. Anda tidak tergesa-gesa untuk melakukan kegiatan lain. Saat Anda telah menyelesaikan semua pekerjaan pada satu hari, lebih mudah untuk melibatkan perasaan pada tulisan Anda.
(Sumber : https://shiq4.wordpress.com/2017/01/29/waktu-terbaik-untuk-menulis-2/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C1141960212)

Semoga dengan kegiatan produktif  seperti menulis, kita bisa menjadi orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan utama puasa.

"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." (Q.S. Al Baqarah:183)

Mari, biasakan menulis dan ibadah sunah di bulan ramadhan. Harapannya, selesai ramadhan sudah terbiasa. Supaya bisa menjadi pemenang alumni ramadhan. #Nasehatdiri

Indramayu, 12 Ramadhan 1438 H.

Nur Musabikah.
*onedayonepost

Sabtu, 03 Juni 2017

Akhir dari Cerita

Tak terasa ramadhan sudah satu pekan dijalani. Semoga makin banyak pahala, maghfiroh, keberkahan yang diperoleh. Aamiin

Ngomong-ngomong ramadhan, saya ingat seseorang yang sangat kukenal dekat. Ya, seorang ibu paruh baya beranak banyak.

Untuk menghidupi anaknya dia jualan sarapan. Bisa ditebak, jualannya hanya pagi, jam delapan sudah selesai. Banyak pembeli yang datang karena kelezatan nasi kuningya, karena sudah menyebar ke negeri tetangga. Eh, maksudnya kampung tetangga. Hehe

Suatu hari saya pernah duduk bareng. Seperti biasanya dia suka berbagi cerita.

"Bu Cati itu susah diomong. Saya mah suka kasian. Orang sudah lanjut usia, tapi kekeh pengen kerja. "
"Ya, Bu Cati suka bantu menjajakan jualan saya. Lumayan, dia juga dapet beberapa puluh ribu tiap keliling. Padahal tanpa bantuannya, jualan saya cepat habis," lanjutnya.

"Dulu, saya pernah nyuruh Bu Cati untuk menjajakan jualanku jika ramadhan datang. Tapi beliau tolak, katanya ramadhan mau fokus ibadah, gak mau jualan. Memang orangnya rajin banget ibadah."

Saya semakin penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Kenapa tiba-tiba Dia cerita Bu Cati?

"Suatu hari ada sesuatu yang ganjil dengan Bu Cati. Biasanya dia ikut ramai dikala saya sibuk melayani pembeli. Biasanya dia nyuruh saya cepet-cepet bungkusin pesanananya. Tapi, pagi itu diam... "

"Pagi itu juga, entah kenapa ada salah satu pembeli yang negur dia, suaranya agak keras. Karena Bu Cuti keasyikan palah pilih cireng tapi tidak lekas memilih. Mungkin pembeli tersebut merasa jijih."

"Saya sudah terbiasa melihat Bu Cati ditegur pembeli lain, diam. Setelah bungkusan sudah diterima, Bu Cati pun pergi..." Lanjutnya.

Raut mukanya yang anggun, tiba-tiba kusut. Matanya mengerdipkan beberapa kali, seperti menahan seuatu.

"Beberapa jam kemudian, saya dapat kabar, ada kecelakaan di jalan raya. Korban tertabrak sepeda motor, tubuhnya terlempar jauh. Dia adalah Bu Cati."

Seketika tangisnya pecah. Kurengkuh beliau. Masih saja isaknya bernada. Kedua pundaknya naik turun. Dia berduka.

"Saya merasa bersalah. Dia kecelakaan pulang dari menjajakan jualanku." Suaranya kecil, tapi saya mendengar jelas.

Masih dalam rengkuhanku, isaknya tambah panjang. Kutepuk pelan punggung belakangnya, melayangkan doa untuk almarhumah, "Semoga husnul khotimah."

Akhir ceritanya mengenang akhir cerita hidup Bu Cati.

"Bila tiba saat berganti dunia. Alam yang sangat jauh berbeda. Siapkah kita menjawab semua, pertanyaan..."
(Ungu, Bila Tiba)

Sukra, 9 Ramadhan 1438 H.
Nur Musabikah

#Onedayonepost
#Renungan

Jumat, 02 Juni 2017

Coretan TKI HK

Review KUMCER Pasungan Wulandari

Judul         : Pasungan Wulandari
Penulis      : Kaka Clearny
Penerbit     : Goresan Pena
Cetakan     : 1, November 2016
ISBN           : 978-602-364-128-4

Kaka Clearny adalah nama pena dari Nila Noviana. Salah satu penulis dari kalangan TKI. Gadis asli Blitar ini mengabadikan pengalaman selama menjadi TKI melalui tulisan. Bukti bahwa seorang TKI bisa punya karya, menggeser citra negatif yang selama ini dianggap masyarakt luas.

Diawal kumcer ini pembaca diajak bertemu dengan dua  sosok yang sedang bercengkerama di dalam rumah sederhana. Mereka adalah tokoh Aku dan Ayahnya.  Ayah si 'Aku' yang mempunyai watak keras terhadap adat setempat. Cerita semakin menarik ketika terdapat konflik, Sang Ayah melarang pernikahan ngalor ngulon.

Pernikahan ngalor ngulon?
Iya, begini ceritanya.

Tokoh 'aku' sedang menjalin hubungan dengan seorang pria. Sebut saja Mas Teguh. Kebetulan arah rumah keduanya ngalor ngulon. Itu penyebab tokoh aku terkena sindrom galau.

Pasalnya posisi rumah ngalor ngulon adalah posisi orang meninggal dunia, terutama bagi muslim diposisikan ke arah utara (kepala di utara, kaki di selatan) dengan menghadap ke arah kiblat atau wajah menghadap kiblat, yang di sini bertepatan kiblat mengarah ke arah sendiri. Sehingga, mitos ngalor ngulon ini identik dengan sebuah kematian.
(Halaman 7)

Pada malam itu setelah tokoh aku dan ayah selesai ngobrol, tiba-tiba saja ibu dan adiknya pulang.  Dan memeberitahukan kabar, bahwa si Mirna meninggal karena kecelakaan.
Konon, Mirna dan suami adalah pengantin baru tetangga mereka, posisi rumah Mirna dan suami ngalor ngulon. Padahal Ayahnya menentang, tapi Mirna memaksa untuk melangsungkan pernikahannya.

Dalam cerpen ini yang paling menonjol keunggulannya, penulis menjelaskan lewat tokoh Ayah tentang adat istiadat suatu daerah, khususnya desa tempat tinggal si aku.

"Pak, bukankah segala sesuatu di alam raya ini sudg diatur oleh Allah SWT?"
"Untuk sesuatu suci seperti pernikahan, ketika kita mesti takut pada hal yang berbau syirik itu? Aku mencoba membuat pembelaan.
"Ini bukan tentang syirik atau meragukan kuasanya, Nduk! Bukankah kita telah dianugrahi akal agar bisa memperhitungkan hal baik dan buruk!" (Halaman 8)

"Aturan ngalor ngulon termasuk dalam ilmu titen."
"Percaya terhadap ilmu titen tidak bisa dikatakan musyrik dan mendahului takdir."
"Karena ilmu titen merupakan metode berpikir secara teliti dan hati-hati yang diterapkan sejak zaman nenek moyang," tambah bapak.
"Karena tidak ada bukti otentik secara tertulis, hanya dari mulut ke mulut, orang di zaman ini menganggapnya sebagai mitos," terangnya kemudian. (Halaman 10-11)

Secara keseluruhan cerpen dengan judul pasungan wulandari sangat bagus. Apalagi penulis menuliskan dengan diksi halus, membuat pembaca tidak bosan.

Tidak jauh beda dari cerpen pertama, cerpen kedua masih tentang konflik terhalangnya pernikahan karena suatu adat tertentu.

Selanjutnya pembaca akan dipertemukan dengan tokoh pengalaman TKI ketika berhadapan dengan majikan. Tentu saja butuh kesabaran dan mental harus kuat. Judul cerpenya pun unik, cerita tidak bisa ditebak. Ada Silk is Toekwobndo athlete, Es pleret alun-alun kota, dan kursi di Atas Kursi. Penulis mengangkat konflik yang seru, ini hal/pelajaran baru bagi pembaca yang tidak banyak tahu tentang TKI.

Hampa rasanya jika bicara cinta tidak berakhir bahagia seperti cerpen di awal. Setelah ini kita diajak penulis untuk menyaksikan kisah cinta antara anak Kyai dengan anak seorang tukang kebun pesantren. Ada keunikan dalam perjalanan cintanya.

Cinta dungu si Lugu, judul cerpen yang mengisahkan seorang TKI yang jatuh hati sama seorang pria pendatang dari negeri lain (di sini tidak disebutkan nama negaranya). Tapi, cinta itu ternoda. Karena ada benih didalamnya. Heuheu

Dua cerpen terakhir, 'Tiga Semester dalam Gerilya dan The Dream and The Winter in Formosa' menyuguhkan kembali warna-warni kehidupan TKI. Ada air mata ketika menyelaminya lalu berakhir dengan sebuah renungan, "Betapa bersyukurnya hidup ini ketika hidup di negeri sendiri bersama keluarga."

Demikian review dari saya. Masih banyak kekurangan, karena masih tahap belajar.

Sekian

Makin sukses, Mbak Nila.

Sukra, 7 Ramadhan 1438 H.
Nur Musabikah.

THEME BY RUMAH ES