Sabtu, 09 September 2017

Air mata di Bulan Agustus

Dua hari berturut-turut, rasanya air mata tidak bisa dibendung.

Enam belas Agustus lalu. Tepatnya disebelah rumah, pagi-pagi sekali sudah ramai hilir-mudik para bapak dan ibu undangan. Tenda biru terpasang. Kursi-kursi terpampang.

Jam sebelas siang, Sang MC memulai acara. Sebelum acara, suara dari mix menyahut-nyahut mengajak diri untuk merenung. Merdu, membawa sendu. Banyak pasang mata seketika sembab. Termasuk diri ini...

Labbaik allahumma labbaik. Labbaikalaa syariiika labaik. Innal hamda Wanikmata. Lakawalmulka la syarikalah.

Sahutan itu berulang-ulang. Menyekat tenggorokan para undangan. Tidak ketinggalan denganku.

Pelepasan keberangkatan haji itu memeras mata.

Paginya, tujuh belas agustus. Hari ketika orang-orang bahagia. Para bocah, ramai ikut memeriahkan acara lomba-lomba. Di sekolah, ramai mengadakan upacara bendera. Walau panas menyengat, terlihat semangat.

Begitupun di TV, menampilkan upacara secara langsung di Istana Negara. Sebelumnya upacara berlangsung di luar Istana, diadakan pameran adat budaya Indonesia. Keren, Indonesiaku!

Namun, kemeriahan itu hilang terganti dengan rasa khidmat dan hormat. Ketika upacara berlangsung. Saat kamera menyorot sosok-sosok yang dulu pernah jadi orang nomor satu di Negeri Pertiwi. Seorang pria berkopiah hitam, terlihat auranya hampir menangis. Mungkin saja, sudah meluber air matanya.

Diri ini bertanya, kenapa? Entah. Bisa jadi dalam benaknya terlintas, "Apakah Negeri ini sudah merdeka?"

Saat kamera menyorot seorang putri dan putra bangsa menjalankan tugasnya dengan cucuran keringat di wajahnya.
Tak sengaja, diri ikut bangga dan haru.
Pecah sudah kedua mataku, membasahi pipi.
Teringat pertanyaan yang tak bertepi.

Apa yang sudah kuberi untuk Negeri Pertiwi?

#onedayonepost

Tidak ada komentar:

THEME BY RUMAH ES