Minggu, 16 Juli 2017

Dia


Sial! Dia datang. Payah! Aku meracau diri.
Suara  sepeda motor berhenti di halaman rumah. Langkah kakinya terdengar pelan, menapaki lantai. Pintu terbuka disusul suara bedebum. Di luar, senja mulai memanja. Mewarnai langit biru dengan emasnya.

“Blekkggg!”
Gadis mungil itu menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Bersamaan dengan bungkusan plastik hitam besar yang dibawanya. Tubuhnya terlentang, kaos kaki masih melekat, matanya berkali-kali kedip. Mungkin saja, menahan kantuk, seharian kerja. Aku tiap hari melihat kejadian ini. Bosan? Tidak. Karena aku memang ditakdirkan untuk menemani dia sepanjang hidupnya.

Tapi, ada hal yang paling aku benci pada dirinya. Ingin sekali jewer dia. Biar dia tahu rasanya disakiti. Ingin maki dia, biar tahu rasanya dicampak. Ah, tapi apalah dayaku! Biar Tuhan saja yang menegur, lewat perantara apapun!

Hey, pasti kau heran dan bertanya. Kenapa? Lain waktu, aku cerita.

Ruangan ini saksi atas ketidaksukaanku padanya. Cerah, karena di cat warna hijau muda. Hiasan dinding berupa pigura tulisan arab juga bertengger di sana. Tapi, tidak menjadikanku secerah dan sesejuk atas perilakunya kepadaku.

Kulihat dia terbangun dari tidurnya yang tak lama. Matanya melotot ke arah benda kecil di pergelangan tangan kanannya. Lalu dia meloncat, berlari ke arah pintu. Tubuhnya hilang dari penglihatanku.

Baru saja kucoba menenangkan diri, tapi sosoknya sudah berada di depanku. Wajah ayunya basah, lengan kaos dan celana panjangnya digulung. Lalu, Berdiri menghadap barat dengan busana putih beregelarkan sajadah merah.

Bagaimana tidak banyak orang yang suka? Gadis yang belum lama lulus SMA itu dinilai tetangganya, pekerja keras dan rajin ibadah. Ah, tapi tetap saja ada rasa benci tumbuh dalam diriku.
Setelah kepalanya nengok kanan kiri, dia menunduk khusyuk. Lalu kedua tangannya menengadahkan ke atas.

Tubuhnya kembali meloncat ke kasur, mulai membuka plastik hitam itu. Apa gerangan di dalamnya? Wajahnya yang kusut terlihat memancar. Senyumnya mulai gemulai. Tangannya mulai merogoh, matanya tidak sedikitpun berpaling dari benda hitam itu.

Beberapa benda mulai dia pegang. Tangannya mulai menyobek plastik bening yang melekat. Ditimang-timang lalu



sebentar memandang bagian depan belakang. Kepalanya mengangguk-angguk. Lalu tangannya kembali merogoh plastik hitam, mulai memegang benda yang sama, dam melakukan hal yang sama. Aku ingat betul, empat kali dia lakukan hal serupa, bedanya, dia ga menyobek plastik bening bungkusan benda pipih itu.

Dia mulai beranjak turun. Membawa semua benda barunya, menuju ke tempatku berada yang sedari tadi terbuka lebar. Dengan tampang yang tidak merasa bersalah, dia menggeser posisiku menepi, benda baru ditangannya, menempatinya.

Akh, hari ini aku tambah benci padanya. Aku penghuni lama dalam kotak ini. Tapi selalu saja  dia biarkan aku diam berdiri, terbungkus rapih dengan plastik bening. Aku benci! Ini hal yang membuatku benci padanya!

#onedayonepost #TantanganFiksi #TugasPertama


2 komentar:

Na mengatakan...

Buku-buku baru yang tidak terbaca, ya? ๐Ÿ˜„

Ceritanya Bagus, Mba.
Sedikit catatan boleh yaa..., untuk kata kerja; jewer lebih tepatnya menjewer. Begitu juga maki, lebih tepatnya memaki.

๐Ÿ‘Œ๐Ÿ˜„

Musabbiha el Abwa mengatakan...

iya mbak. hiii

Terima kasih masukannya

THEME BY RUMAH ES