"Bakso.. Bakso... "
Suara pedagang keliling memanggil kami untuk merogoh dompet ibu. Habis ashar, waktu kumpulnya keluarga di Teras rumah. Saya dan adik-adik biasanya pulang sekolah madrasah, kecuali si kembar masih kecil.
"Mimi, beli dong, " ujar si Aris.
" Dua mangkok aja. Barengan ya.. "
Ibu dengan sigap memberi uang kertas ribuan. Biasanya saya suka makan bareng sama Yuyun, dan Nopi. Aris, Ma'ruf dan Nopa. Kami tidak pernah mengeluh makan bakso semangkuk bertiga. Hal itu sudah terbiasa. Kami malah merasa melihat ibu susah nyari uang.
Ada sepasang mata yang melihat kami lahap makan. Tidak sedikitpun bicara kepada kami kecuali, "Makanya hati-hati, pelan-pelan." Biasanya ucapan itu yang selalu beliau lontarkan karena mendengar kami ribut suara cekcok rebutan dan suara sendok beradu.
Selesai makan. Beliau basa-basi mengambil mangkuk kami, "Coba nyicip, katanya bakso punya mamang tadi enak."
Begitulah beliau, nyeruput kuah sisa makan kami sambil habis. Biasanya saya nyeletuk, "Kenapa tadi diam saja mi, ga makan barengan sama kita?" Beliau hanya tersenyum, entah senyuman yang tidak bisa dipahami.
***
Seorang ibu akan bisa makan sisaan anak-anaknya, tapi selalu merawat anaknya sampai dewasa tidak pernah dengan sisa tenaga yang dipunya. Selalu diutamakan. Walaupun kerjaan rumah menumpuk.
#Onedayonepost
HK, 1 November 2016
6 komentar:
Jadi inget masa kecil ��
Kasih Ibu yang tak akan bisa balas :)
Quote terakhirnya setuju banget ya
Pengorbanan ibu bgitu bsar demi buah hatiny....
Bhkan rela memakan meski sisaan...
makasih mas ROHMAT
MBA WID, MBA YESI DAN MB NOVA MAKASIH UDH MAMPIR
Posting Komentar